Tirai Tersingkap di Balik Dana Rp 100 Miliar: Penggeledahan Dispora Kaltim Buka Tabir Dugaan Korupsi Hibah DBON

  

Samarinda — Awan mendung menyelimuti langit Samarinda, Senin siang, 26 Mei 2025. Namun, suasana di kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Kalimantan Timur jauh lebih muram. Bukan karena cuaca, melainkan karena kehadiran aparat penegak hukum dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) yang datang dengan misi khusus: menggeledah dan menyita bukti dalam kasus dugaan korupsi dana hibah senilai Rp 100 miliar.

Penggeledahan ini bukan operasi biasa. Ini adalah bagian dari penyidikan terhadap sebuah program ambisius bernama Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada tahun anggaran 2023. Alih-alih menjadi tonggak kejayaan olahraga daerah, DBON kini menjadi pusat pusaran kasus hukum yang menyeret sejumlah pihak.

 

Operasi Senyap yang Mengejutkan

Pukul 14.00 WITA, tim penyidik Kejati Kaltim mulai bergerak. Kantor Dispora Kaltim yang terletak di kawasan Komplek Stadion Kadrie Oening Sempaja menjadi lokasi pertama yang disisir. Tak hanya itu, eks kantor DBON dan sejumlah ruangan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan dana hibah DBON juga menjadi sasaran. Operasi penggeledahan ini berlangsung intens selama hampir tiga jam.

"Tim berhasil mengamankan sejumlah dokumen dan perangkat elektronik yang diduga kuat berkaitan dengan perkara," ungkap Toni, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim kepada wartawan.

Toni menegaskan bahwa semua barang yang diamankan dalam penggeledahan tersebut akan disita untuk proses penyidikan lebih lanjut. Barang-barang ini diyakini memiliki nilai strategis untuk mengurai benang kusut dugaan penyimpangan dana hibah yang nilainya mencengangkan: Rp 100 miliar.

 

Jejak Awal Skema DBON: Ambisi Besar yang Melenceng?

Kisah ini bermula dari satu keputusan administratif penting: Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.258/2023 yang diterbitkan pada 14 April 2023. Melalui surat keputusan itu, dibentuklah sebuah lembaga bernama DBON Kaltim—lembaga yang bertugas sebagai penggerak utama program revitalisasi olahraga daerah berbasis Desain Besar Olahraga Nasional.

Tak lama berselang, tepatnya pada 17 April 2023, Gubernur Kaltim menerbitkan lagi SK bernomor 100.3.3.1/K.277/2023 yang menyetujui pemberian hibah kepada lembaga DBON. Di hari yang sama, ditandatangani pula Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemprov Kaltim dan DBON dengan nilai dana fantastis: Rp 100 miliar.

Menurut Toni, dari dokumen yang mereka peroleh, diketahui bahwa dana tersebut kemudian dicairkan dan dibagi kepada delapan lembaga atau badan olahraga di Kaltim yang menjadi mitra pelaksana program DBON. Masing-masing lembaga ini mendapatkan bagian sesuai alokasi yang disusun oleh DBON.

"Setelah dana hibah tersebut dicairkan kepada lembaga DBON, oleh Lembaga DBON dana hibah sebesar Rp 100 miliar tersebut dibagi kepada delapan lembaga/badan olahraga," ujar Toni, menjelaskan skema distribusi dana yang saat ini tengah diperiksa secara menyeluruh.

Namun, di sinilah awal mula masalah muncul. Proses pemberian hibah, pencairan dana, hingga distribusi kepada delapan badan olahraga tersebut diduga kuat telah dilakukan tanpa mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan, beberapa pihak diduga menikmati dana tersebut tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

 

Mengapa Rp 100 Miliar Bisa Jadi Masalah?

Bagi sebagian orang, angka Rp 100 miliar mungkin hanyalah satu bagian dari anggaran rutin pemerintah daerah. Namun bagi para penegak hukum, angka ini merupakan indikator serius adanya potensi kerugian negara. Yang menjadi sorotan bukan hanya besarnya jumlah, tetapi juga proses di balik pencairan dan penggunaannya.

Kejati Kaltim menduga bahwa sejumlah prosedur telah diabaikan dalam pelaksanaan program ini. Salah satu indikasi awal adalah kurangnya pengawasan terhadap penggunaan dana hibah setelah disalurkan ke DBON dan mitra-mitranya.

Dalam konteks hukum, pelanggaran prosedur dalam pemberian dan pengelolaan hibah bisa masuk kategori tindak pidana korupsi. Pasal-pasal dalam UU Tipikor dan KUHP bisa dikenakan kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam mengelola uang negara.

Toni menjelaskan, "Penggeledahan ini dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 32 KUHAP, untuk menemukan dan mengumpulkan alat bukti yang relevan. Tujuannya adalah untuk kepentingan pembuktian perkara, serta membuat terang tindak pidana yang terjadi."

 

Siapa yang Akan Terseret?

Hingga saat ini, Kejati Kaltim belum secara resmi mengumumkan siapa saja yang telah atau akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun sumber internal menyebutkan bahwa penyidik telah memeriksa sejumlah pejabat, baik dari internal Dispora Kaltim, pengurus DBON, maupun pihak lembaga penerima hibah.

Penyidik kini tengah mendalami apakah terjadi kongkalikong dalam proses seleksi lembaga penerima hibah, serta bagaimana dana itu dikelola setelah diterima. Tak tertutup kemungkinan adanya rekayasa laporan pertanggungjawaban, pemotongan dana oleh pihak-pihak tertentu, hingga pengeluaran fiktif.

Selain itu, penyidik juga mencermati proses administratif pembentukan DBON itu sendiri. Apakah lembaga ini benar-benar memenuhi syarat sebagai penerima hibah? Apakah prosedur pembentukan dan pengesahannya dilakukan dengan tata kelola pemerintahan yang transparan?

 

Reaksi dan Dampak di Lapangan

Kabar penggeledahan ini langsung menyebar luas di kalangan pemerintahan daerah dan komunitas olahraga Kaltim. Sejumlah tokoh olahraga menyayangkan kasus ini, sebab program DBON awalnya digadang-gadang sebagai proyek unggulan untuk memajukan prestasi atlet daerah menuju panggung nasional bahkan internasional.

“Sangat disayangkan. Kami berharap DBON bisa menjadi angin segar, bukan malah tersandung kasus hukum,” ujar seorang pelatih olahraga bela diri yang enggan disebutkan namanya.

Sementara itu, dari sisi legislatif, beberapa anggota DPRD Kaltim mulai angkat suara dan mendesak agar pengusutan dilakukan hingga tuntas. Mereka juga meminta agar anggaran-anggaran besar yang dikelola OPD (Organisasi Perangkat Daerah) diawasi lebih ketat.

“Ini harus jadi pelajaran penting bagi semua pihak. Pengelolaan dana publik, apalagi sampai ratusan miliar, tidak boleh asal-asalan. Transparansi dan akuntabilitas adalah harga mati,” tegas salah satu anggota Komisi IV DPRD Kaltim.

 

Masa Depan DBON di Ujung Tanduk

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah DBON Kaltim masih akan berlanjut? Jika ya, dengan model seperti apa? Atau akankah program ini dihentikan sementara waktu sambil menunggu hasil penyidikan?

Di sisi lain, para atlet dan pelatih yang semula berharap banyak dari program ini mulai khawatir. Pasalnya, mereka adalah pihak paling terdampak jika dana pembinaan dihentikan atau dipangkas.

Kondisi ini memperlihatkan betapa pentingnya tata kelola keuangan yang baik dalam dunia olahraga. Program seambisius DBON seharusnya tidak menjadi lahan basah untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Penggeledahan ini baru permulaan. Jalan panjang menuju pengungkapan seluruh fakta dan pelaku di balik dugaan korupsi dana hibah DBON masih terbentang. Publik berharap Kejati Kaltim tidak berhenti pada pengumpulan bukti, tetapi juga membawa kasus ini hingga meja hijau dan memberi efek jera bagi para pelaku.

Seiring waktu berjalan, semua pihak harus mawas diri. Program olahraga seperti DBON semestinya menjadi instrumen pemberdayaan generasi muda, bukan menjadi ladang korupsi yang menyisakan luka dan ketidakpercayaan. Kini, semua mata tertuju pada Kejati Kaltim—akankah mereka mampu membuka seluruh tabir gelap di balik aliran dana Rp 100 miliar tersebut?

Next Post Previous Post