Sepaku di Titik Balik Sejarah: Pemerintah Gelontorkan Rp 3 Triliun Demi Jalan, Pasar, dan Hutan Edukatif di IKN

  

Di sudut Kalimantan Timur, sebuah transformasi besar sedang berlangsung. Tak lagi sekadar rencana di atas kertas, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) kini telah memasuki fase barunya—tahap dua. Dan dalam babak ini, Pemerintah Indonesia kembali menegaskan keseriusannya dengan mengucurkan dana tak tanggung-tanggung: lebih dari Rp 3 triliun hanya untuk peningkatan kualitas jalan. Namun, pembangunan ini tak semata-mata berbicara tentang beton dan aspal. Ia menjelma menjadi narasi besar tentang integrasi sosial, keberlanjutan, dan cara baru memandang pembangunan nasional. Sepaku, sebuah kecamatan yang dahulu tenggelam dalam ketenangan hutan tropis dan aktivitas pasar tradisional, kini berubah menjadi arena sejarah.

Sabtu, 28 Juni 2025 menjadi momen penting. Di bawah langit Kalimantan yang hangat, Otorita IKN menandatangani sembilan proyek baru sebagai bagian dari kelanjutan megaproyek pemindahan pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke pulau yang selama ini hanya sesekali dilirik dalam peta pembangunan nasional. Danis H. Sumadilaga, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sarana dan Prasarana OIKN, hadir langsung dalam kegiatan tersebut. Lewat pernyataannya yang tegas namun bersahaja, ia menyampaikan bahwa IKN kini benar-benar memasuki tahap dua. "IKN kini masuk tahap dua pembangunan," ucapnya kepada media.

Sembilan proyek yang diteken bukanlah proyek sembarangan. Tujuh di antaranya adalah proyek peningkatan infrastruktur jalan, sementara dua lainnya adalah penataan kawasan olahraga dan ruang terbuka hijau, serta penataan kawasan Sepaku—yang belakangan menjadi pusat perhatian karena kompleksitas sosial dan ekonomi yang dimilikinya. Bukan daerah kosong, Sepaku adalah entitas hidup dengan denyut kehidupan yang telah berlangsung lama. Dan di sinilah tantangan sesungguhnya muncul: membangun tanpa menghapus.

Total anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk seluruh proyek ini mencapai angka yang menggiurkan. Untuk proyek peningkatan kualitas jalan sepanjang 12,3 kilometer, nilai investasi yang disediakan mencapai sekitar Rp 3,042 triliun. Sementara itu, untuk penataan kawasan olahraga, ruang terbuka hijau, serta kawasan pemukiman dan pasar di Sepaku, pemerintah menyiapkan dana tambahan sebesar Rp 313,2 miliar. Seluruhnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025—sebuah komitmen fiskal yang tak main-main dalam mewujudkan ibu kota baru yang digadang-gadang menjadi wajah masa depan Indonesia.

Namun yang membuat proyek ini menjadi istimewa bukan sekadar angkanya. Lebih dari itu, pembangunan ini sarat dengan pendekatan partisipatif yang mengedepankan suara masyarakat lokal. Salah satu contohnya adalah pembangunan kembali Pasar Sepaku. Bagi orang luar, pasar mungkin hanyalah tempat jual beli. Namun bagi masyarakat Sepaku, pasar adalah urat nadi kehidupan, tempat interaksi sosial, pertukaran budaya, hingga simbol eksistensi ekonomi yang telah berlangsung lintas generasi. Karena itu, pemerintah tak gegabah. Sebelum pembangunan dimulai, dilakukan proses voting untuk menentukan model pasar seperti apa yang diinginkan warga. Sebuah langkah demokratis yang jarang ditemui dalam proyek skala besar.

Proses perencanaan yang melibatkan masyarakat ini bukan tanpa alasan. Danis sendiri menegaskan bahwa pembangunan Pasar Sepaku bukanlah proyek yang bisa dilakukan secara sembarangan. Sebab, lahan yang akan dibangun adalah tanah desa, dan masyarakat telah lama menggantungkan hidup dari aktivitas pasar di sana. Selama masa pembangunan berlangsung, para pedagang akan direlokasi secara sementara ke lokasi yang telah disiapkan. Namun setelah konstruksi rampung, mereka akan kembali ke pasar yang baru—dengan fasilitas yang lebih modern, representatif, dan tetap mencerminkan identitas lokal.

“Penataan kawasan Sepaku bukan pembangunan di lahan kosong,” ujar Danis. Kalimat ini barangkali terlihat sederhana, namun di baliknya tersimpan filosofi pembangunan yang menghormati ruang hidup yang sudah ada. Ini adalah bentuk dari apa yang disebut dengan place-sensitive development, pembangunan yang tidak meniadakan masa lalu, melainkan membawanya ke masa depan.

Selain pasar, kawasan olahraga dan ruang terbuka hijau juga masuk dalam paket pekerjaan tahap dua. Salah satu yang menarik perhatian adalah pengembangan kawasan glamping (glamorous camping) yang sebelumnya hanya dikenal sebagai destinasi wisata eksklusif. Kini, pemerintah mengubah konsep tersebut menjadi ruang publik yang multifungsi—bisa digunakan untuk edukasi, rekreasi, hingga riset lingkungan. Dalam konteks IKN yang berambisi menjadi forest city, langkah ini menjadi bukti bahwa pembangunan tidak harus bertentangan dengan alam. Justru, ia bisa berjalan bersisian.

Dan kawasan glamping ini bukan sembarang tempat. Ia terletak di tengah hamparan hutan tropis Kalimantan yang masih menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dalam rencana OIKN, kawasan ini akan menjadi ruang terbuka hijau yang fungsional dan edukatif. Di sinilah nantinya masyarakat bisa belajar tentang konservasi, pelajar bisa melakukan penelitian, dan wisatawan bisa menikmati alam tanpa merusaknya.

Lebih dari sekadar membangun ruang fisik, proyek ini juga membangun jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dengan pendekatan yang kolaboratif, semua pembangunan dilakukan dengan melibatkan lintas sektor: kementerian, lembaga, serta komunitas lokal. “Keberhasilan IKN bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal keberhasilan sosial dan budaya,” tegas Danis.

Dari sisi teknis, pembangunan jalan sepanjang 12,3 kilometer juga tak bisa dianggap sebagai proyek biasa. Jalan-jalan ini akan menjadi tulang punggung penghubung antara titik-titik vital di IKN, mulai dari kawasan yudikatif, legislatif, hingga jaringan distribusi logistik. Bukan hanya pelebaran jalan, proyek ini mencakup peningkatan kualitas fondasi, pembangunan sistem drainase baru, dan penggunaan material yang ramah lingkungan. Teknologi yang digunakan juga disesuaikan dengan kondisi geografis Kalimantan yang menantang.

Tidak kalah penting adalah aspek pemberdayaan masyarakat lokal. Pemerintah memastikan bahwa seluruh proses konstruksi akan melibatkan tenaga kerja lokal sebanyak mungkin, baik saat pembangunan maupun saat pengelolaan pasca proyek. Dengan demikian, masyarakat sekitar tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam proses perubahan.

Dan semua ini—pembangunan pasar, peningkatan jalan, ruang hijau, dan pusat edukasi—dilakukan dalam kerangka waktu yang ketat. Tahun 2025 menjadi target krusial, karena Presiden Joko Widodo telah menetapkan bahwa perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 akan dilangsungkan di IKN. Artinya, seluruh proyek yang sedang dikerjakan saat ini adalah bagian dari persiapan menuju momen simbolik tersebut.

Sepaku, yang dulu hanya dikenal oleh sedikit orang di luar Kalimantan Timur, kini menjadi halaman depan dalam narasi besar Indonesia. Dari pasar rakyat hingga jalan bebas hambatan, dari ruang publik hingga kawasan penelitian, semuanya tengah dibentuk untuk menjadi bagian dari kota masa depan. Kota yang tidak hanya modern dan pintar, tetapi juga berakar, menghormati, dan menghidupkan kembali jalinan sosial yang selama ini kerap tergerus dalam pembangunan konvensional.

Proyek tahap dua ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak ingin mengulang kesalahan pembangunan masa lalu. Bahwa IKN bukan Jakarta kedua, tetapi adalah kota yang baru—dengan semangat baru, cara baru, dan harapan baru. Dan semuanya dimulai dari hal yang paling mendasar: jalan yang baik, pasar yang layak, ruang yang hijau, dan masyarakat yang dilibatkan.

Ketika langkah besar bangsa dimulai dari gang sempit di Sepaku, kita diingatkan bahwa membangun ibu kota bukan hanya soal memindahkan gedung. Ini adalah tentang menciptakan ruang hidup yang layak bagi semua, kini dan nanti.

Next Post Previous Post