Kota Masa Depan Dilirik Timur Tengah: Ayedh Dejem Group Siap Tanam Investasi di IKN hingga 10 Hektare
Ketika angin perubahan bertiup dari Nusantara Timur menuju
masa depan yang dirancang di jantung Kalimantan, sebuah kabar menggugah
semangat pembangunan terdengar: Uni Emirat Arab, salah satu kekuatan ekonomi
paling progresif di Timur Tengah, bersiap untuk menanamkan investasinya di Ibu
Kota Negara (IKN) Nusantara. Perusahaan yang digadang-gadang membawa angin
segar ini adalah Ayedh Dejem Group—konglomerasi besar asal UEA yang kini secara
resmi menyatakan minat untuk membangun masa depan bersama Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang disampaikan oleh Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, Jumat (16/5), disebutkan bahwa Ayedh Dejem Group siap menanamkan investasi mereka di lahan seluas 10 hektare di wilayah inti IKN. Tidak hanya sekadar minat, rencana tersebut telah memasuki tahap serius, ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerahasiaan atau Non-Disclosure Agreement (NDA) antara pihak perusahaan dan Otorita IKN.
Antara Visi dan Ambisi: Investasi yang Melampaui Bisnis
Proyek Ibu Kota Negara yang tengah dikerjakan di Kalimantan
Timur bukanlah sekadar perpindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke kawasan
baru. IKN adalah simbol dari perubahan besar, representasi dari visi
pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan keharmonisan antara manusia dan
alam. Maka ketika kabar datang bahwa Ayedh Dejem Group tertarik menanamkan
investasi di sana, hal itu langsung menjadi sorotan.
Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa minat Ayedh Dejem Group sangat sejalan dengan semangat pembangunan IKN sebagai kota masa depan yang mengusung prinsip keberlanjutan. “Komitmen investasi di IKN terus berdatangan. Saat ini, perusahaan asal Uni Emirat Arab, Ayedh Dejem Group, menunjukkan keseriusannya,” ujar Basuki kepada awak media.
Lebih lanjut, Basuki menjelaskan bahwa perusahaan ini tak sekadar ingin membangun gedung atau pusat bisnis, melainkan merancang kawasan terpadu yang akan mencakup pusat perbelanjaan serta zona campuran—kombinasi antara area komersial, residensial, dan ruang terbuka hijau. Konsep ini, menurutnya, sangat cocok dengan tata rencana IKN yang menempatkan integrasi sebagai kata kunci dalam pembangunan.
Langkah Strategis: 10 Hektare untuk Komersial, 4 Hektare untuk Sosial
Dalam dunia investasi properti dan pengembangan wilayah,
ukuran lahan yang dipilih oleh investor sering kali mencerminkan tingkat
kepercayaan dan visi jangka panjang mereka terhadap kawasan tersebut. Dalam hal
ini, Ayedh Dejem Group tak hanya menargetkan lahan seluas 10 hektare untuk
pembangunan area komersial, tetapi juga berencana mengakuisisi tambahan empat
hektare lahan lainnya sebagai bagian dari komitmen sosial mereka.
"Ini bukan hanya tentang bisnis. Ayedh Dejem Group menunjukkan kepedulian sosial dengan merencanakan akuisisi empat hektare lahan tambahan. Mereka ingin berkontribusi dalam aspek pembangunan sosial IKN," tambah Basuki.
Langkah ini menjadi semacam sinyal bahwa investasi di IKN bukan hanya bersifat transaksional, melainkan juga relasional—berakar pada hubungan yang ingin dibangun dalam jangka panjang antara investor dan masyarakat sekitar. Empat hektare tersebut, menurut Basuki, berpotensi dijadikan fasilitas sosial seperti pusat pelatihan masyarakat, taman komunitas, atau bahkan infrastruktur pendidikan dan kesehatan.
Zed Ayesh: Ini Bukan Sekadar Investasi, Tapi Kontribusi Peradaban
CEO Ayedh Dejem Group, Zed Ayesh, turut memberikan
pernyataan yang memperkuat niat baik dan kesungguhan perusahaan dalam
menjalankan investasi di IKN. Dalam pernyataannya, Zed menekankan bahwa langkah
mereka bukan sekadar keputusan ekonomi, melainkan bentuk kontribusi terhadap
pembangunan pusat peradaban baru.
“Investasi di Kota Nusantara bukan hanya keputusan bisnis, tetapi juga kontribusi nyata dalam membangun pusat peradaban,” ujar Zed. Ia pun menyampaikan harapan agar kolaborasi yang terjalin dengan Otorita IKN menjadi awal dari perjalanan jangka panjang perusahaannya di Indonesia.
Pernyataan Zed mengandung makna mendalam, apalagi jika ditilik dari latar belakang geopolitik dan strategi ekonomi UEA yang belakangan ini gencar menanamkan investasi di kawasan Asia Tenggara. Negara itu dikenal agresif dalam mendiversifikasi ekonominya dari ketergantungan terhadap migas, dengan membidik sektor properti, teknologi, dan keberlanjutan sebagai target utama investasi.
IKN: Magnet Baru bagi Modal Global
Sejak proyek IKN diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko
Widodo pada 2019, kawasan ini telah menjadi sorotan dunia internasional. Dengan
total luas wilayah yang mencapai 256.000 hektare dan konsep sebagai “smart
forest city”, IKN digadang-gadang menjadi simbol kota masa depan yang ramah
lingkungan, berbasis teknologi, dan menjadi pusat pemerintahan yang efisien.
Proyek ini bukan tanpa tantangan. Dari pembebasan lahan hingga pembangunan infrastruktur dasar, Otorita IKN terus berpacu dengan waktu demi memastikan bahwa fase awal pembangunan dapat rampung sesuai target pada tahun-tahun mendatang. Dalam proses tersebut, kehadiran investor seperti Ayedh Dejem Group dianggap sebagai angin segar yang tak hanya menambah modal, tapi juga kepercayaan global terhadap proyek ini.
Basuki sendiri mengatakan bahwa masuknya investor besar dari luar negeri menunjukkan bahwa IKN bukan lagi sekadar proyek domestik, melainkan telah menjadi agenda pembangunan global. “Inilah saat yang tepat untuk berinvestasi di IKN. Dunia melihat potensi besar yang ada di sini,” katanya dengan penuh keyakinan.
Menjaring Investasi, Menjalin Peradaban
Masuknya Ayedh Dejem Group tentu bukan yang pertama dan
bukan pula yang terakhir. Sebelumnya, sudah ada beberapa negara dan perusahaan
multinasional yang menyatakan minat berinvestasi di IKN. Namun setiap masuknya
investor dengan visi jangka panjang seperti ini selalu menjadi momentum penting
untuk menegaskan bahwa IKN memang dirancang bukan hanya untuk Indonesia, tapi
untuk dunia.
Jika kita menilik sejarah pembangunan kota-kota besar dunia—seperti Dubai di UEA, Singapura, atau bahkan Putrajaya di Malaysia—satu benang merah yang dapat kita ambil adalah bahwa keberhasilan mereka tak terlepas dari sinergi antara pemerintah yang memiliki visi kuat dan investor yang membawa sumber daya serta keberanian untuk mewujudkannya. Dalam hal ini, kemitraan antara Otorita IKN dan Ayedh Dejem Group menunjukkan langkah nyata ke arah tersebut.
Apalagi dengan kesepahaman yang telah dibangun lewat NDA, kedua pihak kini berada dalam jalur yang sama menuju tahap implementasi. Pertanyaannya kini adalah: proyek seperti apa yang akan muncul di atas lahan 10 hektare tersebut? Dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat lokal serta pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Timur?
Membangun Bukan Sekadar Mendirikan
Penting untuk diingat bahwa membangun sebuah kota baru,
apalagi ibu kota negara, bukan semata tentang mendirikan gedung-gedung megah
atau jalan-jalan lebar. Ini tentang menciptakan ekosistem baru—sosial, ekonomi,
hingga budaya. Dalam konteks inilah, komitmen Ayedh Dejem Group untuk juga
melibatkan unsur sosial dalam proyek mereka menjadi signifikan.
Dengan tambahan empat hektare untuk keperluan sosial, perusahaan ini tampaknya ingin meninggalkan warisan yang lebih dari sekadar keuntungan finansial. Mereka seolah ingin mengatakan: "Kami bukan hanya datang untuk berbisnis, kami datang untuk menjadi bagian dari sejarah."
Jika semua berjalan lancar, kolaborasi ini bisa menjadi model investasi ideal di masa depan—yang tidak hanya mendatangkan modal asing, tetapi juga membangun kepercayaan, memberdayakan masyarakat, dan menjaga kelestarian alam.
Apa yang terjadi di Kalimantan Timur hari ini akan dikenang puluhan tahun ke depan sebagai awal dari transformasi besar Indonesia. Dan ketika sejarah itu ditulis, nama-nama seperti Basuki Hadimuljono dan Zed Ayesh mungkin akan tercatat sebagai dua tokoh penting yang mempertemukan visi dan keberanian.
IKN bukan hanya mimpi Jakarta yang dipindahkan. Ia adalah harapan baru, bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia yang mencari bentuk baru peradaban. Maka ketika investor dari Uni Emirat Arab datang dengan rencana 10 hektare dan hati yang terbuka, itu bukan sekadar investasi—itu adalah awal dari babak baru, yang ditulis di antara hutan tropis dan tekad bangsa.