Sidang Korupsi Tanah Bank Kalbar: Saksi Bilang Tak Ada yang Dirugikan, Lalu Apa yang Sebenarnya Dikorupsi?
Proses hukum atas perkara dugaan korupsi pengadaan tanah
untuk Kantor Pusat Bank Kalbar terus berlanjut di Pengadilan Negeri Pontianak.
Meski dakwaan terhadap terdakwa Paulus Andy Mursalim (PAM) dan tiga lainnya
sudah diajukan, fakta-fakta di persidangan justru membuka pertanyaan baru: jika
tidak ada pihak yang merasa dirugikan, lalu apa sebenarnya yang dikorupsi?
Hingga pertengahan Juni 2025, persidangan telah menghadirkan sedikitnya 15 orang saksi, termasuk dalam sidang yang digelar pada Rabu, 18 Juni dan Jumat, 20 Juni 2025. Namun dari kesaksian-kesaksian yang diberikan, belum tampak indikasi jelas bahwa terjadi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara secara langsung.
Saksi-Saksi Bilang Tak Ada Masalah
Dalam sidang yang digelar pada 18 Juni, saksi-saksi yang merupakan mantan komisaris Bank Kalbar menyatakan bahwa mereka bahkan tidak mengetahui adanya pembelian tanah senilai lebih dari Rp90 miliar. Informasi yang mereka terima dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saat itu hanyalah pembelian tanah senilai Rp35 miliar yang diperuntukkan bagi pembangunan kantor pusat. Mereka juga menegaskan tidak mengenal terdakwa PAM secara pribadi, apalagi terlibat dalam pengambilan keputusan pembelian tanah tersebut.
Sementara itu, pada sidang 20 Juni, seorang saksi yang pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Umum Bank Kalbar pada tahun 2015 menjelaskan bahwa ia hanya mengetahui proses awal penawaran tanah yang dilakukan oleh seorang bernama Riki Sandi dengan harga Rp17 juta per meter persegi. Saksi menyebutkan bahwa dirinya menyarankan kepada Direktur Umum saat itu, berinisial SI, untuk melengkapi dokumen-dokumen yang kurang seperti surat kuasa dari pemilik tanah. Namun setelah Maret 2015, ia dipindah ke divisi lain sehingga tidak mengetahui proses transaksi selanjutnya.
Saat dikonfirmasi oleh penasihat hukum PAM apakah Bank Kalbar mengalami kerugian akibat pembelian tanah tersebut, saksi menjawab, “Tidak.” Ketika ditanya apakah ada pemilik tanah yang mengadu atau melapor merasa dirugikan, jawaban yang sama kembali disampaikan: “Tidak ada.”
Eksepsi: Dakwaan Diminta Dibatalkan
Masih pada hari yang sama, di ruang sidang lainnya, digelar sidang untuk tiga terdakwa lain dalam perkara ini, yakni SI, S, dan MF. Sidang tersebut beragendakan pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa terhadap dakwaan yang telah diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam eksepsi yang dibacakan, tim penasihat hukum menyampaikan sejumlah poin krusial. Salah satunya adalah bahwa JPU tidak mampu menjelaskan secara konkret adanya persekongkolan atau kerja sama jahat antara para terdakwa – termasuk PAM – dan pihak Riki Sandi. Selain itu, mereka juga menekankan bahwa seluruh proses pengadaan tanah untuk kantor pusat Bank Kalbar telah mengikuti mekanisme yang sesuai dengan ketentuan hukum dan prosedur internal perusahaan.
Menurut keterangan yang disampaikan, proses pengadaan telah melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), tim appraisal independen, mendapat pendampingan dari Kejaksaan Tinggi Kalbar, serta didampingi langsung oleh Liaison Officer (LO) dari Kejaksaan. Bahkan, proses pembayaran dilakukan secara transparan kepada pihak pemilik tanah melalui rekening resmi yang ditunjuk dan disampaikan pula kepada para pemilik aslinya.
“Tidak ada yang dirugikan,” kata tim kuasa hukum. Mereka menambahkan bahwa nilai tanah di kawasan tersebut saat ini justru telah meningkat signifikan, mencapai Rp20 juta per meter persegi. Itu berarti Bank Kalbar sesungguhnya mendapatkan aset dengan nilai pasar yang menguntungkan jika dibandingkan dengan harga beli sebelumnya. Maka dari itu, pihaknya meminta kepada majelis hakim agar dakwaan JPU dibatalkan demi hukum.
Sejarah Panjang Perkara Ini
Perlu diketahui, perkara ini sebelumnya sempat dinyatakan tidak mengandung unsur pidana oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak. Namun kemudian kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan Agung dan mendapat perhatian khusus dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar).
Pada tahun 2024, perkara ini naik ke tahap penyidikan. Empat orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Paulus Andy Mursalim, dengan dugaan indikasi kerugian negara sebesar Rp39.866.378.750 berdasarkan hasil perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jumlah tersebut menjadi dasar dari konstruksi hukum yang dibangun oleh JPU dalam menyusun dakwaan.
Namun dalam proses persidangan sejauh ini, narasi soal adanya kerugian negara terus dipertanyakan. Saksi demi saksi, termasuk dari internal Bank Kalbar sendiri, justru mengindikasikan bahwa transaksi pengadaan tanah tidak bermasalah. Tidak ada laporan penipuan, tidak ada protes dari pemilik tanah, dan tidak ada catatan keuangan internal yang menyebutkan pemborosan atau kerugian.
Sidang Lanjutkan Juli Mendatang
Sidang perkara ini akan dilanjutkan kembali pada 9 Juli 2025. Dalam sidang mendatang, diharapkan majelis hakim akan mempertimbangkan seluruh argumen eksepsi yang telah diajukan serta menelaah ulang keterangan saksi-saksi sebelumnya yang sebagian besar menyiratkan tidak adanya kerugian riil yang terjadi dalam transaksi tersebut.
Perkembangan sidang ini menjadi sorotan publik, khususnya di Kalimantan Barat, karena menyangkut nama besar Bank Kalbar sebagai institusi keuangan daerah. Di satu sisi, masyarakat menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik. Namun di sisi lain, jika tidak ada kerugian dan tidak ada pihak yang merasa tertipu, maka pertanyaannya tetap menggantung: apa yang sebenarnya dikorupsi?
Dengan jalannya persidangan yang masih menyisakan banyak tanda tanya, keputusan pengadilan nantinya akan menjadi preseden penting dalam penanganan perkara dugaan korupsi yang berkaitan dengan transaksi aset daerah. Apakah semua proses sudah berjalan sesuai prosedur, atau ada hal-hal tersembunyi yang belum terungkap ke permukaan? Jawabannya akan sangat menentukan arah perkara ini ke depan.