Pertamina Bangun Harapan Baru untuk Orang Utan Kalimantan di Samboja Lestari

Di balik rimbunnya hutan tropis Kalimantan Timur, lahirlah secercah harapan bagi salah satu spesies paling ikonik sekaligus terancam punah di Indonesia: orang utan. Harapan itu datang bukan dari kalangan konservasionis semata, melainkan dari perusahaan energi raksasa tanah air, PT Pertamina (Persero), yang lewat tangan anak usahanya, PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), turut mengangkat tanggung jawab pelestarian satwa dilindungi ke dalam inti operasional dan misinya. Upaya nyata itu diwujudkan melalui pengembangan Pusat Rehabilitasi Orang Utan Samboja Lestari di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dengan menggandeng Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Pertamina menyulam konservasi dan energi ke dalam satu benang merah besar: keberlanjutan ekosistem Indonesia.

Langkah tersebut tidak hanya disambut dengan tangan terbuka oleh para pegiat lingkungan, tetapi juga mendapat pengakuan langsung dari jajaran komisaris Pertamina sendiri. Nanik S Deyang, Komisaris PT Pertamina (Persero), dengan nada penuh emosi menyampaikan rasa harunya ketika menyaksikan langsung aktivitas pelestarian satwa yang dijalankan di pusat rehabilitasi itu. “Saya terharu, tidak semua orang mau merawat orang utan di tempat seperti ini. Hal ini menunjukkan kepedulian Pertamina terhadap pelestarian satwa dilindungi,” ungkapnya. Ia pun berharap bahwa langkah ini menjadi pemantik agar seluruh lini Pertamina Group turut serta secara aktif dalam agenda-agenda konservasi di masa mendatang.

Apa yang dilakukan Pertamina di Samboja Lestari sesungguhnya lebih dari sekadar proyek tanggung jawab sosial korporasi. Ini adalah refleksi dari kesadaran mendalam perusahaan terhadap pentingnya harmoni antara pembangunan energi nasional dan keberlangsungan alam. Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), menegaskan bahwa kegiatan konservasi yang dijalankan melalui inisiatif tersebut merupakan bagian dari pilar lingkungan dalam program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. “Inisiatif ini bagian dari Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina pilar lingkungan, khususnya dalam konservasi keanekaragaman hayati fauna,” ujarnya.

Fadjar menambahkan bahwa inisiatif ini bukan langkah terpisah, melainkan bagian integral dari strategi jangka panjang Pertamina yang mengusung prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Di sisi lain, program ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya poin 13 (penanganan perubahan iklim), poin 14 (menjaga ekosistem laut), dan poin 15 (menjaga ekosistem darat). Dengan demikian, Pertamina tidak sekadar menjalankan peran sebagai penyedia energi, tetapi juga pelindung bumi tempat energi itu diambil.

Sejak tahun 2023, PHSS telah memulai langkah nyata dalam konservasi individu orang utan. Tiga individu telah ditangani sejauh ini, dan dua lainnya dijadwalkan akan masuk program rehabilitasi pada periode 2026–2027. Namun pelestarian satwa ini tidak berhenti pada upaya medis atau penangkaran semata. PHSS juga menaruh perhatian besar terhadap pemulihan habitat asli para orang utan. Maka dimulailah proyek rehabilitasi kawasan hutan seluas 8 hektar di Samboja Lestari, yang akan berlangsung bertahap hingga 2027. Penanaman pohon menjadi bagian vital dalam strategi pemulihan ini, dengan berbagai spesies endemik Kalimantan seperti Damar, Merembun, dan Balanggeran yang ditanam secara bertahap. Tak ketinggalan, pohon buah seperti mangga dan pepaya juga dibudidayakan sebagai sumber pangan alami bagi para orang utan yang kelak akan dilepasliarkan kembali ke alam bebas.

Program ini tak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari rangkaian panjang inisiatif pelestarian satwa yang telah dijalankan Pertamina dalam beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini, lebih dari 50 program konservasi fauna telah dilaksanakan oleh Pertamina Group, mencakup total 261 jenis hewan dan melibatkan lebih dari 800.000 individu satwa. Deretan satwa tersebut mencakup berbagai spesies unik dan terancam punah seperti gajah, elang, bekantan, monyet, yaki, pesut Mahakam, rusa, penyu, merak, hingga kupu-kupu langka. Bagi Pertamina, pelestarian bukan sekadar proyek, tetapi bagian dari komitmen jangka panjang yang menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dengan perlindungan kehidupan.

Di tengah berbagai tekanan terhadap habitat alami di Indonesia — dari deforestasi, kebakaran hutan, hingga pembangunan infrastruktur — kehadiran pusat rehabilitasi semacam Samboja Lestari memberi secercah cahaya. Ia menjadi tempat transit, pemulihan, sekaligus harapan bagi para orang utan yang kehilangan tempat tinggal akibat ulah manusia. Di tempat ini, para primata itu belajar kembali cara memanjat pohon, mencari makan, dan membentuk kelompok sosial — keterampilan dasar yang akan mereka butuhkan kembali di alam liar. Proses rehabilitasi ini panjang dan memerlukan ketekunan. Namun, di tangan tim konservasi yang dipandu BOSF dan didukung Pertamina, setiap langkah kecil menjadi bagian dari perjuangan besar untuk menjaga warisan alam bangsa.

Selain upaya langsung di lapangan, program ini juga membawa pesan edukatif yang kuat bagi masyarakat luas. Bahwa pelestarian satwa dan alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aktivis, tetapi semua pihak — termasuk korporasi besar. Pertamina, lewat program ini, menempatkan dirinya bukan hanya sebagai pemain energi nasional, tetapi juga sebagai pemangku kepentingan ekologis yang punya peran dan pengaruh nyata terhadap masa depan lingkungan hidup Indonesia. “Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa Pertamina Group tidak hanya berperan dalam menjaga ketahanan energi nasional, tetapi juga aktif dalam menjalankan program pelestarian alam, khususnya untuk konservasi satwa endemik Indonesia seperti orang utan,” tutup Fadjar.

Lebih jauh lagi, inisiatif seperti ini memperlihatkan bahwa industri bisa dan seharusnya berjalan seiring dengan konservasi. Bahwa pengelolaan sumber daya tidak mesti mengorbankan alam, dan bahwa keberhasilan ekonomi tidak harus dibayar mahal dengan punahnya satu spesies. Di hutan-hutan Samboja yang kini perlahan dipulihkan, orang utan kembali belajar untuk hidup sebagai makhluk liar. Mereka adalah simbol perjuangan, sekaligus saksi bahwa di balik bisnis energi, masih ada nurani dan komitmen yang berpihak pada keberlangsungan hidup makhluk lainnya. Dan dari tempat inilah, mungkin, lahir bab baru dalam sejarah konservasi di negeri ini.