IKN dan Universitas Mulawarman Gencarkan Pelestarian Jamu Nusantara: Warisan Leluhur Jadi Pilar Kesehatan Kota Masa Depan
Di tengah geliat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang
sarat dengan teknologi dan arsitektur futuristik, satu langkah mengejutkan
sekaligus menyejukkan muncul dari jantung perencanaan kota: pelestarian jamu.
Tidak hanya sekadar nostalgia atau upaya simbolik melestarikan budaya, langkah
ini merupakan komitmen konkret dari Otorita IKN untuk menghadirkan keseimbangan
antara kemajuan dan akar tradisi. Dan dalam rangka memperingati Hari Jamu
Nasional yang jatuh pada 22 Juni 2025, kawasan Kemenko 3, Nusantara menjadi
saksi digelarnya kegiatan “Minum Jamu Bersama,” sebuah acara kolaboratif lintas
institusi yang dihadiri akademisi, tokoh masyarakat, dan pejabat negara.
Acara ini mengusung tema sarat makna: “Kebangkitan Nasional Indonesia Melalui Mahakarya Warisan Budaya Nusantara Jamu (Djampi Oesodo).” Sebuah tema yang mengajak masyarakat Indonesia untuk menoleh kembali pada pusaka nenek moyang—ramuan alami dari bumi Nusantara yang telah menjadi bagian dari denyut kehidupan rakyat sejak berabad-abad lalu.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa jamu tidak boleh dipandang sebagai sekadar minuman tradisional, melainkan sebagai warisan nasional yang mengandung nilai-nilai kultural, ekologis, sekaligus potensi ekonomi dan kesehatan. “Jamu adalah warisan budaya seluruh Nusantara, bukan hanya milik Jawa atau Kalimantan. Otorita IKN mendukung penuh pelestariannya, termasuk dengan menyiapkan lahan khusus untuk budidaya tanaman herbal di kawasan IKN,” ujar Basuki.
Menurutnya, pelestarian jamu di IKN bukanlah proyek sampingan atau kegiatan seremonial semata. Ia adalah bagian utuh dari desain pembangunan berkelanjutan kota masa depan Indonesia. IKN dibangun bukan hanya untuk mewakili kemajuan fisik, tetapi juga sebagai representasi semangat Indonesia yang menghargai alam, budaya, dan ilmu tradisional. “Pengembangan jamu akan dimasukkan dalam program pelestarian biodiversitas dan pemanfaatan lahan hijau sebagai bagian dari visi pembangunan berkelanjutan IKN,” tambahnya.
Di bawah koordinasi Deputi Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin, program ini tidak hanya berhenti pada aspek pelestarian, tetapi juga menyentuh strategi pemberdayaan. Dalam pernyataannya, Alimuddin menyebut jamu sebagai salah satu pilar penting pembangunan berbasis kearifan lokal. “Kami sudah mulai menanam tanaman endemik Kalimantan untuk kebutuhan jamu. Harapannya, masyarakat lokal seperti suku Paser, Kutai, dan Dayak bisa menghidupkan kembali pengetahuan leluhur terkait obat-obatan tradisional,” jelasnya.
Langkah ini bukan sekadar pelestarian budaya, melainkan sebuah bentuk pemberdayaan komunitas. Alimuddin menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki warisan pengetahuan lokal yang sangat kaya, namun selama ini terpinggirkan oleh sistem kesehatan modern. Dengan menjadikan jamu sebagai bagian dari narasi pembangunan IKN, Otorita ingin mengembalikan posisi pengetahuan lokal sebagai sumber solusi alternatif dan pelengkap dalam bidang kesehatan. “IKN bisa menjadi proyek percontohan pengembangan obat tradisional nasional, seperti yang dilakukan Tiongkok dalam pelestarian pengobatan herbalnya,” usul Alimuddin.
Dukungan akademik datang dari Universitas Mulawarman, perguruan tinggi negeri terbesar di Kalimantan Timur. Rektor Universitas Mulawarman, Abdunnur, menyatakan bahwa kolaborasi antara Otorita IKN, akademisi, dan lembaga budaya seperti Dewan Jamu Indonesia merupakan tonggak awal dalam membangun ekosistem jamu nasional yang kuat. “Kami berkomitmen mendukung pengembangan jamu melalui kolaborasi antara akademisi, Otorita IKN, dan Dewan Jamu Indonesia. Kami menyambut baik langkah Otorita IKN yang telah menyiapkan lahan untuk penanaman tanaman herbal asli Kalimantan,” ujar Abdunnur.
Universitas Mulawarman sendiri telah memiliki basis penelitian yang cukup kuat dalam bidang botani, farmakologi, dan studi etnobotani. Dengan keterlibatan akademisi, diharapkan pelestarian jamu tidak hanya berbasis folklor dan tradisi lisan, tetapi juga didukung validasi ilmiah yang dapat membuka jalan bagi sertifikasi, paten, hingga ekspor produk-produk herbal Nusantara di masa depan. Para mahasiswa dan peneliti dari fakultas pertanian, kedokteran, dan farmasi akan dilibatkan secara aktif dalam studi konservasi tanaman herbal, formulasi ramuan, dan uji klinis bahan alami.
Kegiatan minum jamu bersama yang digelar secara massal di kawasan inti pemerintahan IKN menjadi simbol kebangkitan gaya hidup sehat berbasis lokal. Berbagai jenis jamu disajikan, dari temulawak, kunyit asam, beras kencur, hingga ramuan khas Kalimantan berbahan dasar akar kayu, daun hutan, dan rempah-rempah tropis. Tak hanya warga lokal, para pegawai Otorita, mahasiswa, dan tamu undangan ikut mencicipi dan menikmati warisan rasa yang telah melewati puluhan generasi.
Atmosfer kegiatan kian terasa istimewa ketika para peracik jamu tradisional dari berbagai daerah turut hadir dan memperagakan cara pembuatan jamu secara langsung. Di bawah tenda-tenda yang dipenuhi aroma segar rempah-rempah, para pengunjung bisa belajar langsung bagaimana merebus, meracik, dan menyajikan jamu dengan cara yang benar. Edukasi ini diharapkan menjadi bagian dari strategi kampanye hidup sehat yang hendak diterapkan di IKN—sebuah kota yang sejak perencanaan awalnya didesain untuk menyehatkan penghuninya secara fisik maupun psikis.
Program pelestarian jamu ini juga akan diperluas ke sektor pendidikan. Beberapa sekolah di kawasan sekitar IKN akan dijadikan lokasi pilot project kebun tanaman obat keluarga (TOGA), yang bukan hanya menjadi media belajar siswa, tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar. Anak-anak akan diajari mengenal jenis-jenis tanaman herbal, manfaatnya, dan cara pengolahannya, sehingga sejak dini mereka memiliki kedekatan dengan tradisi leluhur dan kesadaran akan kesehatan alami.
Di sisi lain, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur menyatakan kesiapan mereka untuk mendukung dari sisi regulasi dan pengawasan mutu produk herbal yang dikembangkan dari kawasan IKN. Dalam jangka panjang, akan dibuat mekanisme sertifikasi bagi produk jamu hasil olahan masyarakat lokal, sehingga dapat masuk pasar formal dengan jaminan kualitas dan keamanan.
IKN, yang kerap digambarkan sebagai kota masa depan Indonesia, kini membuktikan bahwa masa depan tidak harus berarti melupakan masa lalu. Dengan memadukan kemajuan teknologi, pelestarian lingkungan, dan penghargaan terhadap warisan budaya, IKN berusaha membentuk identitas baru sebagai kota yang tidak hanya canggih, tetapi juga arif—kota yang memberi ruang bagi jamu, bagi para petani herbal, dan bagi pengetahuan kuno yang bertahan karena kekuatannya menyehatkan dan menyembuhkan.