Tembawang Menyeru: Lomba Cerpen Internasional Dayak Digelar Serentak di Malaysia dan Indonesia
Jika hutan bisa bercerita, Tembawang adalah naskah terakhirnya. Dan kini, suara itu dipanggil kembali lewat sayembara cerpen lintas negara.
Sejak 20 Mei 2025, sebuah gerakan literasi bernama Lomba
Cerpen Tembawang resmi diluncurkan oleh komunitas sastrawan dan jurnalis Dayak
dari Indonesia dan Malaysia. Namun baru hari ini, salah satu penggagasnya,
Alexander Mering—jurnalis sekaligus sastrawan Dayak asal Kalimantan Barat— 5 Juni
2025 angkat bicara lagi soal makna yang lebih dalam di balik lomba ini. Ia
menyebutnya sebagai perlawanan kecil demi menyelamatkan warisan budaya yang
hampir punah: Tembawang.
“Kegiatan ini bagian dari gerakan literasi yang memuat misi
penyelamatan kebudayaan dan ekologi Dayak yang kian terpinggirkan di tanah
kelahirannya sendiri,” kata Mering yang juga merupakan alumni Lemhannas tersebut.
Mering menegaskan, Tembawang bukan hanya nama sebuah
tema. Ia adalah warisan peradaban Dayak yang kini berada di titik nadir.
"Tembawang merupakan situs penting bagi masyarakat Dayak. Ia bukan sekadar
hutan bekas ladang, tapi juga ruang kosmologis yang mengandung ingatan,
identitas, dan hukum adat. Namun sekarang, keberadaannya terancam punah, baik
karena kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada masyarakat adat dan ekologi,
maupun karena degradasi budaya Dayak itu sendiri," kata Mering dalam
pernyataan persnya hari ini.
Menurut Mering, dalam situasi seperti ini, literasi menjadi
alat perlawanan yang sederhana namun vital. "Lomba cerpen ini memang
tindakan kecil, tapi ia penting. Lewat cerita, kita mengabadikan pengetahuan
dan menghidupkan kembali kesadaran kolektif kita akan pentingnya
Tembawang," ujar Mering.
Juri dari Dua Negeri
Lomba ini menggandeng nama-nama besar dalam dunia sastra
Dayak. Salah satunya adalah Jaya Ramba, penyair kenamaan asal Sarawak,
Malaysia, yang duduk sebagai juri lintas negara. Dalam wawancaranya, Jaya Ramba
mengungkapkan antusiasmenya.
"Aku sangat senang bisa terlibat dalam program ini.
Dayak di Pulau Borneo adalah suku bangsa yang besar. Kita satu rumpun. Kita
harus bersatu untuk bisa diperhitungkan di dunia," tegas Jaya Ramba, yang
dikenal luas sebagai Novelis sekaligus penyair yang konsisten mengangkat budaya
Dayak.
Keterlibatan Jaya Ramba menandai sebuah kerja sama kultural
lintas negara yang langka namun penting—menghubungkan komunitas sastra Dayak di
Malaysia dan Indonesia dalam semangat yang sama: melestarikan akar kebudayaan
Dayak yang juga merupakan kebudayaan kedua negara dan dunia.
Juri dari Indonesia Liu Ban Fo (Munaldus) adalah sastrawan Dayak, pengarang prolifik yang dikenal konsisten mengangkat tema budaya, dia juga adalah seorang Sosiopreneur dan pendiri Credit Union (CU) Keling Kumang, salah satu koprasi simpan pinjam terbesar di Indonesia.
Masri Sareb Putra adalah Sastrawan Indonesia angkatan 2000,
akademisi, novelis, dan penulis produktif.
Masri yang juga penggagas Tembawang Award, menyampaikan bahwa partisipasi para
peserta dalam lomba ini merupakan cerminan dari ownership atau
kepemilikan budaya masyarakat Dayak atas warisan mereka sendiri. Menurutnya
Lomba Cerpen Tembawang adalah rangkaian kegiatan dari Tembawang Award.
"Semakin banyak orang Dayak menulis tentang Tembawang,
semakin kuat kesadaran kolektif bahwa ini milik kita. Ini bukan sekadar hutan.
Ini kampung. Ini kitab. Ini rumah bagi roh-roh leluhur. Lomba ini adalah salah
satu cara untuk memastikan bahwa Tembawang tetap hidup di benak dan imajinasi
generasi Dayak selanjutnya," ujar Masri.
Ia menambahkan, tantangan terbesar masyarakat Dayak saat ini
bukan semata-mata deforestasi atau eksploitasi sumber daya, melainkan hilangnya
narasi. "Kita kehilangan bahasa kita sendiri untuk menyebut apa yang suci,
apa yang sakral. Lewat cerpen, kita ingin mengembalikan bahasa itu,"
katanya.
Menulis Sebagai Perlawanan Kultural
Sayembara cerpen bertema Tembawang ini terbuka bagi seluruh
penulis Dayak dari berbagai penjuru Borneo—baik dari Indonesia maupun Malaysia.
Poster dan pengumuman resmi lomba telah dipublikasikan melalui sosial media di
kedua negara, dan juga di kanal Dayak Today, media yang selama ini
konsisten memberitakan peristiwa-peristiwa kultural masyarakat adat di
Kalimantan.
Diharapkan, lewat sayembara ini, lahir cerita-cerita yang
tidak hanya kuat dari sisi literer, tetapi juga sarat dengan kedalaman filosofi
Dayak. "Tembawang bukan sekadar latar cerita. Ia harus menjadi tokoh
utama. Ia adalah aktor budaya," kata Mering menutup pernyataannya.
Catatan Akhir: Tembawang di Persimpangan
Tembawang adalah etno-agroforestery
masyarakat Dayak, situs yang bukan hanya menyimpan keanekaragaman hayati,
tetapi juga merepresentasikan hubungan spiritual dan ekologis masyarakat Dayak
dengan alam. Sebagai warisan budaya yang mencerminkan cara hidup selaras dengan
alam, tembawang mengajarkan pentingnya keberlanjutan dan penghormatan terhadap
lingkungan. Dalam konteks global, tembawang menawarkan model alternatif
terhadap eksploitasi alam yang merusak, memberikan pelajaran berharga tentang
bagaimana manusia dapat hidup harmonis dengan bumi. Melestarikan tembawang
berarti menjaga identitas budaya Dayak sekaligus menawarkan solusi ekologis
yang relevan bagi dunia yang menghadapi krisis lingkungan.
Di tengah arus deras globalisasi, industrialisasi, dan
marginalisasi yang menimpa masyarakat adat di seluruh dunia, lomba ini menjadi cahaya
kunang-kunang kecil dari sebuah perjuangan panjang. Bahwa menulis pun bisa
menjadi bentuk perjuangan. Bahwa mempertahankan Tembawang tidak harus selalu
dengan aksi jalanan—ia bisa dimulai dari cerita.
Tembawang kini bukan hanya milik leluhur, tapi milik
generasi yang memilih untuk tidak lupa.
Peserta & Ketentuan
Terbuka untuk masyarakat adat Dayak di Kalimantan
(Indonesia) dan Sarawak (Malaysia).
Domisili dibuktikan dengan KTP (Indonesia) atau IC (Malaysia) saat pendaftaran.
- Tidak ada batasan usia bagi peserta.
- Naskah harus merupakan karya asli, belum pernah diterbitkan di media mana pun.
- Isi cerpen tidak boleh mengandung unsur SARA.
- Panjang naskah: 1.500 – 3.000 kata, dikirim dalam format Microsoft Word (soft file).
- Naskah-naskah terpilih akan dibukukan dalam antologi Cerpen Tembawang.
Kriteria Penilaian
- Kesesuaian Tema: 20%
- Nilai Budaya & Refleksi Kearifan Lokal: 25%
- Kreativitas & Orisinalitas: 15%
- Kekuatan Alur & Struktur Naratif: 10%
- Kedalaman Tokoh & Emosi: 10%
- Gaya Bahasa & Keindahan Narasi: 15%
- Ketepatan & Teknik Menulis: 5%
Dewan Juri
- Jaya Ramba – Sastrawan produktif dari Malaysia, pemenang berbagai sayembara nasional dan internasional.
- Masri Sareb Putra – Sastrawan Indonesia angkatan 2000, akademisi, novelis, dan penulis produktif.
- Liu Ban Fo (Munaldus) – Sastrawan Dayak, pengarang prolifik yang dikenal konsisten mengangkat tema budaya.
Hadiah & Penghargaan
- Pemenang 1, 2, dan 3
- Juara Harapan 1, 2, dan 3
- Juara Favorit 1 – 5
Hadiah berupa:
- Uang tunai
- Sertifikat
- Tiket gratis mengikuti Workshop Menulis Literasi Dayak
- Buku terbitan antologi
- T-Shirt Filsafat Dayak
- Total Hadiah: Rp 10.000.000,-
Batas Akhir Pengiriman
Kirimkan Cerpen Anda Ke:
- 📧 Email: thetembawang@gmail.com
- 📱 WhatsApp (Indonesia): +62 851-7304-5320
- 📱 WhatsApp (Malaysia): +60 11-3686-2567
- 🌐 Website: www.literasidayak.com
Penulis: Iram Rangi
Editor: Paul Tao Widodo
Foto & Poster: Dokumentasi Panitia Lomba Cerpen Tembawang