Tangkapan Besar di Perbatasan: 12 Kilogram Sabu Disita, Dua Kurir Ditangkap di Tanjung Selor

 

Tanjung Selor, Kalimantan Utara — Senin sore yang tampaknya biasa di persimpangan Jalan Durian–Rambutan, Tanjung Selor, tiba-tiba berubah menjadi titik penting dalam pemberantasan narkoba di wilayah perbatasan Indonesia. Dua pria yang mengendarai sepeda motor Honda PCX merah tak menyadari bahwa setiap gerak-gerik mereka selama dua hari telah diamati secara intensif oleh tim dari Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara). Dalam operasi senyap yang dilakukan secara cermat, polisi berhasil menyergap keduanya di lampu merah, dan dari jok motor itulah ditemukan 12 bungkus teh Cina berisi sabu seberat lebih dari 12 kilogram.

Penangkapan ini bukan hasil kebetulan. Ini adalah puncak dari sebuah penyelidikan senyap selama berhari-hari yang dimulai dengan laporan mencurigakan dari Pelabuhan Tarakan. Dua penumpang yang turun dari kapal feri menunjukkan tingkah laku yang tidak biasa. Dari sinilah benang merah kasus ini mulai ditarik, mengarah pada operasi yang berhasil mengungkap upaya penyelundupan salah satu jenis narkotika paling berbahaya yang kerap mengalir melalui jalur-jalur perbatasan Kalimantan.

 

Operasi Senyap yang Membongkar Jaringan

Kombes Ronny Try Prasetyo, Direktur Reserse Narkoba Polda Kaltara, mengungkapkan bahwa kedua pelaku yang kini ditahan berinisial S dan R sudah lama menjadi target pengawasan pihak kepolisian. “Informasi awal datang dari pelabuhan. Tim kami menerima laporan dari petugas kapal tentang dua penumpang yang gerak-geriknya mencurigakan,” ujar Kombes Ronny dalam pernyataan tertulisnya.

Begitu menginjakkan kaki di Tanjung Selor, dua pria tersebut tak langsung menetap. Mereka berpindah-pindah dari satu hotel ke hotel lainnya, strategi klasik untuk menghindari pengawasan. Namun tim Subdit II Ditresnarkoba yang sudah membayangi mereka tidak kehilangan arah. Dalam kurun dua hari, setiap pergerakan terekam, hingga akhirnya keduanya terlihat mengambil motor mereka di Hotel Platinum, penginapan yang terletak di pusat kota.

“Kami tahu mereka sedang bersiap mengedarkan barang. Dari sana, kami putuskan untuk menyergap saat mereka berhenti di lampu merah,” lanjut Ronny.

Begitu sepeda motor mereka dihentikan, penggeledahan langsung dilakukan. Dari dalam jok kendaraan ditemukan 12 bungkus teh hijau berlabel “GUANYINWANG”—kemasan khas yang sering digunakan jaringan pengedar internasional dari perbatasan Asia Tenggara untuk menyelundupkan sabu. Total beratnya mencapai 12 kilogram lebih. Nilai barang tersebut di pasaran bisa mencapai miliaran rupiah.

 

Jejak Internasional dan Perburuan DPO

Barang bukti yang ditemukan mengindikasikan bahwa ini bukan pengiriman skala kecil. Bungkus teh dengan label tertentu sudah lama dikenal dalam dunia peredaran gelap sebagai “kemasan kode” dari jaringan yang berbasis di wilayah perbatasan seperti Malaysia, Myanmar, hingga Laos. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa pengiriman sabu ini terkait dengan jaringan internasional.

“Kami menduga kuat barang tersebut berasal dari luar negeri dan merupakan bagian dari sindikat antarprovinsi, bahkan bisa jadi lintas negara,” kata Kombes Ronny. “Kedua pelaku hanya kurir. Sumber barangnya masih kita buru.”

Satu nama disebut dalam pengakuan awal pelaku, yaitu seseorang berinisial A yang kini telah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). A disebut sebagai pengendali utama yang menyerahkan sabu tersebut kepada S dan R untuk dibawa dan diedarkan di wilayah Kalimantan.

Polisi juga mengamankan dua ponsel milik para pelaku, yakni satu unit POCO C75 warna hijau dan Redmi 13C hijau. Kedua perangkat tersebut kini diperiksa secara digital untuk mengungkap kemungkinan jaringan komunikasi yang lebih luas—dari siapa instruksi datang, kepada siapa barang ini akan disalurkan, dan di mana saja jalur distribusinya.

 

Kalimantan Utara, Gerbang Perbatasan yang Rawan

Kalimantan Utara bukan daerah biasa dalam konteks pemberantasan narkotika. Provinsi termuda di Indonesia ini memiliki posisi geografis yang sangat strategis sekaligus rawan: berbatasan langsung dengan Malaysia dan menjadi salah satu jalur masuk utama bagi narkotika dari “segitiga emas”—wilayah produksi narkoba terbesar di Asia Tenggara.

“Sudah lama perbatasan di Kalimantan jadi atensi kami,” ujar Ronny. “Pengedar memanfaatkan celah pengawasan, pelabuhan-pelabuhan kecil, dan jalur tikus untuk menyelundupkan narkoba dalam jumlah besar.”

Pengungkapan 12 kilogram sabu ini menguatkan kembali pentingnya memperkuat pengawasan di pintu-pintu masuk Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain. Kombes Ronny menegaskan bahwa Polda Kaltara akan terus meningkatkan kerja sama lintas instansi dan memperluas jaringan intelijen guna menutup jalur-jalur penyelundupan narkoba.

 

Efek Jangka Panjang dan Bahaya Laten Narkoba

Penyitaan narkotika sebanyak 12 kilogram bukan hanya menyelamatkan nyawa manusia secara langsung, tetapi juga mencegah kerusakan sosial yang jauh lebih luas. Dari data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional (BNN), satu gram sabu bisa dikonsumsi oleh sekitar 5 hingga 10 orang. Artinya, sabu sebanyak 12.000 gram ini berpotensi merusak kehidupan puluhan ribu orang jika tidak berhasil dicegah.

Sementara itu, proses hukum terhadap S dan R tengah berjalan di bawah pengawasan langsung dari Mapolda Kaltara. Mereka dijerat dengan pasal berlapis sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya maksimal adalah pidana mati atau penjara seumur hidup, mengingat besarnya barang bukti yang diamankan.

 

Harapan dan Tegasnya Komitmen Kepolisian

Kepolisian Daerah Kalimantan Utara menyampaikan apresiasi atas kerja sama masyarakat, terutama petugas di pelabuhan yang telah jeli mengamati pergerakan dua tersangka. Peran serta masyarakat, menurut Kombes Ronny, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bersih dari narkoba.

“Ini kerja sama yang luar biasa antara kepolisian dan masyarakat. Kami sangat berharap ke depan makin banyak warga yang tidak ragu melapor jika melihat aktivitas mencurigakan,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, tim gabungan dari Polda Kaltara dan jaringan intelijen nasional tengah melacak keberadaan A dan mendalami sejauh mana peran para pelaku dalam jaringan yang lebih besar. Apakah mereka bagian dari organisasi internasional? Siapa saja yang menjadi mata rantai dalam distribusi barang haram ini? Semua itu akan terjawab dalam pengembangan penyidikan lebih lanjut.

Pengungkapan kasus ini menjadi bukti bahwa bahaya narkotika benar-benar nyata, bahkan bisa menyusup hingga ke kota-kota kecil yang jauh dari pusat ibukota. Tanjung Selor, yang sebelumnya dikenal sebagai kota tenang di tepi Sungai Kayan, menjadi saksi bagaimana jaringan narkoba internasional mencoba masuk dan merusak generasi bangsa.

Namun upaya mereka digagalkan oleh sinergi antara aparat dan masyarakat yang peduli. Penangkapan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa melawan narkotika bukan hanya tugas polisi, tetapi juga kewajiban seluruh elemen bangsa. Di balik keberhasilan menggagalkan 12 kilogram sabu ini, ada pesan penting yang tak boleh diabaikan: Indonesia, khususnya wilayah perbatasannya, harus terus dijaga dari ancaman narkoba yang mengintai dalam senyap.

Next Post Previous Post