Healing di IKN: Upaya ASN Bangun Ruang Hidup yang Lebih Manusiawi di Tengah Kota Masa Depan

  

Kota Nusantara, proyek ambisius yang tengah dibangun sebagai Ibu Kota Negara Indonesia yang baru, tak hanya digagas sebagai pusat pemerintahan dan administrasi. Di balik gemuruh alat berat dan peta-peta pembangunan yang terus bergulir, dua Aparatur Sipil Negara (ASN) muda memilih jalan berbeda: membangun koneksi sosial dan emosional di tengah kota yang masih mencari jati dirinya.

Mereka adalah Adinda Alya Salsabila dan Arif Ridwan Mas, dua ASN dari Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), yang sejak Maret 2025 telah menjadi bagian dari gelombang pertama ASN yang menetap dan bekerja di IKN. Namun, bagi mereka, tinggal di kota baru ini bukan sekadar menjalankan tugas negara. Mereka punya mimpi yang lebih besar—yakni menjadikan IKN sebagai ruang hidup yang sehat, nyaman, dan berjiwa, bukan sekadar lokasi kerja dan rutinitas formalitas birokrasi.

Berangkat dari keresahan akan kesenjangan sosial dan keterasingan yang mulai terasa di lingkungan mereka, Adinda dan Arif menggagas sesuatu yang sangat manusiawi: Komunitas Healing di IKN.

 

Dari Keresahan Menjadi Gerakan Sosial

“Komunitas Healing di IKN merupakan bentuk kecil dari harapan kami agar IKN tak sekadar menjadi tempat kerja, tapi juga sebagai ruang hidup yang sehat dan nyaman,” ungkap Adinda saat ditemui di sebuah kegiatan komunitas, Senin lalu di Kota Nusantara.

Kalimat tersebut bukanlah slogan kosong. Sejak awal mereka pindah ke IKN, Adinda dan Arif merasa ada kekosongan sosial yang tak bisa diisi hanya dengan pekerjaan atau rutinitas kantor. Kota ini masih muda, dan seperti remaja yang baru bertumbuh, ia belum memiliki cukup ruang-ruang sosial, tempat di mana orang bisa saling mengenal, berbagi, dan merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Maka lahirlah ide membentuk sebuah komunitas berbasis healing—bukan dalam arti populer "liburan" atau "self-reward" semata, tetapi healing dalam makna yang lebih dalam: membangun koneksi dengan diri sendiri, orang lain, dan alam sekitar. Sebuah komunitas yang bisa menjadi jangkar sosial di tengah pusaran transisi besar-besaran ini.

 

Menyulap Kota Kaku Menjadi Ruang Manusia

Komunitas Healing di IKN secara resmi didirikan pada 19 April 2025. Hanya berawal dari beberapa obrolan santai di mess ASN, komunitas ini perlahan mulai menarik minat dari berbagai kalangan—baik ASN maupun warga non-ASN yang turut berkontribusi dalam pembangunan Nusantara.

Yang menarik, komunitas ini tidak mengandalkan acara formal atau kegiatan-kegiatan seremonial khas institusi. Sebaliknya, mereka menawarkan pengalaman yang membumi: membuat makrame bersama, membatik dengan perajin lokal, atau menjelajahi Gunung Parung. Aktivitas-aktivitas tersebut mungkin terlihat sederhana, tapi memiliki dampak psikologis yang dalam.

“Berbagai kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana relaksasi, tetapi juga memperkuat koneksi sosial lintas profesi dan latar belakang,” jelas Arif Ridwan.

Dan benar saja, makrame yang dulu hanya dianggap kerajinan kecil kini menjadi medium ekspresi dan percakapan. Membatik tak lagi sekadar kegiatan seni, tapi menjadi jembatan antara generasi ASN dan pelaku ekonomi lokal. Bahkan, pendakian ke Gunung Parung bukan hanya tentang menyentuh alam, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan yang sering terlupa dalam deru mesin pembangunan.

 

Merayakan Alam, Merangkul Petani

Puncak dari semangat komunitas ini terlihat dalam kegiatan mereka pada 22 Mei lalu, bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati. Di momen tersebut, Komunitas Healing di IKN menggandeng Kedeputian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN serta kelompok tani lokal, menggelar sebuah program bertajuk “Healing di IKN: Belajar dari Alam”.

Lokasinya berada di Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku—sebuah desa yang menjadi bagian dari Zona Pertanian dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) IKN. Di lahan hijau itu, para peserta diajak bukan hanya untuk melihat, tapi benar-benar terlibat: menggali tanah, menanam sayur, dan memanen hasil kebun. Mereka menyentuh bumi, bercengkerama dengan petani, dan merasakan ritme alam yang berbeda jauh dari kehidupan kantor.

Kegiatan ini tidak hanya menyentuh aspek psikologis, tapi juga membuka perspektif baru terhadap keberlanjutan. Direktur Ketahanan Pangan OIKN, Setia Lenggono, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, menyampaikan bahwa apa yang dilakukan komunitas ini sangat sejalan dengan visi besar IKN sebagai kota berkelanjutan.

“Melalui wisata edukasi Healing di IKN ini kami berharap para ASN dapat tersadar untuk mengubah gaya hidupnya dalam rangka mendukung visi IKN menjadi kota berkelanjutan,” ujarnya.

Kegiatan ini menjadi momentum awal untuk memperkenalkan konsep urban farming yang akan segera diterapkan di kawasan rusun ASN. Harapannya, bukan hanya ketahanan pangan komunitas yang diperkuat, tetapi juga terbentuk gaya hidup baru yang lebih sadar lingkungan dan lebih terhubung dengan alam.

 

Menenun Koneksi Sosial di Tengah Beton

Komunitas Healing di IKN tidak hanya soal kegiatan. Ia adalah narasi perlawanan terhadap kehidupan kota yang sering kali kaku, tersegmentasi, dan mengalienasi. Ia adalah upaya menenun kembali nilai-nilai sosial yang mulai terkikis oleh digitalisasi dan efisiensi ekstrem.

Di tengah lanskap kota masa depan yang terus berkembang, ruang-ruang seperti ini menjadi semacam "oasis sosial" yang langka. Komunitas ini hadir sebagai pengingat bahwa kota bukanlah sekadar kumpulan gedung, jalan, dan infrastruktur, melainkan juga tentang manusia dan jalinan emosi di antara mereka.

“Kalau kita tidak merasa terhubung dengan tempat tinggal kita, bagaimana kita bisa menjaganya, merawatnya, dan merasa bangga dengannya?” kata Adinda suatu sore saat diskusi komunitas berlangsung.

Itulah sebabnya komunitas ini tidak membatasi diri hanya pada kegiatan santai. Ke depan, mereka berencana menggelar program-program yang lebih strategis seperti pelatihan literasi lingkungan, forum diskusi lintas instansi, hingga program mentorship untuk ASN muda. Semua kegiatan ini dirancang dengan satu benang merah: menjadikan IKN sebagai tempat yang layak dihuni secara sosial dan emosional.

Apa yang dilakukan oleh Adinda dan Arif bersama Komunitas Healing di IKN memang terlihat kecil di tengah megaproyek pembangunan kota baru. Namun, justru dari langkah-langkah kecil seperti inilah kehidupan kota akan ditentukan. Infrastruktur bisa dibangun dengan beton dan besi, tetapi jiwa kota dibangun oleh komunitas dan relasi antar manusia.

Kini, komunitas ini terus berkembang. Jumlah anggotanya meningkat, jaringannya meluas, dan yang paling penting: dampaknya mulai terasa. Para ASN yang awalnya hanya datang untuk bekerja kini mulai merasakan ikatan emosional dengan tanah tempat mereka berpijak. Beberapa bahkan sudah mulai terlibat aktif dalam kegiatan komunitas, membawa serta keluarganya, dan menjadikan Healing di IKN sebagai bagian dari gaya hidup.

Kota Nusantara memang masih jauh dari sempurna. Masih banyak PR besar yang harus diselesaikan, mulai dari infrastruktur hingga kebijakan sosial. Namun, kehadiran komunitas seperti ini menunjukkan bahwa kota bisa bertumbuh bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara kultural dan spiritual.

Adinda dan Arif telah menunjukkan bahwa menjadi ASN di IKN bukan hanya soal menjalankan tugas administratif. Mereka memilih menjadi pelopor dalam membangun ruang hidup yang lebih sehat, hangat, dan manusiawi. Dalam kota yang tengah dibentuk dari nol, mereka tidak hanya menata bangunan, tetapi juga merajut harapan.

Dan mungkin, di situlah letak kekuatan sesungguhnya dari sebuah kota baru: bukan pada gedung-gedung pencakar langitnya, tapi pada komunitas kecil yang dengan penuh kasih membangun koneksi sosial di antara kerikil, beton, dan impian.

Next Post Previous Post