Gubernur Kalteng Sidak SMAN 3 Palangka Raya: Ijazah Tak Boleh Ditahan, Sarpras Harus Dibenahi

  

PALANGKA RAYA — Pagi itu, suasana di SMAN 3 Palangka Raya yang biasanya berjalan dengan ritme tenang dan penuh aktivitas belajar, mendadak berubah. Langkah cepat dan suara bisik-bisik pelajar menyambut kedatangan tamu tak terduga: Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), H. Agustiar Sabran, yang datang melakukan inspeksi mendadak (sidak), Selasa (10/6/2025). Dengan didampingi sejumlah pejabat teras Pemerintah Provinsi Kalteng, sidak ini menjadi momen penting untuk menegaskan dua hal utama dalam dunia pendidikan: larangan penahanan ijazah dan pembenahan sarana-prasarana (sarpras).

Kedatangan orang nomor satu di Kalteng ini bukan sekadar kunjungan basa-basi. Sidak ini lahir dari keinginan Gubernur untuk melihat langsung kondisi nyata di lapangan, sebagai bentuk kontrol terhadap mutu pendidikan sekaligus refleksi dari komitmennya yang tak pernah surut untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil, nyaman, dan manusiawi.

 

Ijazah Bukan Alat Tekanan: Sekolah Jangan Lupa Tugasnya

Salah satu poin yang paling menggelegar dari sidak ini adalah ketegasan Gubernur Agustiar Sabran dalam menyuarakan larangan penahanan ijazah siswa. Dengan nada tegas namun penuh empati, ia menyampaikan bahwa tidak ada satu pun sekolah—baik negeri maupun swasta—yang boleh menahan ijazah siswa hanya karena mereka belum mampu melunasi kewajiban administrasi sekolah.

“Kalau sampai ada sekolah yang menahan ijazah karena tidak bisa bayar kewajiban sekolah, kepala sekolahnya akan kami pindah,” ujar Gubernur, menatap tajam jajaran pengelola sekolah. “Akan kami tindak sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Karena pegawai negeri, jadi kami hanya bisa memindahkan, dari kepala sekolah menjadi staf biasa.”

Pernyataan ini sontak menggema sebagai pesan keras bahwa Pemprov Kalteng tidak akan mentoleransi tindakan yang mencederai hak dasar siswa. Ijazah adalah bukti capaian pendidikan, bukan barang sandera yang bisa ditahan sebagai alat pemaksa.

Bagi Gubernur, pendidikan bukan hanya soal angka, tetapi tentang masa depan. Ia menolak melihat siswa-siswa yang sudah berjuang selama tiga tahun—bahkan lebih—harus terhambat melanjutkan ke perguruan tinggi atau dunia kerja hanya karena terhalang selembar kertas legalitas. Dengan demikian, larangan penahanan ijazah bukan hanya peraturan administratif, melainkan prinsip moral yang harus dijunjung tinggi.

 

Dialog Langsung dengan Siswa: Membuka Ruang Aspirasi

Sidak ini tidak hanya berhenti pada pengarahan kepada para guru dan kepala sekolah. Gubernur juga turun langsung berinteraksi dengan para siswa. Ia berbicara santai namun penuh makna, memberikan semangat kepada para pelajar yang disebutnya sebagai generasi penerus bangsa.

Dalam suasana penuh keakraban, Gubernur sempat mengajukan beberapa pertanyaan ringan kepada para siswa. Suasana menjadi lebih hidup saat beberapa siswa dengan percaya diri menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Mereka yang berhasil memberikan jawaban yang tepat bahkan mendapatkan apresiasi berupa uang pembinaan langsung dari Gubernur. Langkah ini merupakan simbol bahwa prestasi dan keberanian berpikir patut diberi penghargaan.

“Jangan takut bermimpi besar,” ucap Gubernur kepada para siswa. “Kalian adalah masa depan Kalimantan Tengah. Jangan biarkan apapun menghalangi kalian untuk terus belajar dan menjadi orang sukses.”

 

Sarpras: Bukan Sekadar Estetika, Tapi Nyawa Proses Belajar

Usai berdialog dengan siswa, Gubernur melanjutkan kunjungannya dengan meninjau langsung kondisi sarana dan prasarana di lingkungan SMAN 3 Palangka Raya. Ia menyusuri lorong-lorong kelas, memperhatikan detail demi detail—mulai dari kebersihan lantai, kualitas bangku, hingga kondisi tembok kelas.

“Bangunannya boleh bagus, tapi kalau catnya pudar, tidak memberi semangat. Jadi kita minta seluruh sekolah ajukan pengecatan dan pembenahan fasilitas,” ujarnya sembari menunjuk dinding kelas yang catnya mulai kusam.

Menurutnya, kenyamanan dan kerapian sekolah bukan hanya soal keindahan, tetapi juga berdampak besar terhadap psikologis siswa dalam menerima pelajaran. Sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan dan mendukung semangat belajar, bukan ruang yang membuat murung dan enggan.

Dalam tinjauan tersebut, Gubernur juga menyoroti pentingnya keamanan, seperti pagar sekolah yang kokoh, toilet yang bersih, dan ruang kelas yang layak. Ia menegaskan bahwa sekolah harus mengajukan proposal pengadaan atau pembenahan fasilitas melalui jalur resmi agar Pemprov bisa memetakan dan mengalokasikan anggaran sesuai prioritas.

 

Digitalisasi Pembelajaran: Perjalanan yang Masih Panjang

Salah satu aspek yang turut menjadi sorotan dalam sidak tersebut adalah implementasi digitalisasi pendidikan. Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng, Reza Prabowo, yang mendampingi Gubernur dalam kunjungan ini, menjelaskan bahwa salah satu tujuan sidak adalah untuk melihat sejauh mana digitalisasi pembelajaran telah diterapkan di sekolah-sekolah.

“Gubernur ingin melihat langsung kondisi salah satu SMA di Kota Palangka Raya. Beliau juga memantau sejauh mana implementasi digitalisasi pembelajaran di sekolah,” ujar Reza.

Dari total 34 rombongan belajar (rombel) di SMAN 3 Palangka Raya, baru lima ruang kelas yang dilengkapi dengan papan tulis digital. Sementara sisanya masih mengandalkan papan tulis konvensional. Meski demikian, proses pengadaan perangkat digital tambahan tengah berlangsung, dan diharapkan segera dapat menyentuh seluruh ruang kelas.

Reza menegaskan bahwa percepatan digitalisasi pendidikan menjadi prioritas Pemprov Kalteng. Namun, segala pengadaan harus dilakukan secara terstruktur dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.

 

Proposal Kebutuhan Sarpras: Dari Sekolah untuk Sekolah

Dalam rangka memenuhi kebutuhan sarpras pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng telah menyurati seluruh SMA, SMK, dan SLB (SKh) di bawah naungan provinsi untuk mengajukan usulan kebutuhan sarpras secara resmi. Usulan tersebut harus disertai data yang rinci agar pemerintah dapat menyusun skala prioritas secara objektif.

“Sekolah kita minta mengajukan proposal yang memuat kekurangan atau keperluan yang dibutuhkan. Disdik akan menghimpun data tersebut dan menetapkan skala prioritas, seperti pembangunan toilet, ruang kelas, dan pagar sekolah,” jelas Reza.

Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir ketimpangan fasilitas antar sekolah. Sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil atau memiliki tingkat kebutuhan tinggi akan diutamakan, agar akses terhadap pendidikan yang berkualitas dapat dirasakan secara merata.

 

Etika Pelayanan: Bukan Hanya Soal Akademik

Melalui sidak ini, Gubernur Agustiar Sabran juga ingin menegaskan bahwa pembenahan sektor pendidikan tidak hanya soal akademik atau kurikulum semata. Lebih dari itu, pendidikan juga menyangkut pelayanan publik yang etis, manusiawi, dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

Etika pelayanan menjadi salah satu pilar penting dalam dunia pendidikan. Sekolah bukan hanya tempat mentransfer ilmu, tetapi juga ruang pembentukan karakter. Maka dari itu, cara guru, kepala sekolah, dan seluruh elemen pendidikan melayani peserta didik harus mencerminkan nilai-nilai empati, keadilan, dan keterbukaan.

 

Harapan dari Seorang Gubernur untuk Generasi Muda

Sidak ini memang hanya berlangsung beberapa jam. Namun pesan yang disampaikan oleh Gubernur Kalteng jauh melampaui durasi kunjungan itu sendiri. Ia ingin agar semua sekolah di bawah naungan pemerintah provinsi bisa menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan rasa tanggung jawab.

Dengan sidak seperti ini, Gubernur berharap seluruh satuan pendidikan di Kalimantan Tengah dapat menjadi lembaga yang menghadirkan keadilan pendidikan. Sekolah tidak boleh lagi menjadi tempat yang mempersulit siswa, apalagi karena persoalan ekonomi.

“Pendidikan itu hak, bukan privilese. Tugas kita memastikan semua anak Kalimantan Tengah mendapatkan hak itu,” tutup Gubernur.

Dalam sidak ini, Gubernur Agustiar Sabran didampingi oleh Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Leonard S. Ampung, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng Herson B. Aden, serta sejumlah kepala perangkat daerah lainnya. Kebersamaan mereka menandakan bahwa pendidikan adalah urusan bersama, bukan tugas satu orang saja.

Dan dari SMAN 3 Palangka Raya, gema perubahan itu mulai disuarakan.

Next Post Previous Post