Migrasi Ibukota Indonesia: Menyongsong Nusantara di Tengah Ancaman Ekologis Jakarta
Foto : Britannica |
Perombakan Kepemimpinan Ibu Kota Baru Indonesia
Pembangunan ibu kota baru Indonesia, Nusantara (IKN),
kembali menjadi sorotan. Dalam perkembangan terbaru, Kepala Otorita IKN Bambang
Susantono dan Wakilnya Dhony Rahajoe memutuskan untuk mundur dari jabatan
mereka. Keputusan ini datang di tengah proyek yang masih kurang menarik minat
investasi asing. Untuk sementara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) Basuki Hadimuljono dan Wakil Menteri Agraria Raja Juli Antoni ditunjuk
untuk mengisi posisi mereka. Hal ini dilaporkan oleh media asing seperti Agence
France Presse (AFP), yang menyoroti bagaimana pergantian ini terjadi hanya
beberapa minggu sebelum proyek bernilai US$32 miliar tersebut resmi dibuka di
Pulau Kalimantan.
Konteks Pemindahan Ibu Kota
Proyek IKN direncanakan akan resmi menjadi ibu kota
Indonesia pada Agustus mendatang. Jakarta, yang telah lama menjadi pusat
pemerintahan dan ekonomi, akan digantikan oleh Nusantara. Ribuan pegawai negeri
diharapkan pindah ke kota baru ini pada bulan September untuk mulai bekerja,
meskipun rencana ini mengalami penundaan beberapa bulan karena lambatnya
pembangunan infrastruktur.
Presiden Joko Widodo pertama kali mengumumkan rencana pemindahan ibu kota ke IKN pada tahun 2019. Salah satu alasan utama di balik pemindahan ini adalah untuk mengurangi beban Jakarta dan wilayah sekitarnya, Jabodetabek. Jakarta saat ini menghadapi berbagai masalah ekologis, salah satunya adalah penurunan tinggi permukaan tanah yang signifikan. Beberapa wilayah bahkan terancam tenggelam akibat kombinasi dari penurunan permukaan tanah dan naiknya muka air laut.
Ancaman Ekologis Jakarta
Masalah ekologis Jakarta telah menjadi perhatian
internasional. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dalam pidatonya di kantor
Direktur Intelijen Nasional AS pada akhir Juli 2021, menyatakan kekhawatirannya
tentang ancaman perubahan iklim terhadap Jakarta. "Jika permukaan laut
naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi,
memperebutkan tanah yang subur," ujar Biden. Ia juga mengungkapkan bahwa
Indonesia mungkin harus memindahkan ibu kotanya dalam sepuluh tahun ke depan
jika proyeksi ini benar, karena Jakarta berpotensi berada di bawah air.
Kekhawatiran Biden didukung oleh laporan World Economic Forum pada tahun 2019 yang menyebutkan Jakarta sebagai kota yang paling mungkin tenggelam pada tahun 2100 jika tidak ada perubahan signifikan. Selain Jakarta, Lagos di Nigeria dan Houston di Amerika Serikat juga masuk dalam daftar kota yang berisiko tinggi tenggelam.
Faktor-faktor Penyebab Jakarta Tenggelam
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada tahun 2021 juga
memperingatkan bahwa meningkatnya suhu global dan pencairan lapisan es
berkontribusi pada risiko banjir yang semakin besar di kota-kota pesisir
seperti Jakarta. "Masalah banjir semakin memburuk dalam beberapa dekade
terakhir karena adanya pemompaan air tanah yang menyebabkan tanah tenggelam
atau surut," jelas NASA.
Kenaikan permukaan laut global rata-rata sebesar 3,3 mm per tahun, ditambah dengan badai hujan yang semakin intens akibat pemanasan atmosfer, membuat banjir menjadi hal biasa di Jakarta. Sejak tahun 1990-an, banjir besar telah terjadi di Jakarta dengan musim hujan 2007 membawa kerusakan yang signifikan, menenggelamkan 70% wilayah kota.
Perubahan Lanskap Jakarta
NASA juga mendokumentasikan perubahan lanskap Jakarta dalam
tiga dekade terakhir melalui gambar satelit. Pembabatan hutan dan vegetasi
lainnya untuk pembangunan telah mengurangi kemampuan tanah menyerap air. Hal
ini menyebabkan limpahan air yang berkontribusi pada banjir bandang. Populasi
Jakarta yang lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 membuat lebih
banyak orang tinggal di dataran banjir yang berisiko tinggi.
Selain itu, saluran sungai dan kanal di Jakarta sering menyempit atau tersumbat oleh sedimen dan sampah, meningkatkan risiko luapan. Gambar satelit menunjukkan bahwa pada tahun 1990, pembangunan baru mulai menyebar ke perairan dangkal Teluk Jakarta. Analis data mengungkapkan bahwa setidaknya 1.185 hektar lahan baru telah dibangun di sepanjang pantai.
Solusi yang Diupayakan
Untuk mengatasi masalah ini, berbagai solusi telah
diusulkan. Pemerintah Jakarta telah mencoba berbagai cara untuk mengurangi
penurunan tanah, termasuk pembatasan pemompaan air tanah dan peningkatan sistem
drainase kota. Selain itu, proyek tanggul laut raksasa atau yang dikenal
sebagai Giant Sea Wall, direncanakan untuk melindungi Jakarta dari banjir laut.
Namun, proyek ini masih menghadapi berbagai tantangan teknis dan keuangan.
Pemindahan ibu kota ke Nusantara juga dianggap sebagai salah satu solusi jangka panjang untuk mengurangi tekanan pada Jakarta. Dengan memindahkan pusat pemerintahan dan administratif ke Kalimantan, diharapkan masalah kepadatan penduduk dan tekanan lingkungan di Jakarta bisa berkurang.