Tragis di Samarinda: Dua Balita Tewas Diduga Dicekik Ayah Kandung, Nenek Selamat Setelah Lolos dalam Keadaan Luka dan Trauma
![]() |
Ilustrasi AI |
Samarinda—Sebuah tragedi memilukan mengguncang warga Kota
Samarinda, Kalimantan Timur, pada Jumat sore, 25 Juli 2025. Dua balita
laki-laki yang masing-masing baru berusia 3 dan 4 tahun ditemukan tewas
mengenaskan di rumah mereka yang terletak di Jalan Rimbawan Satu, kawasan
Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang. Peristiwa ini lebih memilukan lagi
karena diduga kuat pelaku pembunuhan keji tersebut adalah ayah kandung mereka
sendiri, seorang pria berinisial W.
Insiden tragis ini pertama kali mencuat ke publik setelah Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) wilayah Sungai Kunjang menerima laporan dari warga sekitar. Ketua FKPM, Suprayidno, membenarkan informasi bahwa kedua balita tersebut meninggal dunia karena dicekik. Namun, bantuan tak dapat segera diberikan lantaran lokasi kejadian berada di area yang cukup sepi dan sulit dijangkau dengan cepat.
"Betul (dicekik), informasinya begitu dan dapat laporan dari masyarakat, ngelapor ada kejadian itu, tapi laporan itu agak lambat karena lokasi di sana agak sepi," kata Suprayidno saat dihubungi oleh awak media.
Dalam penuturannya, Suprayidno menjelaskan bahwa kedua balita diduga tewas di tempat kejadian. Salah satu saksi kunci dalam kasus ini adalah nenek dari korban, yang ternyata juga mengalami kekerasan fisik saat mencoba menyelamatkan cucu-cucunya dari aksi brutal sang pelaku.
"Neneknya itu sempat mau menolong, tapi dia juga ditindih dan dicekik. Sedangkan kondisi neneknya sudah tua renta, tidak kuat melawan," imbuhnya.
Meski dalam kondisi terluka dan mengalami trauma berat, nenek malang tersebut berhasil melarikan diri ke rumah tetangganya untuk mencari bantuan. Namun karena kondisinya yang lemah, ia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut kepada pihak berwenang. Saat ini, sang nenek dirawat intensif di rumah sakit akibat luka-luka yang dideritanya serta trauma mendalam akibat insiden tragis yang ia saksikan sendiri.
"Si nenek sempat lolos ke rumah tetangganya, belum bisa diminta keterangan. Karena trauma dan badannya sakit semua jadi dibawa ke rumah sakit," kata Suprayidno lagi.
Motif di balik tindakan sadis W terhadap dua anak kandungnya sendiri hingga kini masih menjadi teka-teki. Pihak kepolisian menyatakan bahwa pelaku telah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan intensif di Polsek Sungai Kunjang. Informasi dari keluarga korban menyebutkan bahwa ibu dari kedua anak tersebut tidak berada di rumah saat kejadian karena sedang bekerja.
"Belum tahu (motifnya), tapi sudah dibawa ke Polsek Sungai Kunjang. Ibu korban juga baru tahu, karena ibunya kerja. Jadi saat kejadian memang mereka berempat saja," tambah Suprayidno.
Kabar ini segera menyebar ke seluruh penjuru kota, menimbulkan kesedihan sekaligus kemarahan di kalangan warga. Banyak yang tidak menyangka bahwa seorang ayah bisa tega menghabisi nyawa dua anak kecil yang seharusnya menjadi cahaya kehidupan dalam keluarganya. Terlebih lagi, kondisi keluarga ini diketahui tidak sedang mengalami masalah yang mencolok secara ekonomi maupun sosial, membuat publik bertanya-tanya apakah ada latar belakang psikologis atau faktor lain yang mendorong pelaku melakukan tindakan sebegitu mengerikan.
Kasat Reskrim Polresta Samarinda, Kompol Dicky Anggi Pranata, saat dikonfirmasi oleh awak media, membenarkan kejadian tersebut. Namun, ia menyampaikan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan detailnya akan disampaikan setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan.
"Masih proses pemeriksaan, segera diupdate begitu selesai ya," ujar Kompol Dicky.
Situasi tragis ini menyentuh berbagai kalangan, terutama aktivis perlindungan anak dan psikolog anak. Mereka menilai kasus ini sebagai alarm keras atas pentingnya kesadaran kesehatan mental dalam lingkungan keluarga, sekaligus perlunya sistem dukungan yang bisa menjangkau keluarga-keluarga yang mungkin sedang menghadapi tekanan psikis berat.
Peristiwa mengerikan ini mengingatkan kita bahwa rumah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi seorang anak, bisa menjadi tempat paling mematikan ketika cinta dan naluri melindungi digantikan oleh kebrutalan. Dua balita, yang bahkan belum mengerti banyak tentang dunia, harus kehilangan nyawa di tangan orang yang seharusnya paling mereka percaya. Sebuah tragedi yang tak hanya menorehkan luka mendalam bagi keluarga korban, tapi juga bagi masyarakat Samarinda dan Indonesia secara umum.
Kini, publik menantikan transparansi hasil penyelidikan kepolisian—terutama tentang latar belakang pelaku, kondisi mental, serta motif sebenarnya dari tindakan yang melampaui batas kemanusiaan ini. Di sisi lain, proses hukum harus ditegakkan secara adil dan tegas, sekaligus menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya deteksi dini terhadap potensi kekerasan dalam rumah tangga, terutama jika melibatkan anak-anak sebagai korban.
Sementara itu, rumah duka di Jalan Rimbawan Satu dipenuhi isak tangis keluarga dan warga sekitar. Dua jenazah kecil kini hanya bisa dikenang dalam ingatan orang-orang terdekat mereka, sementara pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum dan nurani bangsa.