Isu Beras Oplosan Merebak, Pemprov Kaltim Siaga Penuh Awasi Pasar
Ketika meja makan masyarakat Kalimantan Timur diwarnai
keresahan oleh isu peredaran beras oplosan, Pemerintah Provinsi tak tinggal
diam. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
(DPPKUKM) Kaltim sigap merespons kegelisahan publik dengan menyiapkan
langkah-langkah konkret berupa pemantauan lapangan hingga inspeksi mendadak ke
sejumlah pasar. Isu yang semula berembus di tingkat nasional, kini turut
menyulut kekhawatiran lokal setelah terungkap adanya ratusan merek beras yang
diduga dioplos dan tidak sesuai dengan standar mutu. Skandal yang disoroti
langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman itu menyebut kerugian yang
ditanggung masyarakat mencapai angka fantastis—Rp99 triliun per tahun.
Dari pusat hingga daerah, isu ini menohok ke jantung
kebutuhan dasar rakyat. Maka tidak heran jika DPPKUKM Kaltim mengambil sikap
tegas dan cepat. Kepala Bidang Perdagangan DPPKUKM Kaltim, Ali Wardana,
menyampaikan bahwa pihaknya telah menjalin koordinasi intensif dengan sejumlah
instansi terkait, termasuk Satgas Pangan dan dinas-dinas pendukung lainnya.
“Kami tentu menyikapi ini secara serius. Sudah berkoordinasi dengan Satgas
Pangan dan dinas terkait lainnya untuk melakukan pemantauan dan menyiapkan sidak
di lapangan,” tegas Ali saat ditemui pada Kamis, 17 Juli 2025.
Dalam situasi seperti ini, ketika informasi berseliweran dan
keresahan menguat, pemerintah daerah harus bergerak cepat untuk meredam potensi
kepanikan. Ali menggarisbawahi bahwa isu ini bisa menimbulkan efek domino. “Isu
ini bukan hanya memicu kekhawatiran, tetapi juga bisa berdampak pada kelangkaan
dan fluktuasi harga,” ujarnya. Lonjakan harga secara tiba-tiba atau hilangnya
stok dari rak-rak pasar hanya karena dorongan kekhawatiran adalah skenario yang
ingin dihindari oleh DPPKUKM.
Berbekal pemantauan yang diperkuat oleh laporan masyarakat
dan hasil analisis dari kementerian pusat, pihak DPPKUKM berencana terjun
langsung ke lapangan dalam waktu dekat. Bukan hanya memeriksa kualitas beras di
pasar, mereka juga akan menelusuri jalur distribusi, gudang penyimpanan, hingga
proses pengemasan yang rawan disusupi praktik curang. Sidak yang disiapkan akan
menyasar pasar tradisional hingga distributor besar, terutama mereka yang
menjual produk-produk dari 212 merek yang kini tengah berada di bawah sorotan.
Ali juga menekankan bahwa pendekatan mereka tidak semata
represif. Langkah edukatif turut ditempuh untuk menenangkan dan memberi
pemahaman kepada masyarakat. "Kami imbau masyarakat tidak risau
berlebihan. Pemerintah provinsi akan terus melakukan pemantauan intensif,
khususnya terkait ketersediaan dan kualitas beras di Kaltim,” ucapnya
menenangkan.
Masyarakat diminta untuk tetap bijak dan tidak tergesa-gesa
melakukan pembelian dalam jumlah besar yang justru bisa memperkeruh situasi.
Panic buying adalah skenario yang paling ditakuti dalam rantai distribusi
pangan, karena efeknya sangat cepat dan meluas. Begitu satu wilayah mengalami
kelangkaan, kepanikan bisa menyebar secara berantai ke wilayah lain. Oleh sebab
itu, DPPKUKM berkomitmen menjaga ketercukupan stok dan distribusi tetap stabil.
Komunikasi lintas lembaga juga diperkuat. DPPKUKM Kaltim
telah menjalin kontak intensif dengan Kementerian Pertanian, Badan Pangan
Nasional, serta Dinas Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Kaltim
untuk memastikan langkah penanganan yang terpadu. Dalam situasi seperti ini,
respons terintegrasi menjadi kunci agar upaya pemantauan dan tindakan tidak
tumpang tindih atau lambat.
Skandal beras oplosan sendiri muncul dari temuan Badan Pusat
Statistik (BPS), yang melakukan analisis terhadap tren harga gabah dan beras
dalam dua bulan terakhir. Dari data yang dikumpulkan, diketahui bahwa harga
gabah di tingkat petani justru mengalami penurunan, sementara harga beras di
pasar naik. Ketidaksinkronan ini memunculkan dugaan adanya manipulasi di jalur
distribusi—di mana beras kualitas rendah dicampur dan dipasarkan sebagai beras
premium, sehingga menghasilkan keuntungan besar bagi pelaku nakal dan kerugian
nyata bagi konsumen.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut praktik
oplosan itu melibatkan 212 merek beras. Banyak dari produk tersebut mengklaim
sebagai beras premium padahal kualitasnya tidak sesuai. Celakanya, sebagian di
antaranya telah beredar luas di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan
Timur. Angka kerugian yang disebut mencapai Rp99 triliun per tahun bukanlah
angka sembarangan—ini cerminan dari betapa besarnya skala peredaran dan dampak
ekonomi yang ditimbulkan.
Tak hanya rugi secara ekonomi, skandal ini turut mengikis
kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan. Beras sebagai bahan
pangan pokok di Indonesia memiliki nilai psikologis yang sangat tinggi. Ketika
masyarakat meragukan kualitas beras yang mereka konsumsi sehari-hari, maka
artinya kita sedang menghadapi ancaman kepercayaan yang sangat serius. DPPKUKM
Kaltim menyadari hal ini. Maka dari itu, mereka menjanjikan keterbukaan dan
keterlibatan masyarakat dalam setiap langkah yang diambil. Hasil sidak, hasil
laboratorium uji mutu, serta perkembangan pengawasan akan disampaikan kepada
publik secara berkala.
Langkah proaktif pemerintah provinsi ini pun mendapat
dukungan dari berbagai kalangan, termasuk kelompok konsumen dan pelaku usaha
kecil. Sebagian besar berharap agar skandal ini menjadi momentum pembenahan
sistem distribusi pangan di Indonesia. “Jangan sampai hanya heboh sebentar,
tapi nanti pelakunya lolos dan beras oplosan tetap beredar,” ujar seorang
pedagang beras di Samarinda yang enggan disebut namanya.
Pemerintah pusat pun kini tengah menyiapkan regulasi baru
yang akan memperketat pengawasan mutu dan pelabelan beras. Salah satu opsi yang
mengemuka adalah pemberlakuan sistem barcode berbasis QR yang langsung
terhubung ke basis data mutu dan asal-usul produk. Dengan cara ini, konsumen
bisa langsung mengetahui apakah beras yang mereka beli berasal dari sumber
legal dan berkualitas.
Dari semua langkah ini, satu hal yang pasti: skandal beras oplosan tidak bisa dianggap enteng. Ia adalah kombinasi dari celah pengawasan, kelengahan distribusi, dan kerakusan pelaku usaha yang menanggalkan etika demi keuntungan. Namun dengan reaksi cepat dari pemerintah daerah seperti yang dilakukan DPPKUKM Kaltim, ada secercah harapan bahwa skandal ini bisa dihentikan sebelum menjadi lebih parah. Sebab, di balik setiap butir beras yang kita makan, tersimpan kepercayaan—dan kepercayaan itulah yang kini tengah diuji.