Warisan Budaya Kaltim Tembus Panggung Dunia: EBIFF 2025 Jadi Jembatan Nusantara dan Internasional
![]() |
Ilustrasi AI |
Di tengah semangat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang
terus bergema di jantung Kalimantan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
(Kaltim) menegaskan bahwa geliat modernisasi tidak akan memudar begitu saja
oleh semangat pelestarian budaya. Bahkan, dalam langkah strategis dan penuh
makna, budaya lokal justru dijadikan sebagai wajah utama yang diperkenalkan
kepada dunia. Melalui ajang berskala internasional bertajuk East Borneo
International Folklore Festival (EBIFF) 2025, kekayaan budaya Benua Etam
dipentaskan bukan sekadar untuk menghibur, tetapi untuk menyampaikan pesan:
bahwa pembangunan dapat dan harus berdampingan dengan pelestarian budaya dan
penguatan ekowisata.
Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud menyampaikan hal itu
dalam acara silaturahmi yang digelar bersama para delegasi EBIFF di Samarinda,
Sabtu lalu. Dengan penuh semangat, Rudy menekankan bahwa beragam ekspresi
budaya seperti tarian tradisional, seni ukir Dayak, musik etnik, hingga sajian
kuliner lokal bukan sekadar pertunjukan warisan, tetapi juga merupakan aset
strategis yang sedang digerakkan untuk mendukung diplomasi budaya serta promosi
pariwisata.
“Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pembangunan dapat
berjalan berdampingan dengan pelestarian budaya dan ekowisata,” tegas Rudy
dalam pidatonya. Ia meyakini bahwa IKN sebagai proyek nasional yang strategis
harus juga ditopang dengan identitas lokal yang kuat, karena inilah yang akan
membedakan Nusantara dari ibu kota lain di dunia—sebuah kota masa depan dengan
jiwa tradisi yang hidup.
EBIFF 2025 membuktikan bahwa gagasan tersebut bukan sekadar
retorik. Festival yang berlangsung selama beberapa hari ini diikuti oleh
delegasi dari enam negara sahabat—India, Korea Selatan, Rumania, Rusia,
Polandia, dan Indonesia selaku tuan rumah. Masing-masing negara menghadirkan
persembahan budaya yang memperkaya suasana dan menghadirkan panggung lintas
budaya yang menggugah. Tak hanya internasional, festival ini juga mengundang
lima provinsi dari Indonesia yaitu Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, menjadikannya ruang silaturahmi
budaya antarwilayah dalam negeri yang harmonis.
Lebih dari sekadar festival seni, EBIFF telah menjadi
platform yang mempertemukan banyak kepentingan dalam satu momen. Gubernur Rudy
menyebutkan, selain menampilkan kekhasan budaya, momen ini juga digunakan untuk
mempromosikan potensi ekonomi kreatif, produk UMKM lokal, serta sektor
pariwisata Kaltim. “Kami berharap momen ini bukan hanya menjadi wadah pertemuan
budaya, tetapi juga sarana untuk mempromosikan potensi ekonomi kreatif UMKM dan
pariwisata Kalimantan Timur,” ujarnya penuh optimisme.
Tak bisa dimungkiri, sejak ditetapkan sebagai gerbang menuju
IKN, Kalimantan Timur kini menjadi pusat perhatian nasional dan internasional.
Namun, perhatian ini tak hanya tentang pembangunan gedung, jalan, dan pusat
pemerintahan, tetapi juga tentang bagaimana identitas lokal tetap hidup dan
berkembang. Dalam konteks itulah, EBIFF hadir sebagai jembatan strategis:
membangun kota dengan jiwa budaya, dan memperkenalkan kearifan lokal kepada
mata dunia.
Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, turut
menambahkan bahwa geliat budaya Kalimantan Timur sudah mulai menarik minat
komunitas internasional secara serius. Ia menyebut, antusiasme peserta luar
negeri terhadap EBIFF terus meningkat setiap tahunnya. Untuk edisi 2026,
tercatat sudah ada delapan negara yang mendaftar sebagai calon peserta—bahkan
sebelum festival tahun ini berakhir.
“Ini sebenarnya juga menjadi pintu masuk untuk perluasan
kerja sama di bidang seni budaya, ekonomi, maupun bidang lainnya,” ungkap Sri
Wahyuni. Pernyataan ini menunjukkan bahwa festival budaya bukan hanya soal
hiburan, tetapi juga menjadi medan diplomasi halus (soft diplomacy) yang
membuka peluang kerja sama di sektor-sektor strategis.
Sri menjelaskan bahwa banyak delegasi internasional yang
datang juga menunjukkan ketertarikan mendalam untuk mengenal lebih jauh tentang
Kaltim, termasuk bertanya seputar peluang investasi, potensi wisata, dan
kehidupan lokal. Momentum ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah
provinsi dengan menyertakan kunjungan ke berbagai lokasi strategis di Kaltim
dalam agenda para tamu. Lokasi yang dikunjungi antara lain area pembangunan Ibu
Kota Nusantara dan destinasi wisata pantai di Balikpapan.
Maratua dan Derawan, dua nama yang sudah lama harum dalam
peta pariwisata Indonesia, kini juga mendapat sorotan. Delegasi asing yang
hadir mulai tertarik menjadikan destinasi tersebut sebagai bagian dari promosi
lintas negara. Sri menyebut bahwa informasi mengenai tempat-tempat ini menjadi
materi yang paling banyak ditanyakan dalam sesi interaksi informal bersama para
delegasi.
Kedekatan emosional antarbangsa yang dibangun melalui budaya
menjadi kunci penting dalam diplomasi semacam ini. Dalam festival, momen
seperti pertukaran cenderamata antara delegasi dan kepala daerah menjadi simbol
penghormatan yang sangat berarti. "Interaksi yang hangat dan cair dalam
festival kesenian rakyat seperti ini menjadi kunci," ujar Sri Wahyuni. Ia
percaya, dari pertemuan yang bersifat kebudayaan inilah tumbuh rasa saling
menghargai, yang kemudian akan berkembang menjadi hubungan bilateral yang lebih
solid.
Melalui EBIFF, dunia diperlihatkan bahwa Kalimantan Timur
bukan hanya rumah bagi hutan tropis dan ladang migas, tetapi juga penjaga
warisan budaya yang kaya dan hidup. Di tengah ambisi besar membangun kota masa
depan, pemimpin Kaltim bersikukuh untuk menjadikan budaya sebagai pondasi
spiritual dan identitas yang tak tergantikan. Kota boleh tumbuh, gedung boleh
menjulang, teknologi boleh merajai; tapi jiwa sebuah daerah hanya akan hidup
bila budayanya tetap dijaga.
Festival ini juga memberi pesan penting kepada generasi muda
Kaltim bahwa budaya adalah sesuatu yang harus dibanggakan dan dilestarikan.
Dengan banyaknya tamu dari luar negeri yang terpesona oleh tarian Dayak, alat
musik sape’, dan cita rasa kuliner khas seperti amplang dan nasi kuning, pemuda
lokal kini menyadari bahwa warisan mereka adalah aset berharga yang dihargai
dunia.
Sebagai penutup, EBIFF 2025 menjadi tonggak penting dalam perjalanan Kaltim menuju statusnya sebagai pusat perhatian dunia melalui IKN. Tapi lebih dari itu, festival ini menjadi refleksi bahwa di balik gegap gempita pembangunan, ada budaya yang terus bernyanyi, menari, dan berbicara kepada dunia—dengan bahasa yang tak butuh penerjemah, yakni bahasa keindahan, ketulusan, dan kearifan. Dan Kalimantan Timur, kini dan esok, tetap berjanji bahwa budaya tidak akan ditinggal, melainkan diajak maju bersama.