Panen Raya Jadi Penopang Deflasi Mei 2025 di Kaltim, BI dan TPID Optimalkan Sinergi Jaga Keterjangkauan Harga
SAMARINDA — Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat
pencapaian positif dalam pengendalian harga pada Mei 2025 dengan mencatatkan
deflasi sebesar 0,35 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Menurut Bank
Indonesia (BI) Perwakilan Kalimantan Timur, capaian ini tidak terlepas dari
melimpahnya pasokan bahan pangan yang didorong oleh momentum panen raya di
sejumlah sentra pertanian.
Kepala BI Kaltim, Budi Widihartanto, menjelaskan bahwa panen
raya yang berlangsung serentak di beberapa wilayah menjadi salah satu faktor
utama penyumbang deflasi. Ketersediaan stok bahan pangan seperti beras, sayur
mayur, dan komoditas hortikultura lainnya meningkat signifikan, sehingga
memudahkan masyarakat dalam memperoleh kebutuhan pokok dengan harga yang lebih
terjangkau.
“Panen raya memang menjadi momentum penting dalam meredam
tekanan inflasi. Di sisi lain, keberhasilan ini juga tidak terlepas dari peran
aktif Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kaltim bersama Bulog dan TNI dalam
melakukan penyerapan gabah kering langsung dari petani, sesuai dengan ketetapan
harga yang telah ditetapkan pemerintah,” ujar Budi yang juga menjabat sebagai
Wakil Ketua I TPID Kaltim, dalam keterangannya di Samarinda, Selasa.
Budi menambahkan, langkah penyerapan ini tidak hanya
menstabilkan harga di tingkat petani dan konsumen, tetapi juga menjaga
keberlangsungan produksi di masa mendatang. Keseimbangan antara pasokan dan
permintaan dijaga secara hati-hati agar tetap kondusif bagi semua pihak.
Lebih jauh, Budi menegaskan bahwa sinergi lintas sektor
melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) menjadi strategi
kunci dalam menekan inflasi daerah. Program GNPIP terus digiatkan di seluruh
wilayah Kaltim melalui berbagai kegiatan yang menyentuh langsung masyarakat,
terutama petani dan pelaku usaha kecil.
Salah satu fokus utama dalam GNPIP adalah memastikan
ketersediaan pasokan pangan secara merata. Pemerintah daerah turut mendukung
inisiatif ini dengan menggencarkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan
kesejahteraan petani. Dukungan ini diwujudkan dalam bentuk penyediaan alat-alat
pertanian modern seperti drone penyemprot (agriculture drone sprayer), alat
panen gabungan (combine harvester), serta sistem pertanian digital (digital
farming) yang diberikan kepada kelompok tani.
Selain itu, bantuan pupuk bersubsidi, benih unggul, dan
sarana prasarana pertanian lainnya juga digelontorkan secara berkala untuk
memperkuat fondasi produksi pangan lokal. Langkah ini diyakini mampu
meningkatkan produktivitas petani dan memperbaiki rantai pasok bahan pangan di
Kaltim.
Dalam aspek distribusi, pemerintah daerah melalui TPID telah
menyelenggarakan berbagai kegiatan Gerakan Pangan Murah (GPM) yang menyasar
kelompok tani dan kelompok wanita tani. Kegiatan ini menyajikan berbagai
komoditas penting seperti cabai, sayuran, dan bahan pokok lainnya dengan harga
yang lebih rendah dari harga pasar, sehingga mampu menekan lonjakan harga.
Tidak berhenti di situ, inovasi juga dilakukan oleh TPID
Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah meresmikan kios pengendali inflasi
pertama di wilayahnya. Kios ini didesain sebagai pusat distribusi bahan pangan
dengan harga terjangkau dan akses yang lebih mudah bagi masyarakat. Kehadiran
kios ini mendapat sambutan positif karena dapat memotong rantai distribusi
panjang yang selama ini menjadi penyumbang utama kenaikan harga.
“Langkah-langkah nyata seperti ini yang membuat pengendalian
inflasi menjadi lebih efektif. Masyarakat bukan sahaja dimudahkan dalam
mendapatkan bahan pangan, tetapi juga dilindungi dari fluktuasi harga ekstrem
yang kerap terjadi,” kata Budi lagi.
Sebagai langkah strategis jangka panjang, komunikasi
antar-TPID di seluruh wilayah Kaltim juga terus diperkuat. Rapat koordinasi
rutin dilakukan untuk menyelaraskan kebijakan, berbagi praktik terbaik, serta
mengambil langkah konkret bersama dalam menghadapi tantangan inflasi.
Budi mengungkapkan bahwa TPID juga terus mendorong
komunikasi publik yang efektif. Salah satu pendekatan unik yang digunakan
adalah melalui inisiatif Ulama Peduli Inflasi, sebuah program yang
mengajak tokoh agama untuk turut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya
pengendalian inflasi dan praktik ekonomi bijak dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami juga rutin melakukan sosialisasi diversifikasi pangan
sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan. Kami ingin masyarakat mulai
beralih kepada pola konsumsi yang lebih beragam, tidak hanya bergantung pada
satu jenis bahan pangan semata,” ujarnya.
Dalam konteks kesejahteraan petani, Budi menekankan
pentingnya pendekatan holistik yang tidak hanya menyentuh aspek produksi,
tetapi juga pendapatan keluarga petani secara keseluruhan. Oleh sebab itu,
program pemberdayaan petani dan keluarganya juga menjadi bagian integral dalam
strategi TPID Kaltim.
Gerakan belanja bijak juga terus digaungkan melalui berbagai
kanal komunikasi, termasuk media sosial, siaran radio, dan edukasi langsung ke
pasar tradisional. Tujuannya adalah membentuk perilaku konsumtif yang lebih
rasional di tengah masyarakat, terutama dalam menghadapi perubahan harga yang
kerap terjadi akibat faktor eksternal.
Berbekal kombinasi strategi-strategi tersebut, hasilnya pun
tampak menggembirakan. Berdasarkan data Indeks Harga Konsumen (IHK), Kaltim
mencatat deflasi sebesar 0,35 persen mtm pada Mei 2025. Secara tahunan
(year-on-year/yoy), tingkat inflasi berada di angka 1,03 persen, sementara
inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) mencapai 1,30 persen.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa laju inflasi di Kaltim
masih dalam koridor aman dan terkendali, sesuai dengan target nasional. Hal ini
sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah daerah
dan TPID dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah dinamika global.
Ke depan, BI Kaltim dan TPID berkomitmen untuk terus
memperkuat sinergi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk instansi
vertikal, pemerintah kabupaten/kota, pelaku usaha, dan masyarakat sipil.
Kolaborasi ini dinilai sangat penting untuk menjaga momentum positif yang telah
diraih serta mencegah terjadinya lonjakan harga yang dapat membebani
masyarakat, khususnya golongan berpendapatan rendah.
“Saat ini, kita berada di jalur yang tepat. Tapi tantangan ke depan masih banyak. Karena itu, kami akan terus menjaga kewaspadaan dan memperkuat koordinasi, agar pengendalian inflasi tetap efektif dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” tutup Budi dengan optimis.