Vonis TPPU Eks Kepala Satker BBPJN Kaltim: KPK Sita Aset Mewah hingga Uang Tunai Rp9,7 Miliar
Satu demi satu lembar kelam korupsi di sektor infrastruktur
kembali terbuka. Kali ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada
Pengadilan Negeri Samarinda resmi menjatuhkan vonis kepada mantan Kepala Satuan
Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah 1 Kalimantan
Timur, Rachmat Fadjar. Ia dinyatakan bersalah dalam kasus tindak pidana
pencucian uang (TPPU), yang merupakan pengembangan dari perkara korupsi
pembangunan jalan di Kabupaten Paser. Vonis ini menandai akhir dari serangkaian
penyidikan mendalam yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September 2023.
Tak hanya vonis pidana penjara selama lima tahun yang dijatuhkan, KPK juga mengungkap hasil rampasan aset dari tangan Rachmat yang nilainya menembus angka miliaran rupiah. Dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin 23 Juni 2025, total uang tunai yang berhasil diamankan mencapai lebih dari Rp9,7 miliar. Ini hanyalah sebagian dari total kekayaan mencurigakan yang berhasil diidentifikasi dan kini resmi dirampas negara.
"Uang sejumlah lebih dari Rp9,7 miliar," ungkap Budi, yang menekankan bahwa angka tersebut belum termasuk aset fisik lain yang disita. Dalam rincian lebih lanjut, KPK merampas dua bidang tanah dan bangunan yang tersebar di dua lokasi strategis—yakni di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Aset properti ini diduga dibeli menggunakan dana hasil tindak pidana korupsi yang disamarkan melalui berbagai transaksi keuangan.
Tak berhenti sampai di situ, penyidik KPK juga menemukan deretan kendaraan mewah yang menjadi simbol gaya hidup berlebihan sang terpidana. Dalam proses penyitaan, enam mobil disita dari berbagai tempat. Di antaranya terdapat dua unit Toyota Hilux, tiga unit Toyota Fortuner, dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport. Rangkaian mobil berkelas ini menambah panjang daftar barang hasil kejahatan yang berhasil dilacak oleh KPK dalam proses penelusuran aliran dana korupsi tersebut.
Tak hanya mobil, barang bukti lain yang berhasil diamankan meliputi lima sepeda motor dengan merek dan tipe premium. Rinciannya terdiri atas dua Yamaha Nmax, dua Yamaha X-max, satu Yamaha YZ125X, dan satu unit Honda Vario. Deretan kendaraan roda dua ini mencerminkan upaya Rachmat dalam menyebar dan menyembunyikan kekayaan hasil korupsi dalam berbagai bentuk aset bergerak.
Namun daftar belum berakhir. KPK juga turut merampas tujuh perhiasan yang nilainya diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Sejumlah barang mewah lainnya seperti sepatu merek terkenal dan jam tangan berharga fantastis juga masuk dalam daftar penyitaan. Barang-barang tersebut menunjukkan pola konsumsi eksklusif yang jauh dari kewajaran bila dibandingkan dengan profil penghasilan Rachmat sebagai pejabat negara.
Seluruh barang sitaan akan segera dilelang oleh KPK. Proses ini menjadi bagian dari upaya pemulihan aset negara yang dirugikan. Uang hasil penjualan aset korupsi akan disetor langsung ke kas negara, sebagai bagian dari bentuk restitusi kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan yang dilakukan Rachmat. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa negara tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga mengambil kembali apa yang telah diambil secara tidak sah.
Kasus ini sendiri merupakan babak lanjutan dari perkara korupsi pembangunan jalan di Kabupaten Paser. Proyek yang seharusnya menjadi infrastruktur penting bagi rakyat, justru disulap menjadi ladang bancakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Rachmat, sebagai kepala satker saat itu, dinilai oleh pengadilan telah menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Modusnya tak sekadar menerima suap atau gratifikasi, tetapi juga melakukan pencucian uang melalui pembelian aset mewah yang disamarkan dari transaksi keuangan aslinya.
Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada September 2023 menjadi titik awal terbongkarnya rangkaian kejahatan ini. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah bukti transaksi mencurigakan, yang kemudian dikembangkan dalam penyidikan lanjutan. Seiring waktu, penyidik menemukan alur keuangan yang mengarah pada pembelian aset dan penggunaan rekening-rekening atas nama pihak lain untuk menyamarkan asal-usul dana.
Dalam dakwaan dan putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, hakim menyatakan bahwa Rachmat telah melakukan serangkaian transaksi yang tergolong sebagai TPPU. Ia secara sadar mencoba menyembunyikan asal-usul uang yang diperolehnya dari hasil tindak pidana korupsi. Hal ini memperkuat keyakinan majelis hakim bahwa Rachmat tidak hanya melanggar hukum administrasi atau prosedural, tetapi telah melanggar hukum pidana dengan intensi kriminal yang jelas.
Vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan kepada Rachmat sekaligus menjadi pengingat keras kepada para pejabat negara lainnya, bahwa penyalahgunaan kewenangan dan pengkhianatan terhadap amanah publik akan berujung pada hukuman berat serta penyitaan seluruh aset yang berasal dari kejahatan. Dengan menelusuri aliran dana hingga ke pembelian sepatu dan jam tangan, KPK membuktikan bahwa tak ada ruang aman bagi hasil korupsi untuk disembunyikan.