Prioritas Anggaran Makan Bergizi: Ancaman Bagi IKN atau Investasi Masa Depan?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja digulirkan
pemerintah memantik banyak perdebatan publik. Dengan proyeksi awal kebutuhan
anggaran sebesar Rp 450 triliun per tahun, program ini bertujuan untuk
memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan gizi yang cukup demi membangun
generasi yang lebih sehat dan produktif. Namun, alokasi anggaran dalam APBN
2025 hanya sebesar Rp 71 triliun, yang disebut-sebut hanya mampu mencukupi
kebutuhan hingga Juni 2025.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa anggaran ini bahkan belum mencakup semua anak di Indonesia. Sebagai langkah antisipatif, Presiden Prabowo Subianto membuka peluang bagi pemerintah daerah, baik kota/kabupaten maupun provinsi, untuk turut menyumbangkan dana guna mendukung keberlanjutan program ini. “Pemda, para gubernur, bupati, yang ingin ikut serta monggo. Kita buka siapapun yang mau ikut serta, boleh yang penting efisien, tepat sasaran, dan tidak ada kebocoran,” tegas Prabowo. Namun, langkah ini tak luput dari sorotan kritis berbagai pihak.
Polemik Pemangkasan Anggaran Infrastruktur
Sumber dana untuk program MBG menjadi salah satu isu yang memicu kontroversi. Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, mengungkapkan bahwa anggaran program ini berasal dari pemangkasan anggaran infrastruktur. Hal ini langsung memicu reaksi keras, terutama terkait keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Jurnalis senior Hersubeno Arief, melalui kanal YouTube-nya, Hersubeno Point, menyoroti risiko besar jika pembangunan IKN terganggu akibat pengalihan anggaran ke program MBG dan prioritas ketahanan pangan. Dalam salah satu videonya, ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa proyek ambisius tersebut berpotensi mangkrak. “Bukan tidak mungkin, dengan prioritas baru ini, IKN akan menjadi proyek yang tidak selesai. Fokus anggaran tampaknya mulai bergeser,” ujarnya. Video ini langsung menuai banyak respons dari masyarakat, termasuk komentar bernada skeptis terhadap keberlanjutan IKN.
“Apa kata Rocky tahun lalu benarkan, IKN bakal mangkrak, boss,” tulis akun @Abdullahchairin. “Proyek IKN harus dihentikan, groundbreaking itu semua tipuan untuk membodohi rakyat dan investor asing. Buat proyek pertanian modern saja, rakyat butuh lapangan kerja dan pangan,” tambah akun @myazleoful. “Proyek infrastruktur bukan dipangkas tapi dihentikan. Alihkan buat perbaikan hukum dan kesejahteraan rakyat yang sudah rusak akibat ambisi Mulyono,” sahut @candrasusetyo6430.
Pengalihan anggaran dari sektor infrastruktur ke program MBG memang menjadi keputusan yang tidak mudah. Di satu sisi, pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan mendasar rakyat akan pangan bergizi. Namun, di sisi lain, hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap proyek-proyek besar seperti IKN yang menjadi simbol transformasi Indonesia menuju negara maju.
IKN sendiri telah dirancang sebagai pusat pemerintahan baru yang modern, hijau, dan berkelanjutan. Proyek ini diharapkan dapat menarik investasi asing, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung pemerataan pembangunan. Dengan anggaran yang diajukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 71 triliun untuk tahun 2025, tambahan dana sangat dibutuhkan untuk menjaga momentum pembangunan. Namun, jika sebagian besar dana tersebut dialihkan ke program MBG, keberlanjutan proyek ini bisa berada di ujung tanduk.
Di sisi lain, program MBG dianggap sebagai investasi jangka panjang yang tidak kalah penting. Dengan memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan gizi yang cukup, pemerintah berharap dapat menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif. Namun, pertanyaan besar tetap ada: bagaimana memastikan program ini berjalan efisien tanpa mengorbankan proyek strategis lainnya?
Untuk mengatasi dilema ini, berbagai usulan alternatif pendanaan mulai bermunculan. Salah satunya adalah penggunaan dana zakat. Beberapa pihak mengusulkan agar dana zakat dari masyarakat Muslim di Indonesia, yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah setiap tahun, dapat diarahkan untuk mendukung program MBG. Namun, usulan ini menuai pro dan kontra, terutama terkait aspek pengelolaan dan transparansi.
Selain itu, ada juga wacana untuk meningkatkan kerja sama dengan sektor swasta. Program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar dapat dimanfaatkan untuk membantu pendanaan program MBG. Langkah ini dinilai dapat meringankan beban anggaran negara sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha.
Di tengah berbagai isu ini, masa depan IKN menjadi salah satu topik yang paling banyak diperdebatkan. Para pendukung proyek ini menekankan pentingnya melanjutkan pembangunan sebagai langkah strategis untuk menarik investasi asing dan menciptakan pusat pemerintahan yang lebih efisien. Sebaliknya, para kritikus berpendapat bahwa fokus anggaran seharusnya diarahkan pada kebutuhan mendesak rakyat, seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan.
“IKN adalah simbol ambisi Indonesia untuk maju, tetapi program MBG adalah fondasi untuk membangun generasi yang lebih kuat. Keduanya penting, tetapi kita harus bijak dalam menentukan prioritas,” ujar seorang pengamat ekonomi yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dilema antara prioritas pembangunan infrastruktur dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat mencerminkan kompleksitas pengelolaan anggaran negara. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, tetapi keberlanjutan proyek-proyek besar seperti IKN juga tidak bisa diabaikan.
Solusi terbaik mungkin terletak pada pendekatan yang lebih holistik, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik dari pemerintah pusat, daerah, hingga sektor swasta. Dengan kerja sama yang solid dan transparansi dalam pengelolaan anggaran, Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara pembangunan fisik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada akhirnya, keputusan yang diambil hari ini akan menentukan arah masa depan bangsa.