![]() |
| Ilustrasi AI |
Samarinda – Di tengah tekanan pemangkasan Transfer ke Daerah
(TKD) hingga 50 persen yang mengancam APBD 2026, Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur (Pemprov Kaltim) menegaskan komitmennya untuk melindungi insentif guru
sebagai pilar utama sektor pendidikan. Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji,
memastikan bahwa tunjangan khusus bagi tenaga pendidik ini tidak akan terganggu
oleh rencana efisiensi anggaran, meskipun pos-pos lain seperti Tambahan
Penghasilan Pegawai (TPP) ASN berpotensi dipangkas hingga 60 persen. Pernyataan
ini disampaikan di tengah evaluasi ulang APBD yang sedang berlangsung, di mana
Pemprov masih menunggu kalkulasi final dari organisasi perangkat daerah (OPD)
untuk menyesuaikan dengan proyeksi Dana Bagi Hasil (DBH) yang menyusut. Langkah
ini menjadi sinyal positif bagi ribuan guru di Kaltim, yang kesejahteraan
mereka krusial untuk keberlanjutan program unggulan seperti Gratispol, di mana
pendidikan gratis dari SMA hingga S3 telah menjangkau 50 ribu siswa sejak
diluncurkan April 2025.
Seno Aji, yang menjabat sejak Februari 2025 bersama Gubernur
Rudy Mas’ud, menekankan bahwa insentif guru menjadi pengecualian dalam skema
efisiensi karena nilai anggarannya relatif kecil dibandingkan dampaknya yang
strategis. “Insentif guru kemungkinan tidak akan dievaluasi. Jumlah belanja itu
juga tidak begitu signifikan, tapi perannya vital untuk mendukung kualitas
pendidikan di Kaltim,” ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur, Senin, 6
Oktober 2025. Kebijakan ini telah dibahas secara intensif antara Wagub,
Gubernur, dan Sekretaris Daerah, memastikan hak tenaga pendidik tetap
terlindungi di tengah proyeksi APBD 2026 yang terancam turun dari Rp21,3
triliun menjadi Rp16-17 triliun. Insentif guru, yang mencakup tunjangan kinerja
dan sertifikasi pendidik, telah menjadi andalan sejak 2023, dengan alokasi
tahunan sekitar Rp150 miliar yang menyasar 25 ribu guru non-ASN dan PNS di
provinsi ini. Data Dinas Pendidikan Kaltim menunjukkan bahwa program ini
berhasil menurunkan angka putus sekolah sebesar 12 persen pada 2024, terutama
di wilayah pedalaman seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu.
Berbeda dengan insentif guru, TPP ASN menjadi sasaran utama
evaluasi, dengan potensi penyesuaian hingga 50-60 persen untuk meringankan
beban fiskal. “Ada kemungkinan TPP ASN dievaluasi, tapi ini akan dibahas
bersama serikat pekerja agar tidak menimbulkan keresahan,” tambah Seno.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/K.731/2023, TPP untuk pejabat
tinggi seperti Sekda mencapai Rp99 juta per bulan, sementara kepala badan dan
direktur RSUD kelas A menerima puluhan juta rupiah. Total belanja pegawai ini
menyedot 20-25 persen APBD 2025, yang kini terancam oleh penurunan DBH minerba
dan migas hingga Rp5 triliun. Proyeksi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
(DJPK) Kemenkeu menunjukkan TKD Kaltim 2026 hanya Rp2,49 triliun, terdiri dari
DBH migas Rp48 miliar, minerba Rp1,19 triliun, dana reboisasi Rp51 miliar, dan
DAU Rp866 miliar—anjlok signifikan dari tahun sebelumnya. Situasi ini memaksa
Pemprov menunda proyek nonprioritas seperti perjalanan dinas mewah dan hibah
nonesensial, sambil mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui
digitalisasi pajak hingga 15 persen.
Evaluasi APBD 2026 ini bagian dari respons cepat terhadap
kebijakan efisiensi nasional dalam RAPBN 2026, di mana pemangkasan TKD nasional
mencapai Rp214 triliun untuk mendanai program pusat seperti Makan Bergizi
Gratis dan Sekolah Rakyat. Di Kaltim, yang menyumbang 60 persen produksi batu
bara nasional, penurunan ini terasa ironis karena provinsi ini justru menjadi
penyumbang utama devisa negara. “Kita sedang tunggu laporan kalkulasi dari OPD
untuk menyesuaikan dengan DBH 2026. Yang pasti, visi-misi daerah seperti
Gratispol tetap prioritas,” tegas Seno. Program Gratispol, yang mencakup
pendidikan gratis dari SMA hingga S3 serta kesehatan tanpa biaya, telah menjadi
magnet bagi 1,2 juta warga sejak diluncurkan 21 April 2025 di Gelora Kadrie
Oening Samarinda. Dengan bantuan Rp17,5 juta per semester untuk mahasiswa S1-S3
di perguruan tinggi negeri/swasta Kaltim, program ini menargetkan 100 ribu
penerima pada 2026, dengan syarat utama KTP/KK domisili minimal tiga tahun dan
usia maksimal 25 tahun untuk S1. Dampaknya terasa: angka partisipasi pendidikan
tinggi naik 18 persen di semester pertama 2025, terutama di kalangan keluarga
miskin di Berau dan Kutai Timur.
Secara lebih luas, komitmen Pemprov Kaltim ini mencerminkan
prioritas pada sektor manusia di tengah krisis fiskal yang melanda daerah
penghasil SDA. Program Gratispol, yang juga meliputi Jospol (gratis jamaah haji
dan umrah untuk marbot masjid), telah menandatangani kesepakatan dengan 53
perguruan tinggi sejak April 2025, memastikan transparansi melalui sistem
daring dan verifikasi berlapis. “Pendidikan gratis bukan janji kampanye, tapi
investasi jangka panjang untuk Kaltim Emas 2045,” ujar Gubernur Rudy Mas’ud
dalam peluncurannya, yang dihadiri rektor Universitas Mulawarman dan pakar
seperti Prof. Bohari Yusuf. Namun, tantangan tetap ada: dengan APBD menyusut,
realokasi anggaran dari TPP ASN berpotensi memicu protes birokrat, sementara
kabupaten seperti Kutai Timur sudah memproyeksikan pemangkasan TPP lokal hingga
40 persen. Pakar ekonomi Universitas Mulawarman, Dr. Yusliando, memperingatkan
bahwa efisiensi harus holistik, termasuk optimalisasi PAD melalui hilirisasi
minerba untuk mengimbangi TKD yang anjlok.
Ke depan, Pemprov Kaltim berencana menggelar lobi ke
Kemenkeu melalui DPD RI asal Kaltim untuk meminta proporsi DBH lebih adil,
sambil memperkuat audit internal OPD guna mencegah pemborosan. DPRD Kaltim,
melalui Komisi II yang dipimpin Firnadi Ikhsan, telah menggelar rapat dengar
pendapat pada 2 Oktober 2025 untuk memastikan efisiensi tak mengorbankan
kesejahteraan guru. “Insentif guru aman, tapi kita harus pastikan Gratispol tak
terganggu. Ini soal masa depan 5,5 juta warga Kaltim,” tegasnya. Di tengah dinamika
RAPBN 2026, langkah Pemprov ini menjadi contoh bagaimana daerah bisa bertahan
dengan prioritas tepat—melindungi pendidik sebagai fondasi, sambil memangkas
lemak birokrasi. Dengan Gratispol yang telah menekan angka putus kuliah 15
persen di semester genap 2025, Kaltim berpotensi lahirkan generasi kompetitif,
meski fiskal terjepit. Seperti kata Seno, “Kita evaluasi yang tak mendesak,
tapi pendidikan wajib prioritas.” Di Benua Etam, di mana SDA melimpah tapi SDM
masih haus ilmu, jaminan ini menjadi angin segar bagi ribuan guru yang menjadi
tulang punggung transformasi.







