![]() |
| Ilustrasi AI |
IKN - Gelombang kritik terhadap proyek
pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menyeruak setelah beberapa media
asing, termasuk surat kabar ternama asal Inggris, menyoroti lambatnya progres
dan menilai ibu kota baru Indonesia itu berpotensi menjadi “kota hantu”.
Istilah itu segera mengundang perhatian publik dan menjadi bahan perbincangan
hangat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Menyikapi hal ini, anggota
Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, mendesak Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN)
untuk tidak tinggal diam dan segera memberikan tanggapan resmi. Menurutnya,
diam bukan pilihan ketika reputasi IKN sebagai proyek kebanggaan nasional
sedang dipertaruhkan di mata dunia.
Khozin menilai, pemberitaan negatif dari media asing dapat menimbulkan dampak serius terhadap citra Indonesia, terutama dalam konteks investasi dan kerja sama internasional. Ia menegaskan, OIKN harus tampil menjelaskan fakta dan kemajuan nyata pembangunan IKN kepada publik agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Pemberitaan semacam ini harus dijawab dengan data dan bukti di lapangan. Jangan biarkan narasi yang menyesatkan berkembang tanpa klarifikasi,” tegas Khozin dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (31/10/2025). Ia menambahkan, proyek sebesar IKN bukan sekadar proyek fisik, melainkan juga simbol kepercayaan dunia terhadap kemampuan Indonesia membangun masa depannya.
Menurut Khozin, label “kota hantu” yang diberikan media asing seperti The Guardian tidak bisa dianggap remeh. Julukan itu bisa menurunkan kepercayaan investor yang selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan proyek IKN. Dalam iklim investasi global yang sensitif, persepsi sama pentingnya dengan realita. “Begitu investor luar mendengar istilah seperti itu, mereka bisa berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya. Maka dari itu, OIKN harus segera merespons, menunjukkan perkembangan terbaru, dan memastikan bahwa proyek ini berjalan sesuai rencana,” ujarnya.
Selain itu, Khozin juga mengingatkan pentingnya strategi komunikasi publik yang proaktif dan terencana. Ia menilai, OIKN selama ini terlalu fokus pada pembangunan teknis di lapangan tanpa memperhatikan aspek komunikasi strategis. Padahal, dalam era digital saat ini, narasi publik dapat menentukan arah opini dunia. Ia mendorong agar OIKN membentuk tim khusus yang bertugas memantau pemberitaan, melakukan klarifikasi cepat, serta menyebarkan informasi positif mengenai kemajuan pembangunan IKN secara rutin. “Setiap minggu harus ada pembaruan yang konkret. Berapa persen kemajuan pembangunan, berapa jumlah ASN yang siap pindah, bagaimana infrastruktur publik berkembang, semua harus disampaikan dengan transparan,” tambahnya.
Khozin juga menyinggung aspek regulasi yang sudah mengatur peran dan arah pembangunan IKN. Ia merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 yang menegaskan bahwa IKN ditargetkan berfungsi penuh sebagai pusat pemerintahan pada tahun 2028. Regulasi ini menjadi pijakan hukum sekaligus jaminan bahwa proyek IKN tidak akan mandek di tengah jalan. “Secara hukum dan politik, masa depan IKN sudah dijamin oleh undang-undang dan peraturan presiden. Jadi, tidak ada alasan bagi publik untuk ragu. Yang perlu dilakukan OIKN adalah membuktikan bahwa semua rencana itu memang berjalan sesuai target,” katanya menegaskan.
Kritik dari media asing, menurut Khozin, sebenarnya bisa menjadi bahan introspeksi positif. Ia menilai, tidak semua kritik harus direspons dengan defensif. Sebaliknya, hal tersebut bisa menjadi dorongan bagi OIKN dan pemerintah untuk bekerja lebih transparan, efisien, dan terukur. “Kritik itu wajar dalam proyek besar. Tapi jangan dibiarkan menjadi rumor liar. Kalau dijawab dengan data dan hasil nyata, justru bisa memperkuat posisi Indonesia di mata dunia,” ujarnya.
Polemik mengenai “IKN kota hantu” muncul setelah beberapa laporan internasional menyoroti minimnya aktivitas di kawasan pembangunan, keterlambatan beberapa proyek utama, serta kekhawatiran tentang kesiapan infrastruktur dasar seperti perumahan, transportasi, dan air bersih. Namun menurut Khozin, hal itu adalah tantangan yang wajar mengingat IKN merupakan proyek jangka panjang dengan skala yang luar biasa besar. Ia menilai bahwa pemerintah sejatinya telah melakukan langkah-langkah konkret, seperti percepatan pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP), penyediaan perumahan ASN, serta penyelesaian infrastruktur dasar seperti jalan dan jaringan listrik.
Selain komunikasi, Khozin juga menekankan pentingnya pengelolaan narasi internasional. Dalam pandangannya, Indonesia harus mampu mengontrol bagaimana IKN dipersepsikan oleh dunia luar. Ia mencontohkan bagaimana negara lain, seperti Uni Emirat Arab dengan Dubai atau Korea Selatan dengan Songdo, berhasil mengubah skeptisisme publik internasional menjadi kekaguman melalui strategi komunikasi global yang cerdas. “Kita perlu belajar dari mereka. IKN harus dikisahkan sebagai proyek masa depan yang membawa nilai keberlanjutan, bukan sekadar pembangunan beton,” katanya.
OIKN, menurut Khozin, memiliki tanggung jawab besar bukan hanya untuk membangun kota, tapi juga membangun kepercayaan. Ia mendesak agar setiap kritik dijawab secara terbuka — bukan dengan pembelaan emosional, tapi dengan bukti kemajuan dan kerja nyata. “Kalau media asing bilang IKN sepi, tunjukkan bagaimana proyek perumahan ASN sudah hampir rampung, bagaimana infrastruktur publik beroperasi, dan bagaimana masyarakat lokal ikut menikmati dampak ekonomi. Dengan begitu, publik internasional akan melihat bahwa kita memang serius,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar OIKN tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan ekosistem kehidupan kota. Menurutnya, kritik tentang potensi IKN menjadi “kota hantu” sebetulnya berkaitan dengan kekhawatiran bahwa kota ini tidak akan memiliki denyut sosial yang hidup. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa IKN tidak hanya memiliki gedung-gedung megah, tetapi juga kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang berkembang. “IKN tidak boleh hanya jadi kota pemerintahan. Harus ada kehidupan warga, ruang publik, sekolah, tempat ibadah, hingga pusat kebudayaan. Di situlah esensi kota masa depan,” tegas Khozin.
Akhirnya, politisi dari Fraksi PKB itu menutup pernyataannya dengan pesan penting: membangun kota bukan hanya membangun gedung, tapi juga membangun kepercayaan. Ia meyakini, jika OIKN mampu menjaga transparansi dan komunikasi publik dengan baik, kritik media asing justru akan menjadi batu loncatan untuk memperkuat reputasi IKN di kancah global. “Kita tidak perlu alergi terhadap kritik. Justru di situlah peluang untuk membuktikan bahwa Indonesia mampu membangun ibu kota yang modern, hijau, dan berkelas dunia,” ujarnya.







