Ketegasan Polda Kalteng: Menumpas Premanisme, Menegakkan Keadilan

 

Di tengah upaya pemerintah dan aparat keamanan menegakkan hukum dan menciptakan rasa aman di masyarakat, langkah tegas Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) dalam menangani kasus penyegelan sebuah perusahaan oleh organisasi masyarakat (ormas) berbasis massa menarik perhatian publik. Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib) Jaya Kalimantan Tengah, yang dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam pergerakan ormas tersebut, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyegelan PT Bumi Asri Pasaman (BAP).

Penetapan ini bukan hanya mencerminkan sikap hukum terhadap individu, tetapi sekaligus memperlihatkan bagaimana negara menanggapi segala bentuk praktik premanisme yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi. Di tengah narasi pembangunan nasional dan semangat keterbukaan demokrasi, tindakan-tindakan yang menjurus pada pemaksaan kehendak, intimidasi, hingga tindakan sepihak oleh kelompok tertentu menjadi persoalan serius yang tak bisa dianggap enteng.

 

Penetapan Tersangka: Langkah Awal Penegakan Hukum

Pada Selasa, 20 Mei 2025, Polda Kalimantan Tengah menggelar perkara terhadap kasus penyegelan pabrik PT Bumi Asri Pasaman. Hasilnya, Ketua Grib Jaya Kalimantan Tengah, berinisial R, ditetapkan sebagai tersangka. Dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Jumat, 23 Mei 2025, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kalteng, Komisaris Besar Polisi Nuredy Irwansyah Putra, mengonfirmasi bahwa R telah resmi ditahan di Markas Polda Kalimantan Tengah.

“Penetapan tersangka kami lakukan pada Selasa dan saat ini tersangka R sudah dilakukan penahanan di Mapolda Kalimantan Tengah,” tegas Nuredy.

Langkah ini diambil setelah melalui proses penyelidikan intensif, dengan memperhatikan kronologi penyegelan, bukti-bukti di lapangan, serta keterangan dari saksi-saksi terkait. Keputusan ini, menurut Polda Kalteng, bukanlah bentuk penghakiman terhadap lembaga ormas secara keseluruhan, melainkan sikap tegas terhadap individu yang dinilai melanggar hukum melalui tindakan yang berujung pada keresahan sosial.

 

Masih Banyak yang Perlu Diungkap

Meski telah menetapkan satu tersangka utama, Polda Kalteng belum menghentikan proses hukumnya. Justru sebaliknya, proses penyidikan kini memasuki tahap lebih dalam. Pihak kepolisian menyatakan bahwa mereka terus mengembangkan perkara ini dan membuka kemungkinan akan ada pihak-pihak lain yang ikut bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

“Kami masih melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini. Kami minta masyarakat untuk bersabar menunggu proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik,” ujar Nuredy dalam pernyataannya.

Pernyataan tersebut menandakan bahwa penanganan perkara ini tidak berhenti pada permukaan saja. Kepolisian berkomitmen mengusut tuntas hingga ke akar-akarnya. Proses hukum akan dilakukan secara objektif dan profesional, tanpa ada tekanan atau kompromi terhadap siapa pun yang terlibat.

 

Menumpas Aksi Premanisme yang Meresahkan

Dalam konteks yang lebih luas, kasus penyegelan PT BAP ini dinilai sebagai puncak gunung es dari serangkaian aksi premanisme yang telah cukup lama terjadi namun kerap sulit dibuktikan secara hukum. Di sinilah Polda Kalteng menunjukkan komitmen nyata mereka. Bagi aparat kepolisian, penindakan terhadap aksi premanisme bukanlah sekadar perkara penegakan hukum formal, melainkan bagian dari upaya menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat secara menyeluruh.

Kepala Bidang Humas Polda Kalteng, Komisaris Besar Polisi Erlan Munaji, menegaskan bahwa penetapan tersangka ini merupakan bagian dari komitmen institusi dalam memerangi praktik-praktik yang mengarah pada premanisme.

“Ini komitmen kami dan untuk lainnya masih kami dalami dan proses penyidikan sedang berjalan. Yang pasti kami akan menindak tegas segala bentuk aksi premanisme di wilayah hukum Polda Kalimantan Tengah,” ujar Erlan.

Lebih lanjut, Erlan mengajak masyarakat untuk aktif berperan dalam menjaga lingkungan mereka. Ia meminta agar warga tidak ragu memberikan informasi kepada kepolisian jika mengetahui adanya aktivitas premanisme yang mengganggu kenyamanan hidup bersama.

 

Ormas dan Batas Hukum: Di Mana Garisnya?

Kehadiran organisasi masyarakat sebenarnya diakui dalam sistem demokrasi. Ormas memiliki hak untuk menyuarakan aspirasi, memperjuangkan kepentingan kelompok, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Namun, ketika kegiatan ormas menjurus pada penggunaan kekuatan massa untuk memaksakan kehendak, melakukan intimidasi, atau menyegel aset milik pihak lain tanpa dasar hukum, maka batas tersebut jelas telah dilanggar.

Dalam kasus GRIB Jaya Kalimantan Tengah, tudingan utama adalah penyegelan terhadap pabrik PT BAP, yang dinilai sebagai tindakan melampaui batas hukum dan merugikan pihak lain secara nyata. Penegakan hukum terhadap tindakan semacam ini menjadi penting tidak hanya untuk memberikan keadilan kepada korban, tetapi juga sebagai pesan tegas bahwa negara tidak akan membiarkan kekuatan sosial informal menggantikan hukum positif.

 

Respons Publik: Apresiasi dan Harapan

Langkah Polda Kalteng ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Masyarakat yang selama ini mungkin merasa terintimidasi oleh tindakan sewenang-wenang oknum tertentu merasa lebih percaya bahwa negara hadir dalam menjamin keamanan dan ketertiban. Banyak netizen dan tokoh masyarakat menyatakan dukungan terhadap penegakan hukum yang dilakukan secara transparan dan berani.

Bagi pelaku usaha, hal ini memberikan harapan akan terciptanya iklim investasi yang kondusif. Ketika hukum ditegakkan dan aksi-aksi premanisme tidak dibiarkan tumbuh, maka dunia usaha pun bisa bergerak dengan lebih percaya diri. Keamanan dan kepastian hukum adalah fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

 

Tantangan Penegakan Hukum

Meski demikian, penegakan hukum terhadap ormas semacam ini tidaklah tanpa tantangan. Tak jarang ormas memiliki basis sosial yang kuat, bahkan kadang disusupi kepentingan politik. Dalam kondisi seperti ini, keberanian aparat menjadi kunci. Polda Kalteng tampaknya sadar bahwa langkah hukum terhadap Ketua Grib Jaya Kalteng bisa menimbulkan dinamika sosial tertentu, namun mereka tetap melangkah dengan komitmen penuh.

Penting untuk diingat bahwa tindakan yang diambil bukan ditujukan kepada organisasi secara keseluruhan, tetapi kepada individu yang dianggap melanggar hukum. Hal ini menjadi penegasan bahwa dalam negara hukum, siapa pun — dari latar belakang apa pun — harus tunduk pada aturan yang berlaku.

 
Jalan Panjang Menuju Ketertiban

Kasus ini bisa menjadi momentum bagi aparat penegak hukum di seluruh Indonesia untuk menunjukkan bahwa era pembiaran terhadap aksi premanisme sudah lewat. Masyarakat berhak mendapatkan rasa aman, dan pelaku usaha berhak menjalankan aktivitas ekonomi mereka tanpa tekanan dari pihak-pihak yang tidak berwenang.

Di Kalimantan Tengah, langkah awal sudah diambil. Penahanan terhadap Ketua Grib Jaya Kalteng merupakan pintu masuk untuk menggali lebih dalam jaringan, motif, dan modus operandi di balik penyegelan pabrik tersebut. Publik menanti hasil kerja keras para penyidik, dan lebih dari itu, menanti efek jangka panjang dari penindakan ini terhadap kultur hukum di daerah tersebut.

Ke depan, Polda Kalteng diharapkan terus memperkuat sinergi dengan masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan unsur pemerintah daerah dalam menciptakan sistem pencegahan dini terhadap aksi-aksi premanisme. Lebih dari sekadar reaksi terhadap pelanggaran hukum, dibutuhkan strategi jangka panjang untuk membangun kesadaran hukum di tingkat akar rumput.

Penetapan Ketua Grib Jaya Kalimantan Tengah sebagai tersangka dan penahanannya oleh Polda Kalteng menjadi bukti bahwa hukum masih menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada yang kebal hukum, tidak ada kelompok yang boleh bertindak di luar jalur konstitusional, sekalipun berlindung di balik bendera organisasi.

Polda Kalteng telah menunjukkan sikap tegas dan profesional. Kini, masyarakat menanti hasil dari proses hukum yang sedang berjalan. Keberhasilan dalam menuntaskan kasus ini akan menjadi penanda bahwa Kalimantan Tengah tidak memberikan ruang bagi premanisme, dan bahwa aparat keamanan setempat serius dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum.

Semoga kasus ini menjadi babak baru dalam sejarah penegakan hukum di daerah, sekaligus menjadi teladan bagi wilayah lain di Indonesia. Karena sejatinya, Indonesia yang aman, damai, dan tertib hanya bisa terwujud jika hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.

Next Post Previous Post