PPU Gencar Bangun Akses Air dan Pendidikan, Wujudkan IKN yang Inklusif dan Berkeadilan

  

Di tengah deru pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menggema dari Sabang hingga Merauke, Penajam Paser Utara (PPU)—wilayah yang secara langsung bersentuhan dengan episentrum proyek strategis nasional ini—menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya melulu soal gedung tinggi dan jalan mulus. Ia juga tentang air bersih yang mengalir ke rumah-rumah rakyat dan pendidikan yang menjangkau anak-anak dari keluarga tak mampu. Dan itulah yang kini tengah dilakukan Pemerintah Kabupaten PPU dengan dua langkah nyata: memperluas akses air bersih secara inklusif dan membangun Sekolah Rakyat untuk menampung siswa-siswi miskin yang bermimpi menembus batas nasib.

Saat ini, cakupan layanan air bersih di PPU baru mencapai 37 persen. Artinya, lebih dari separuh warga di wilayah yang kini menjadi jantung pertumbuhan nasional ini masih hidup dengan keterbatasan air bersih. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi menyangkut kesehatan, produktivitas, dan martabat manusia. Di tengah keterbatasan tersebut, Pemkab PPU tak tinggal diam. Dengan berakhirnya program pemasangan sambungan air gratis dari pemerintah pusat, mereka segera mengambil langkah alternatif yang lebih membumi dan berpihak pada rakyat kecil: sistem cicilan ringan.

“Pemerintah kabupaten ingin warga tidak terbebani biaya pemasangan sambungan air bersih,” ujar Nicko Herlambang, Dewan Pengawas Perumda Air Minum Danum Taka, seperti dikutip dari ANTARA, Minggu, 29 Juni 2025. Skema ini memungkinkan masyarakat menikmati air bersih tanpa perlu membayar biaya besar di muka. Mereka cukup mencicil biaya pemasangan tiap bulan, dan sambungan air langsung bisa dinikmati.

Bukan hanya solusi teknis, langkah ini juga menunjukkan cara baru dalam membangun kota: lebih peduli, lebih partisipatif, dan tidak menunggu bantuan pusat untuk bergerak. Nicko menyebutkan bahwa Pemkab juga terus mendorong pembangunan infrastruktur pendukung, termasuk jaringan perpipaan dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), sebagian besar melalui skema bantuan keuangan (bankeu). Embung dan waduk pun dimanfaatkan untuk menambah ketersediaan air baku, mengingat luas dan sebaran wilayah yang cukup menantang.

“Pemerintah kabupaten atur langkah agar cakupan layanan air bersih semakin luas dan dapat berjalan optimal,” tegas Nicko. Target realistis telah ditetapkan: dalam lima tahun ke depan, cakupan air bersih di PPU diharapkan bisa mencapai 60 hingga 65 persen rumah tangga. Angka itu bukan sekadar statistik, tapi mencerminkan perubahan besar dalam kualitas hidup warga, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah yang selama ini harus bertumpu pada sumur atau air hujan.

Tak hanya soal air, Pemkab PPU juga menyentuh akar persoalan ketimpangan lainnya: akses pendidikan. Di Kelurahan Lawe-Lawe, Kecamatan Penajam, hamparan lahan seluas 6,7 hektare kini sedang dipersiapkan untuk menjadi rumah kedua bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Di atas tanah itu, Sekolah Rakyat akan berdiri megah sebagai simbol keadilan sosial yang dibangun di tengah geliat kemajuan IKN.

Sekolah Rakyat bukan sekadar proyek infrastruktur pendidikan. Ia adalah harapan yang dibentuk dalam format boarding school, menyasar anak-anak dari keluarga tidak mampu agar bisa belajar tanpa beban ekonomi. Sistem asrama akan diterapkan sepenuhnya, memungkinkan siswa tinggal di lingkungan sekolah, fokus belajar, tanpa harus memikirkan ongkos transportasi, makan, atau biaya buku.

“Sesuai target pada Juli 2026, Sekolah Rakyat sudah dioperasionalkan,” jelas Tohar, Sekretaris Daerah PPU, dalam keterangannya pada Minggu, 29 Juni 2025. Saat ini, pembangunan sekolah tersebut telah memasuki tahap perencanaan fisik, sebuah tonggak penting yang menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam memastikan program ini berjalan sesuai target.

Sekolah ini nantinya akan memiliki 36 rombongan belajar (rombel), dengan komposisi 18 rombel untuk jenjang SD, serta masing-masing 9 rombel untuk SMP dan SMA. Kurikulum yang digunakan akan mengikuti standar nasional, dan seluruh tenaga pengajar akan direkrut dengan melibatkan Kementerian Pendidikan. Yang membedakan Sekolah Rakyat dari sekolah umum lainnya adalah sistem seleksi siswa yang langsung mengacu pada data Dinas Sosial PPU, sehingga sasaran benar-benar mengarah ke kelompok miskin ekstrem.

“Sekolah Rakyat difokuskan untuk peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu,” tegas Tohar lagi. Ini berarti, anak-anak yang selama ini berada di bawah bayang-bayang keterbatasan, kini diberi ruang untuk bermimpi dan mengejar pendidikan hingga jenjang menengah. Sekolah ini tidak hanya mengajar, tapi juga merawat, mendampingi, dan membentuk masa depan.

Tohar juga menekankan bahwa percepatan pembangunan sekolah ini merupakan bagian dari upaya menyeluruh Pemkab dalam pengentasan kemiskinan ekstrem. Dalam konteks IKN yang menjanjikan kemajuan bagi seluruh rakyat Indonesia, sekolah ini menjadi simbol bahwa kemajuan itu harus dimulai dari pendidikan yang adil dan menyeluruh.

“Percepatan pembangunan Sekolah Rakyat berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan, serta penghapusan kemiskinan ekstrem berkenaan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM),” ujar Tohar. Di tengah tuntutan IKN sebagai kota pintar, hijau, dan berbasis manusia (human-centered city), langkah ini memperkuat bahwa tidak ada smart city tanpa smart people—dan smart people tidak akan lahir jika akses pendidikan tidak merata.

Dua inisiatif ini—akses air bersih dan pembangunan Sekolah Rakyat—bukan hanya program pembangunan biasa. Ia adalah potret dari arah baru yang diambil Pemkab PPU dalam menyambut IKN. Sebuah arah yang tidak sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga menata ulang sistem sosial agar lebih adil dan inklusif.

Bayangkan seorang anak di Lawe-Lawe yang selama ini harus berjalan kaki 5 kilometer untuk sekolah dasar, kini bisa tinggal di asrama dan belajar tanpa cemas. Atau sebuah keluarga di Waru yang tak perlu lagi memikul jerigen ke sungai karena air bersih sudah mengalir di dapur mereka—berkat cicilan ringan yang ditawarkan oleh pemerintah daerah.

Inilah wajah baru pembangunan: tidak melupakan yang kecil, tidak mengabaikan yang lemah. Sebab, di balik megahnya gedung pemerintahan baru di IKN, ada kehidupan sehari-hari rakyat kecil yang harus ikut maju. Dan PPU, sebagai tanah tempat IKN bertumbuh, menunjukkan bahwa pembangunan sejati dimulai dari air dan ilmu.

Dengan langkah-langkah ini, PPU tak sekadar menjadi penyangga fisik bagi IKN. Ia telah menjelma menjadi penyangga moral, yang menegaskan bahwa keadilan sosial harus berjalan seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan ekonomi. Dan jika langkah ini terus dijaga, bukan mustahil PPU akan menjadi model bagi daerah lain dalam menata kota baru yang benar-benar berpihak kepada rakyatnya.

Next Post Previous Post