Evaluasi Kegagalan Operasional: Kembalinya Kereta Tanpa Rel ke China dari IKN
Foto : rakyatpembaruan.com |
Dalam rangka mengembangkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai
pusat urban modern dengan teknologi terkini, pemerintah telah melakukan
berbagai uji coba untuk memastikan semua aspek infrastruktur yang akan
diterapkan memenuhi standar yang ditetapkan. Salah satu inovasi transportasi
yang diuji coba adalah kereta tanpa rel atau Autonomous Rail Transit (ART) yang
berasal dari China. ART ini diproyeksikan menjadi moda transportasi futuristik
dengan sistem otonom yang bisa beroperasi tanpa operator manusia.
Namun, setelah serangkaian uji coba di IKN, pemerintah memutuskan untuk mengembalikan ART ini ke China. Keputusan ini diambil setelah proses penilaian teknis yang cukup panjang. Hasil uji coba atau Proof of Concept (PoC) menunjukkan bahwa ART masih memiliki kendala dalam menjalankan fungsinya secara penuh, terutama dalam hal pengoperasian secara otonom. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kelayakan ART dalam memenuhi kebutuhan transportasi di IKN.
Perjalanan ART di IKN: Dari Harapan Hingga Pengembalian
Kereta tanpa rel ini adalah inovasi buatan CRRC Qingdao
Sifang, perusahaan China yang terkenal dengan teknologi perkeretaapian canggih.
Pemerintah Indonesia melalui Otorita IKN (OIKN) menghadirkan ART dengan
ekspektasi bahwa sistem transportasi ini akan menjadi solusi mobilitas ramah
lingkungan dan praktis. ART diharapkan dapat menambah kesan modern serta
efisiensi transportasi di IKN yang dirancang sebagai kota pintar.
Uji coba pertama untuk ART dimulai pada 12 September 2024 hingga 22 Oktober 2024 di Kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP) IKN, melalui rute-rute di sekitar kantor kementerian di area Kemenko serta Jalan Sumbu Kebangsaan di sisi barat dan timur. Proses pengujian melibatkan evaluasi oleh para ahli transportasi dan tim teknis untuk menilai kemampuan ART dalam menjalankan operasional secara otonom.
Meskipun ART dirancang sebagai sistem transportasi otonom, hasil PoC menunjukkan bahwa ART tidak dapat berfungsi sesuai harapan. Pada kenyataannya, ART tidak sepenuhnya mampu beroperasi tanpa campur tangan manusia. Faktor-faktor seperti kondisi jalan yang beragam, medan yang kompleks, dan cuaca lokal menjadi penghambat utama yang menyebabkan ART tidak mampu menjalankan operasi sesuai dengan desain aslinya.
Kendala Teknis dan Tantangan di Lapangan
Kendala teknis menjadi alasan utama di balik keputusan
pengembalian ART ke China. Pada prinsipnya, ART dirancang untuk berfungsi
menggunakan sensor dan kecerdasan buatan yang memungkinkan kendaraan ini
mengenali rute, menghindari hambatan, dan menyesuaikan kecepatan secara
mandiri. Namun, setelah uji coba di IKN, ditemukan bahwa ART belum mampu
beradaptasi dengan sempurna pada kondisi jalan yang ada di kawasan tersebut.
Indonesia memiliki karakteristik jalan yang berbeda dengan negara asal ART, sehingga teknologi yang diimplementasikan masih perlu disesuaikan. Sistem navigasi yang seharusnya mampu mengenali rute dengan akurat justru mengalami kendala di lapangan. Selain itu, ART juga kurang mampu menyesuaikan kecepatan dan arah secara mandiri, sehingga mengurangi efektivitas operasionalnya sebagai moda transportasi otonom.
Di samping faktor teknis, ada pula tantangan eksternal seperti cuaca yang bervariasi dan medan di IKN yang mungkin kurang sesuai dengan teknologi ART saat ini. Semua tantangan ini membuat ART tidak dapat menjalankan fungsinya dengan optimal, yang akhirnya mengarah pada keputusan untuk mengembalikan kereta tersebut ke China.
Koordinasi Pengembalian dan Pertimbangan Keamanan
Menurut Tonny Agus Setiono, Direktur Pengembangan Ekosistem
Digital Otorita IKN (OIKN), pengembalian ART ini kini sedang dalam proses
koordinasi antara pihak OIKN dan Kementerian Perhubungan. Tonny menjelaskan
bahwa aspek keamanan dan kenyamanan pengguna menjadi prioritas utama. Dengan
adanya kendala pada sistem otonomi ART, risiko bagi keselamatan pengguna akan
semakin tinggi jika ART tetap dioperasikan tanpa perbaikan mendalam.
Proses pengembalian ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk tidak serta-merta mengadopsi teknologi asing tanpa memastikan bahwa teknologi tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah Indonesia. Keputusan ini juga mencerminkan upaya pemerintah untuk melindungi investasi publik dari potensi kerugian akibat penggunaan teknologi yang belum matang sepenuhnya.
Belajar dari Pengalaman: Tantangan dalam Mengintegrasikan Teknologi Asing
Pengalaman ini memberikan pelajaran penting bagi Indonesia
dalam hal integrasi teknologi asing. Meski ART dari China menawarkan inovasi
yang menjanjikan, namun teknologi tersebut belum tentu sesuai untuk
diaplikasikan di berbagai wilayah dengan kondisi infrastruktur dan lingkungan
yang berbeda.
Ke depan, pemerintah akan mengevaluasi moda transportasi alternatif yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia. Kendaraan listrik, moda transportasi berbasis baterai, serta kendaraan tanpa emisi menjadi pilihan yang sedang dikaji secara intensif untuk diterapkan di IKN. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan transportasi yang lebih adaptif terhadap kondisi di lapangan dan sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi karbon.
Pengalaman dengan ART ini juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan kolaborasi dengan inovator lokal agar teknologi yang digunakan dapat dikembangkan lebih sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan solusi transportasi di IKN dapat lebih inovatif, efisien, dan ramah lingkungan, serta mampu mendukung visi IKN sebagai kota cerdas dan hijau.
Harapan Ke Depan untuk Transportasi di IKN
Keputusan untuk mengembalikan ART ke China bukanlah akhir
dari upaya menciptakan transportasi futuristik di IKN. Sebaliknya, ini
merupakan langkah awal dalam proses seleksi teknologi yang lebih ketat. OIKN
dan Kementerian Perhubungan akan terus mengeksplorasi opsi lain untuk
menghadirkan moda transportasi yang lebih baik, baik dari segi teknologi maupun
kesesuaian dengan karakteristik lokal. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan
bahwa semua infrastruktur yang digunakan benar-benar teruji, baik dari aspek teknis,
keamanan, maupun kenyamanan pengguna.
Selain mengevaluasi teknologi yang sudah ada, pemerintah juga berencana untuk melibatkan lebih banyak tenaga ahli dari dalam negeri untuk turut serta dalam pengembangan sistem transportasi di IKN. Dengan mengedepankan pendekatan ini, pemerintah berharap bahwa inovasi transportasi di IKN dapat menjadi percontohan yang menunjukkan kemampuan Indonesia dalam mengembangkan solusi transportasi modern yang berkelanjutan.
Pengembalian ART ke China adalah keputusan yang diambil
setelah evaluasi teknis menunjukkan bahwa teknologi ini belum siap dioperasikan
di IKN. Keputusan ini merupakan cerminan komitmen pemerintah dalam memilih
teknologi yang sesuai untuk Indonesia, serta sebagai bagian dari langkah
preventif agar investasi publik tidak disia-siakan pada teknologi yang belum
optimal.
Pengalaman ini menjadi pendorong bagi pemerintah untuk terus mencari alternatif yang lebih baik dalam menghadirkan transportasi yang ramah lingkungan dan adaptif di IKN. Pemerintah berharap bahwa keputusan ini akan mengarah pada inovasi transportasi yang tidak hanya modern, tetapi juga selaras dengan visi IKN sebagai kota yang cerdas, hijau, dan berkelanjutan.