Supadio Terbang Tinggi Lagi: Babak Baru Wisata dan Investasi Kalimantan Barat
Kalimantan Barat tengah menyambut babak baru dalam dinamika ekonominya. Bandara Supadio Pontianak, gerbang utama udara ke provinsi ini, resmi kembali menyandang status internasional. Sebuah keputusan yang langsung memicu gelombang optimisme dari pelaku industri pariwisata, pelaku usaha lintas sektor, hingga pemerintah daerah yang telah lama menantikan momentum semacam ini.
Kembalinya status internasional bagi Bandara Supadio
bukanlah kabar kecil. Ini adalah titik balik penting setelah periode yang penuh
tantangan, terutama sejak pandemi COVID-19 membuat hampir seluruh penerbangan
internasional dihentikan. Sejak saat itu, Kalimantan Barat yang biasanya
terhubung langsung dengan pusat-pusat urban di Malaysia dan Singapura, seperti
Kuching, Kuala Lumpur, dan Changi, harus puas dengan rute-rute domestik. Rantai
konektivitas global pun nyaris terputus.
Kini, setelah lebih dari empat tahun, pintu itu kembali
terbuka. Status internasional yang dikembalikan kepada Bandara Supadio tidak
hanya berarti pesawat dari luar negeri bisa kembali mendarat langsung di
Pontianak, tetapi juga menjadi isyarat bahwa Kalbar siap menyambut kembali
dunia, khususnya dalam bidang pariwisata dan investasi.
Dari sisi pelaku usaha perjalanan wisata, momen ini telah
lama dinanti. Para agen perjalanan, operator tur, dan asosiasi industri wisata
kini bergerak cepat menyiapkan paket-paket wisata unggulan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasar internasional pasca-pandemi. Kalbar memiliki kekayaan
wisata yang sangat beragam, dari keindahan alam seperti Danau Sentarum dan
Taman Nasional Gunung Palung, hingga kekayaan budaya Dayak, Melayu, dan
Tionghoa yang hidup berdampingan harmonis.
Wilayah ini juga dikenal dengan kalender budaya yang padat.
Festival Cap Go Meh di Singkawang, misalnya, telah lama menjadi daya tarik
wisatawan mancanegara, terutama dari Malaysia dan Singapura. Demikian pula
dengan kekayaan kuliner yang unik, seperti pengkang, tempoyak, bubur pedas, dan
berbagai olahan khas perbatasan yang sangat menggoda wisatawan.
Konektivitas langsung ke kota-kota seperti Kuching dan Kuala
Lumpur menjadi sangat penting karena letak geografis Kalbar yang berbatasan
langsung dengan Malaysia Timur. Hubungan historis, budaya, dan ekonomi yang
telah terbentuk lama antara dua wilayah ini menjadikan pembukaan kembali jalur
penerbangan sebagai peluang strategis yang tak bisa disia-siakan.
Pelaku industri wisata di Kalbar kini tengah bersiap
memanfaatkan peluang tersebut secara maksimal. Salah satu pendekatan utama yang
tengah digalakkan adalah kerja sama lintas negara dengan model
business-to-business (B2B). Agen-agen wisata di Kalbar memperkuat koneksi
dengan mitra mereka di negara tetangga, merancang ulang sistem promosi, dan
memformulasikan strategi yang lebih agresif dan sesuai dengan selera wisatawan
masa kini.
Namun tantangan besar tetap menghadang. Meskipun status
internasional telah resmi dikembalikan, operasionalisasi rute internasional
masih menunggu kesiapan regulasi teknis. Belum ada jadwal pasti mengenai
maskapai apa saja yang akan mengoperasikan rute ke luar negeri, kapan slot
penerbangan dibuka, dan apakah Bandara Supadio sudah sepenuhnya siap untuk
menangani kembali arus kedatangan dan keberangkatan internasional.
Selain itu, pelaku usaha juga menyoroti pentingnya kesiapan
sumber daya manusia. Tidak cukup hanya menyiapkan destinasi dan paket wisata,
pelayanan prima juga menjadi kunci dalam menarik dan mempertahankan kunjungan
wisatawan. Banyak pelaku industri wisata menilai bahwa peningkatan kapasitas
SDM, terutama di destinasi-destinasi unggulan yang berada jauh dari pusat kota,
menjadi prioritas utama.
Kalimantan Barat memiliki banyak wilayah wisata potensial
yang belum tergarap maksimal karena terbatasnya akses, kapasitas pelayanan, dan
promosi. Wilayah-wilayah seperti Kapuas Hulu, Sambas, atau Sintang menyimpan
potensi luar biasa untuk menjadi tujuan ekowisata kelas dunia. Namun, tanpa
pelatihan SDM yang memadai, penyediaan fasilitas yang layak, dan promosi yang
konsisten, potensi itu akan terus tertidur.
Dalam konteks itu, integrasi antara dunia usaha, pemerintah
daerah, pelaku UMKM, dan media menjadi sangat krusial. Diperlukan semacam
ekosistem kolaboratif yang menjadikan industri pariwisata sebagai motor
penggerak ekonomi lokal. Produk-produk UMKM harus dilibatkan dalam paket
wisata. Kuliner khas harus dikembangkan dengan pendekatan storytelling.
Sementara itu, pelatihan bagi pemandu wisata, pelayan hotel, dan pengelola
destinasi harus dilakukan secara berkelanjutan.
Kebijakan daerah pun diharapkan mendukung langkah-langkah
strategis ini. Pemerintah Kalbar selama beberapa tahun terakhir telah mulai
menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor pariwisata. Peningkatan
infrastruktur menuju destinasi wisata, revitalisasi obyek wisata lokal, serta
pembukaan akses digital dan kampanye daring menjadi fokus program-program
pembangunan pariwisata yang mulai dirasakan manfaatnya.
Di sisi lain, media sosial dan platform digital menjadi
medan utama dalam membentuk citra Kalbar sebagai destinasi wisata unggulan.
Visualisasi destinasi, video pendek di TikTok, kampanye Instagram Reels, hingga
promosi melalui YouTube kini menjadi strategi yang tak terpisahkan. Masyarakat
muda Malaysia dan Singapura, yang menjadi target utama dalam waktu dekat,
sangat aktif di platform-platform ini. Oleh karena itu, kehadiran Kalbar di
ruang digital harus ditingkatkan dan dikelola secara profesional.
Selain promosi daring, pelaku wisata juga tengah menyiapkan
promosi luring secara langsung. Roadshow ke kota-kota besar seperti Kuching,
Kuala Lumpur, dan Singapura sudah masuk dalam agenda beberapa asosiasi wisata
dan pemerintah daerah. Tujuannya adalah membangun kepercayaan kembali kepada
mitra luar negeri bahwa Kalimantan Barat sudah siap menjadi tuan rumah yang
baik.
Langkah-langkah ini juga tidak lepas dari kepentingan
investasi. Konektivitas udara yang kembali terbuka memberi sinyal positif
kepada calon investor untuk melirik kembali potensi Kalbar, baik dalam bentuk
pembangunan resort, destinasi wisata berbasis alam, hingga kawasan kuliner dan
pusat oleh-oleh. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara akan menjadi daya
tarik tersendiri bagi para investor yang sebelumnya menahan diri akibat
ketidakpastian pasca pandemi.
Dalam konteks ekonomi makro, masuknya kembali penerbangan
internasional ke Bandara Supadio diperkirakan akan mendorong peningkatan
perputaran uang di sektor pariwisata dan turunannya. Hotel, restoran,
transportasi lokal, pusat oleh-oleh, serta industri jasa lainnya akan
mendapatkan efek domino dari kehadiran wisatawan luar negeri. Bahkan petani dan
nelayan lokal bisa turut merasakan manfaat ketika produk mereka digunakan
sebagai bahan baku kuliner wisata.
Yang tak kalah penting adalah dimensi budaya. Kalbar adalah
rumah bagi beragam etnis dan tradisi. Kembalinya status internasional bukan
hanya membuka peluang ekonomi, tetapi juga menjadi wadah pertukaran budaya yang
sehat. Turis asing akan belajar tentang kehidupan masyarakat lokal, sementara
masyarakat lokal bisa memperluas wawasan global melalui interaksi langsung
dengan dunia luar.
Bandara Supadio kini bukan sekadar terminal udara. Ia menjadi simbol kesiapan Kalimantan Barat untuk bangkit kembali, menjawab tantangan globalisasi, dan mengukuhkan diri sebagai pemain utama dalam peta wisata ASEAN. Keberhasilan ini akan sangat ditentukan oleh komitmen kolektif seluruh pemangku kepentingan: pelaku usaha, pemerintah, komunitas lokal, dan tentu saja masyarakat yang menjadi tuan rumah sejati.