Menembus Langit Nusantara: Basilika Pertama Indonesia Bangkit di Tengah Ibu Kota Masa Depan
![]() |
Dok Kementrian PUPR |
Di tengah rimba pembangunan gedung-gedung pemerintah, hunian
aparatur sipil negara, dan jaringan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN),
berdirilah sebuah proyek yang tak kalah monumental, bukan karena skalanya
semata, melainkan karena makna yang dibawanya: Basilika Nusantara. Rumah ibadah
umat Katolik yang kelak akan menjadi yang pertama menyandang status “basilika”
di Indonesia ini telah menuai sorotan publik sejak awal pencanangannya,
terlebih saat nilai anggaran konstruksinya mencuat hingga Rp 704,9 miliar.
Namun di balik kehebohan yang sempat mengiringinya, pembangunan Basilika ini terus berjalan. Ia bukan sekadar deretan tiang beton dan lembaran baja yang disusun ke langit, melainkan sebuah simbol inklusivitas, toleransi, dan persatuan umat dalam keberagaman, sebagaimana cita-cita luhur IKN sebagai kota masa depan yang tak hanya maju secara fisik, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, dalam kunjungannya mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Rabu, 28 Mei 2025, menegaskan bahwa progres pembangunan Basilika Nusantara telah resmi dimulai, dengan capaian awal sebesar 4,63 persen. Meski tampak kecil dalam angka, persentase ini menandai langkah penting dalam pembangunan fasilitas keagamaan yang akan berdiri di jantung peribadatan IKN bersama rumah ibadah lain seperti Masjid Negara, Gereja Kristen, Pura, Vihara, dan Klenteng.
“Pembangunan tempat peribadatan yang sedang dilaksanakan sekarang adalah Masjid Negara. Selanjutnya akan dibangun juga Basilika dan Gereja Katolik,” ujar Basuki saat memberikan pernyataan resmi di sela-sela peninjauan lapangan.
Proyek ini memang tidak bisa dilepaskan dari semangat kebersamaan antarumat beragama yang diusung IKN. Kehadiran Basilika dalam satu kawasan dengan rumah ibadah dari berbagai agama menjadi penegasan akan komitmen negara membangun kota yang bukan hanya menjadi pusat kekuasaan, melainkan juga pusat harmoni dan spiritualitas. Ia bukan hanya menampung doa, melainkan juga merangkul keberagaman.
Dirancang sebagai bangunan megah dengan sentuhan arsitektur simbolik, kawasan Basilika Nusantara terbentang di atas lahan dengan luas persil mencapai 2.023 hektar. Luas bangunan utama sendiri mencapai 10.612,66 meter persegi, menunjukkan skala proyek yang memang tak main-main. Kompleks ini tidak hanya berisi gereja semata, tetapi juga fasilitas lengkap yang meliputi berbagai fungsi penunjang.
Untuk bangunan gedung, terdapat tiga bagian utama. Yang pertama adalah Gedung Gereja Katolik empat lantai dengan luas 8.586 meter persegi, yang akan menjadi pusat utama ibadah dan liturgi. Kedua adalah Wisma Uskup tiga lantai seluas 1.770 meter persegi, yang akan difungsikan sebagai hunian dan pusat koordinasi keuskupan. Terakhir adalah bangunan penunjang berupa kantin dua lantai seluas 256 meter persegi, yang menjadi pelengkap fungsional kawasan agar dapat melayani umat dan pengunjung dengan lebih baik.
Tak berhenti pada bangunan fisik, kawasan Basilika juga ditata dengan detail yang mencerminkan kekayaan simbolik dan fungsi spiritual. Di dalamnya akan dibangun Plaza Gereja Katolik sebagai ruang terbuka yang merepresentasikan keterbukaan dan persatuan, Pelataran Utama dan Pelataran Makan untuk mendukung kegiatan komunitas, serta Plaza Jalan Salib yang memungkinkan umat menjalankan ritual ibadah Jalan Salib di tengah lingkungan yang terstruktur rapi dan tenang.
Taman Doa dan Taman Wisma Uskup juga akan hadir sebagai oase hijau yang tak hanya memperindah kawasan, tetapi juga memberikan ruang kontemplatif bagi umat yang datang beribadah atau sekadar mencari ketenangan batin. Fasilitas penunjang lainnya adalah area parkir yang cukup luas, sebagai penyangga aksesibilitas pengunjung dari berbagai penjuru.
Pembangunan Basilika ini tidak terlepas dari kerinduan umat Katolik akan hadirnya rumah ibadah yang merepresentasikan jati diri dan kekayaan tradisi gereja universal di pusat pemerintahan Indonesia yang baru. Masyarakat di sekitar kawasan IKN, khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara, juga menyambut hangat kehadiran proyek ini. Bagi mereka, ini bukan sekadar bangunan keagamaan, tetapi simbol kebanggaan bahwa daerah mereka menjadi saksi tumbuhnya kota dengan nilai-nilai kebersamaan yang sejati.
Sejumlah tokoh masyarakat dan umat Katolik lokal bahkan menyebut Basilika Nusantara sebagai “rumah spiritual nasional” yang kelak akan menjadi tujuan peziarahan, tempat pertemuan lintas budaya, dan wadah refleksi atas keberagaman Indonesia. Di tengah dunia yang kian terpolarisasi, hadirnya Basilika ini diharapkan menjadi titik balik narasi kebangsaan yang lebih mempersatukan.
Meski masih dalam tahap awal, pembangunan kawasan Basilika mendapat pengawalan ketat dari Otorita IKN dan pemerintah pusat. Standar konstruksi, estetika, serta akomodasi terhadap nilai-nilai liturgis menjadi perhatian utama. Dalam setiap tahapnya, proyek ini melibatkan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, termasuk arsitek gereja, teolog, perancang lanskap, serta pakar tata kota, guna memastikan hasil akhirnya bukan hanya kuat secara struktur, tetapi juga kaya akan makna.
Di tengah perkembangan pesat kota-kota modern yang kerap melupakan akar spiritualitas, Basilika Nusantara hadir membawa pesan yang berbeda. Ia tidak dibangun untuk mendominasi, tetapi untuk menghidupi nilai-nilai keterbukaan dan dialog. Di sinilah IKN mencoba memberi wajah baru bagi Indonesia: kota yang memadukan kemajuan teknologi dan pembangunan dengan keluhuran jiwa dan keberagaman iman.