Dugaan Korupsi Dana Operasional Puskesmas di Melawi: Kepala dan Bendahara Ditangkap
Foto : kejati kalbar |
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar)
baru-baru ini berhasil mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala
Puskesmas Ella Hilir, berinisial OJM, dan Bendahara Pembantu UPTD Puskesmas
tersebut, berinisial OPS. Keduanya ditangkap atas tuduhan menggelapkan dana
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) senilai Rp 281 juta yang seharusnya
dialokasikan untuk kegiatan operasional Puskesmas tersebut pada tahun anggaran
2023. Penangkapan ini diumumkan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar,
Siju, pada Selasa, 12 November 2024, yang menjelaskan bahwa kedua tersangka
telah ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Pontianak untuk menjalani
proses hukum lebih lanjut.
Kronologi Terungkapnya Kasus
Kasus ini mulai mencuat ketika Kejati Kalbar menerima
laporan dari masyarakat sekitar Puskesmas Ella Hilir terkait adanya kejanggalan
dalam penggunaan dana operasional kesehatan di fasilitas tersebut. Laporan
masyarakat ini kemudian ditindaklanjuti oleh pihak kejaksaan dengan
penyelidikan intensif yang dimulai sejak pertengahan tahun 2024. Setelah
dilakukan serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan bukti, pihak kejaksaan
mengindikasikan adanya praktik korupsi yang melibatkan sejumlah dana besar.
Sebagai bagian dari penyelidikan, Kejati Kalbar memeriksa 15 saksi dari berbagai kalangan yang memiliki keterkaitan dengan pengelolaan dana BOK di Puskesmas Ella Hilir. Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi dan analisis bukti yang terkumpul, akhirnya ditemukan dua alat bukti yang cukup kuat untuk menjerat OJM dan OPS sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka diduga menggunakan sebagian besar dana tersebut untuk kepentingan pribadi, bukan untuk peruntukan sesuai yang diamanatkan dalam pengelolaan dana BOK.
Modus Penggelapan Dana
Menurut Siju, modus operandi yang digunakan oleh kedua
tersangka terbilang rapi. Awalnya, mereka beralasan bahwa para tenaga kesehatan
yang bekerja di Puskesmas perlu melakukan "perbaikan rekening" agar
proses pencairan dana BOK bisa lebih lancar. Para tenaga kesehatan kemudian
diminta untuk menyerahkan buku rekening, kartu ATM, dan nomor PIN mereka kepada
OJM dan OPS, yang pada kenyataannya tidak melakukan perbaikan apapun pada
rekening-rekening tersebut. Sebaliknya, rekening yang diserahkan justru digunakan
oleh kedua tersangka untuk menarik dana secara pribadi.
Dari hasil penyidikan lebih lanjut, terungkap bahwa tindakan penarikan dana ini dilakukan berkali-kali, hingga total kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 281 juta. Dana sebesar ini seharusnya dialokasikan untuk membiayai berbagai kegiatan operasional dan program kesehatan di Puskesmas Ella Hilir, namun justru berakhir di kantong pribadi kedua tersangka. Untuk menguatkan bukti tindak korupsi yang dilakukan, Kejati Kalbar juga telah menyita uang sebesar Rp 42 juta dari tangan tersangka, yang diduga merupakan sebagian dari total dana yang diselewengkan.
Dampak dari Kasus Korupsi Ini
Penggelapan dana BOK di Puskesmas Ella Hilir memberikan
dampak yang cukup besar terhadap pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Dana
BOK, yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat, sejatinya ditujukan untuk
menunjang kebutuhan operasional serta mendukung program kesehatan di puskesmas,
terutama yang berada di daerah terpencil seperti Ella Hilir. Dengan adanya
penggelapan ini, sejumlah program yang telah direncanakan kemungkinan besar
mengalami hambatan dalam pelaksanaannya, yang pada akhirnya berpotensi
menurunkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat dalam pengelolaan dana operasional di institusi pelayanan publik, terutama di sektor kesehatan yang memiliki peran krusial dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengelolaan dana yang tidak transparan dan tidak sesuai aturan seperti yang terjadi di Puskesmas Ella Hilir ini mencerminkan masih lemahnya sistem kontrol dalam penggunaan anggaran di beberapa fasilitas kesehatan.
Tuntutan Hukum dan Pasal yang Dikenakan
Atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan, OJM dan
OPS kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.
Keduanya dijerat dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur sanksi bagi pelaku korupsi
dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara. Ancaman hukuman ini
mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi, terutama yang
menyangkut dana publik dan sektor pelayanan dasar seperti kesehatan.
Kasus ini diharapkan bisa memberikan efek jera bagi para pengelola dana di berbagai sektor agar tidak menyalahgunakan dana publik untuk kepentingan pribadi. Selain itu, penegakan hukum yang tegas juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan dana publik, terutama yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Upaya Pencegahan di Masa Mendatang
Dari kasus ini, pemerintah daerah dan instansi terkait
diharapkan bisa memperkuat mekanisme pengawasan terhadap pengelolaan dana
operasional di fasilitas-fasilitas kesehatan. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan keuangan yang lebih
transparan dan melibatkan pihak ketiga atau pengawas independen dalam memantau
penggunaan anggaran.
Selain itu, peningkatan kapasitas pengelola dana di tingkat lokal juga perlu menjadi perhatian, sehingga mereka tidak mudah terjerumus dalam praktik korupsi akibat lemahnya pemahaman terhadap aturan-aturan pengelolaan keuangan yang berlaku. Pemerintah juga bisa meningkatkan literasi anti-korupsi dan penguatan etika kerja di kalangan pegawai fasilitas kesehatan, agar kasus serupa tidak terulang di masa yang akan datang.
Kasus dugaan korupsi dana BOK di Puskesmas Ella Hilir ini menyadarkan kita bahwa meskipun dana yang digelapkan relatif kecil dibandingkan kasus-kasus korupsi besar lainnya, dampaknya bisa sangat merugikan bagi masyarakat yang bergantung pada layanan kesehatan di daerah tersebut. Upaya pencegahan dan penindakan yang tegas diharapkan dapat memberikan efek positif bagi tata kelola dana publik di sektor kesehatan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam menyelenggarakan layanan yang amanah dan transparan.