Kaltim Larang Angkutan Tambang Gunakan Jalan Nasional, PT Mantimin Diwajibkan Alih Jalur ke Jalan Khusus
Samarinda — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)
mengambil langkah tegas dalam menata ulang tata kelola transportasi tambang di
wilayahnya. Dalam pernyataan yang disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Bambang Arwanto, pemerintah menyatakan
bahwa kendaraan pengangkut hasil tambang, khususnya milik PT Mantimin Coal
Mining (MCM), tidak lagi diperkenankan melintasi jalan nasional. Keputusan ini
diambil menyusul meningkatnya konflik sosial akibat lalu lintas angkutan batu
bara di kawasan permukiman warga.
Konflik tersebut bermula dari aktivitas pengangkutan batu bara oleh PT MCM yang menggunakan jalan nasional di Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser. Keberadaan truk-truk tambang di jalur umum itu tak hanya merusak infrastruktur jalan, tetapi juga menimbulkan keresahan besar di kalangan masyarakat. Bahkan, buntut dari polemik tersebut telah memakan korban jiwa, yang kemudian menjadi perhatian nasional dan memicu intervensi langsung dari pemerintah pusat.
“Penegasan ini disampaikan setelah serangkaian konflik sosial akibat penggunaan jalan umum oleh angkutan batu bara PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Muara Kate, Kabupaten Paser,” ungkap Bambang Arwanto dalam konferensi pers yang digelar di Samarinda, Rabu.
Sebagai solusi jangka panjang, Pemerintah Provinsi Kaltim menetapkan bahwa PT MCM harus mengalihkan jalur angkutannya dari jalan nasional ke jalan khusus pertambangan. Jalur yang akan digunakan adalah jalan hauling milik PT Tabalong Prima Resources (PT Prima), sebuah perusahaan yang telah lebih dulu membangun infrastruktur transportasi khusus tambang. Jalan ini membentang sejauh 143 kilometer, menghubungkan wilayah Tabalong di Kalimantan Selatan hingga ke Kerang Dayo, Batu Engau, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur.
"Solusinya, PT Mantimin akan memakai jalan hauling PT Prima dan tidak lagi memanfaatkan jalan nasional," tegas Bambang.
Keputusan ini tidak serta-merta berlaku seketika. Saat ini, proses peralihan jalur sedang berlangsung dan menunggu penyelesaian perbaikan sejumlah infrastruktur, termasuk jalan dan jembatan yang akan menjadi jalur resmi angkutan PT MCM. Selama masa transisi tersebut, perusahaan hanya diberi izin untuk beroperasi terbatas di wilayah Kalimantan Selatan. Pemerintah Provinsi Kaltim secara tegas melarang PT MCM melakukan pengangkutan apapun yang melintasi batas wilayah ke Kalimantan Timur, terutama melalui jalan nasional.
"Sekali lagi, pengangkutan di jalan nasional tidak diperbolehkan," tandas Bambang, menegaskan kembali larangan tersebut tanpa kompromi.
Keputusan keras dari Pemprov Kaltim ini bukanlah keputusan yang lahir tiba-tiba. Langkah tersebut diambil pasca rapat koordinasi lintas sektor yang dipimpin langsung oleh Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud. Rapat terbatas tersebut berlangsung di Sekretariat Wakil Presiden RI, Jakarta, pada Senin, 16 Juni 2025. Pertemuan itu merupakan respons cepat pemerintah daerah setelah kunjungan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, ke Dusun Muara Kate sehari sebelumnya. Kunjungan Wapres dilakukan setelah mencuatnya tragedi yang menewaskan warga akibat kecelakaan yang diduga melibatkan kendaraan tambang.
Dalam rapat yang dihadiri oleh berbagai pihak strategis—mulai dari Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto, Plt. Kepala Sekretariat Wapres Al-Muktabar, perwakilan dari Kementerian ESDM dan Kementerian PUPR, Forkopimda Kaltim yang hadir secara daring, hingga Bupati Tabalong—semua pihak sepakat bahwa keselamatan dan kenyamanan masyarakat harus menjadi prioritas utama.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dalam rapat tersebut menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim sudah mengambil sikap tegas terkait penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang.
“Sesuai ketentuan perundang-undangan, khususnya Pasal 91 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, perusahaan tambang wajib menggunakan jalan hauling sendiri. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan sanksi administratif,” kata Rudy di hadapan para pejabat kementerian dan instansi terkait.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memang secara eksplisit mengatur bahwa perusahaan tambang wajib menyediakan jalan angkut khusus yang terpisah dari jalan umum. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan jalan nasional yang tidak dirancang untuk menahan beban kendaraan tambang, serta melindungi masyarakat dari risiko keselamatan akibat bercampurnya kendaraan tambang dan lalu lintas umum.
Keputusan Pemprov Kaltim mendapat respons positif dari masyarakat dan aktivis lingkungan yang selama ini menyoroti dampak negatif kegiatan tambang terhadap kehidupan sosial dan ekologi. Aksi protes warga di Muara Kate yang berlangsung sejak beberapa bulan terakhir memang menyoroti banyak aspek, dari kebisingan, polusi udara, getaran tanah akibat lalu lalang truk-truk tambang, hingga ketakutan anak-anak pergi ke sekolah karena harus menyeberangi jalan yang sama dengan kendaraan tambang berukuran raksasa.
Dengan kebijakan baru ini, Pemprov berharap ketegangan antara warga dan perusahaan tambang bisa mereda, dan kegiatan industri bisa berjalan tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan masyarakat sekitar.
Dari sisi teknis, peralihan jalur ini juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi PT MCM. Perusahaan harus memastikan bahwa jalur hauling PT Prima yang akan digunakan nanti memenuhi standar kelayakan dan keselamatan operasional, termasuk melakukan perbaikan jembatan dan pengaspalan ulang beberapa ruas jalan yang sempat rusak karena banjir dan longsor.
Pemerintah juga meminta PT MCM untuk bersinergi dengan PT Prima dalam penggunaan jalur tersebut, termasuk kesepakatan komersial mengenai biaya pemakaian jalur hauling dan jadwal operasional agar tidak terjadi penumpukan kendaraan yang bisa menghambat distribusi hasil tambang.
Sebagai tambahan, pihak kepolisian dan aparat daerah akan meningkatkan pengawasan dan patroli di sekitar jalur perbatasan agar tidak ada pelanggaran atas larangan penggunaan jalan nasional oleh angkutan tambang. Pemerintah daerah bahkan menyebutkan kemungkinan pengadaan posko pemantauan di beberapa titik strategis guna memastikan kebijakan ini berjalan sesuai rencana.
Sementara itu, masyarakat di sekitar wilayah terdampak seperti Muara Kate menyambut baik keputusan ini. Tokoh masyarakat dan kepala dusun setempat berharap kebijakan ini bisa memberikan rasa aman yang selama ini hilang akibat intensitas kendaraan tambang yang tinggi.
“Kami tidak anti tambang. Tapi jangan sampai kegiatan mereka mengorbankan kami yang tinggal di sini. Jalan itu seharusnya untuk kami lalui ke kebun, ke sekolah, ke pasar. Bukan jadi lintasan truk-truk besar yang bikin rumah kami retak dan jalan kami rusak,” ujar salah seorang warga dalam wawancara di lokasi.
Dengan larangan ini, Pemprov Kaltim tidak hanya sedang menata ulang sektor pertambangan dari sisi logistik, tapi juga mengirimkan pesan kuat bahwa kegiatan ekonomi harus sejalan dengan keberlanjutan dan perlindungan hak-hak masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, publik akan menanti apakah PT MCM benar-benar patuh dan mampu beradaptasi dengan jalur baru tersebut. Pemerintah pun diminta untuk tidak hanya berhenti pada larangan, tetapi terus mengawal pelaksanaan teknis di lapangan. Perbaikan infrastruktur, pembentukan tim pengawasan lintas sektor, hingga keterlibatan masyarakat dalam pemantauan menjadi aspek krusial agar kebijakan ini tidak hanya indah di atas kertas.
Yang jelas, peristiwa di Muara Kate menjadi pelajaran penting bahwa pembangunan dan investasi, sejauh apapun ambisinya, tidak boleh menyingkirkan keselamatan dan kenyamanan warga dari prioritas utama.