Upaya Kalsel Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Saat Bencana
Foto : Instagram(@dp3akb.kalsel) |
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
(DPPPA-KB) terus memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pencegahan kekerasan
terhadap perempuan dan anak, terutama yang berpotensi terjadi selama situasi
bencana. Kepala DPPPA-KB Provinsi Kalsel, Sri Mawarni, menegaskan bahwa situasi
darurat bencana bisa meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender yang tidak
hanya menimbulkan dampak psikologis tetapi juga dapat mengancam keselamatan
jiwa para korban.
Dalam konteks ini, pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak yang rentan mengalami kekerasan saat bencana tidak dapat diabaikan. Melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi, pemerintah daerah berupaya memastikan perlindungan ini dapat diterapkan dengan maksimal, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Kalsel Nomor: 188.44/0718/KUM/2021. Keputusan tersebut menjadi landasan hukum pembentukan Sub Klaster Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dari Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam Bencana di wilayah Kalimantan Selatan.
Perlindungan Perempuan dan Anak: Prinsip dan Implementasi
Sri Mawarni menjelaskan bahwa perlindungan perempuan dan
anak saat bencana mengacu pada prinsip-prinsip dasar responsif gender, tanpa
diskriminasi, dengan memastikan kesetaraan hubungan, penghormatan terhadap
privasi, serta menjaga keamanan dan kenyamanan para korban. Prinsip-prinsip ini
mencerminkan komitmen untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak, serta
menghargai perbedaan individu yang mungkin muncul dalam situasi darurat.
Lebih lanjut, Sri juga menekankan perlunya komitmen penuh dari pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan perlindungan ini. Hal ini sesuai dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut Sri, koordinasi yang baik antara berbagai level pemerintahan sangat penting untuk memastikan setiap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan berbasis gender dapat dilindungi dengan baik.
Peran Desa Ramah Perempuan dan Gugus Tugas Anti Kekerasan
Saat ini, Kalimantan Selatan telah memiliki sejumlah
inisiatif untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satunya
adalah pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) di enam
kabupaten/kota. DRPPA menjadi salah satu langkah konkret untuk menciptakan
lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak, baik dalam situasi normal
maupun saat terjadi bencana. Selain itu, Kalimantan Selatan juga memiliki Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO) di
13 kabupaten/kota yang bertugas mencegah perdagangan manusia, termasuk
perempuan dan anak, yang sering kali meningkat saat terjadi situasi darurat.
Tidak hanya itu, di enam kabupaten/kota telah dibentuk Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA), serta Sub Klaster Kekerasan Berbasis Gender (KBG) yang berfokus pada situasi bencana. Sri menambahkan bahwa Kalimantan Selatan juga mengandalkan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sebagai salah satu upaya pencegahan kekerasan berbasis gender. PATBM merupakan model perlindungan anak yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat setempat dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada anak-anak yang rentan menjadi korban kekerasan.
Peningkatan Kesadaran dan Edukasi Masyarakat
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak hanya berhenti
pada pembentukan lembaga dan gugus tugas, tetapi juga aktif melakukan
sosialisasi dan edukasi. Kegiatan ini dilakukan secara rutin dengan melibatkan
berbagai unsur masyarakat dan pemangku kepentingan. Menurut Sri Mawarni,
kegiatan sosialisasi dan edukasi ini sangat penting untuk membangun kesadaran
tentang pentingnya perlindungan hak-hak perempuan, terutama dalam situasi
darurat atau kondisi khusus seperti bencana alam.
Sri menjelaskan bahwa pihaknya secara konsisten menyosialisasikan Perlindungan Hak Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus kepada masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang rawan terjadi bencana. Hal ini penting untuk memastikan bahwa seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, siap menghadapi kemungkinan terjadinya kekerasan berbasis gender saat situasi bencana.
Sosialisasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pemahaman tentang hak-hak perempuan dan anak dalam situasi darurat, hingga prosedur penanganan kasus kekerasan. Dengan adanya edukasi yang berkelanjutan, diharapkan masyarakat akan lebih peka dan siap memberikan dukungan terhadap korban kekerasan berbasis gender.
Sub Klaster PPA dan KBG: Antisipasi Bencana yang Lebih Aman
Pembentukan Sub Klaster Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPA) serta Kekerasan Berbasis Gender (KBG) adalah salah satu bentuk
kesiapsiagaan Kalsel dalam menghadapi bencana. Sri Mawarni menegaskan bahwa Sub
Klaster ini berfungsi untuk merespon dengan cepat setiap kemungkinan terjadinya
tindak kekerasan berbasis gender selama bencana. Tugas utama Sub Klaster ini
adalah memastikan bahwa perempuan dan anak yang berada dalam situasi darurat
dapat terlindungi dan mendapatkan hak-hak mereka, termasuk hak atas keamanan,
perlindungan, dan privasi.
Dalam menjalankan fungsinya, Sub Klaster PPA dan KBG bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal. Mereka juga menyediakan layanan yang berfokus pada kebutuhan khusus kelompok rentan, seperti perempuan, anak, lanjut usia, dan penyandang disabilitas.
Sri Mawarni berharap dengan adanya Sub Klaster ini, setiap pemangku kepentingan dapat lebih siap dalam memberikan pelayanan yang responsif terhadap kebutuhan berbasis gender, terutama di tengah situasi darurat. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mendukung upaya ini, karena perlindungan perempuan dan anak merupakan tanggung jawab bersama.
Upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam mencegah
kekerasan terhadap perempuan dan anak saat bencana menunjukkan komitmen yang
kuat untuk melindungi kelompok rentan dalam situasi darurat. Dengan adanya
lembaga-lembaga perlindungan, sosialisasi yang terus-menerus, serta pembentukan
Sub Klaster PPA dan KBG, Kalsel berupaya menciptakan lingkungan yang lebih aman
dan responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak, terutama saat bencana
melanda.
Namun, keberhasilan upaya ini tentu membutuhkan dukungan dari seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Kesadaran dan kepedulian terhadap pentingnya melindungi perempuan dan anak dari kekerasan berbasis gender harus terus ditingkatkan, agar setiap korban dapat terlindungi dan mendapatkan hak-hak mereka, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.