Jembatan Satwa IKN: Jalur Hijau untuk Macan Dahan hingga Orangutan di Tengah Pembangunan Nusantara

 

Di balik hiruk-pikuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menggema hingga ke berbagai pelosok negeri, terdapat satu elemen kecil namun sarat makna yang mungkin luput dari sorotan publik: sebuah jembatan hijau, bukan untuk manusia, melainkan untuk satwa liar. Dibangun bukan untuk mempercepat perjalanan kendaraan bermotor, melainkan untuk memastikan kelestarian makhluk-makhluk hutan yang selama ini menjadi penghuni sah pulau Kalimantan.

Ketika beton dan aspal merayap memecah keheningan hutan tropis, ancaman terhadap keseimbangan ekologis kian nyata. Namun, proyek jembatan satwa yang kini berdiri di atas ruas tol IKN menjadi bukti bahwa pembangunan modern masih bisa sejalan dengan semangat konservasi.

 

Melintasi Jalan Bebas Hambatan Tanpa Rasa Takut

Jembatan satwa ini dibangun tepat di atas Tol IKN Seksi 3B, bagian dari jaringan jalan sepanjang 27,4 kilometer yang menghubungkan Balikpapan ke Sepaku, kawasan inti pemerintahan IKN. Secara teknis, mungkin tampak sederhana—hanya dua terowongan sepanjang 8,16 meter yang ditimbun dengan mortar busa, bahan ringan yang menggantikan tanah.

Namun dari sudut pandang seekor macan dahan yang terbiasa berpindah dari satu kanopi hutan ke kanopi lain tanpa menyentuh tanah, jembatan ini lebih dari sekadar beton dan dedaunan. Ini adalah penyambung habitat, penyelamat generasi, dan bukti bahwa manusia tidak sepenuhnya melupakan mereka dalam gegap gempita pembangunan.

 

Peresmian yang Sarat Simbol

Pada 23 Mei 2025, peresmian jembatan satwa ini dilakukan oleh Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, serta beberapa tokoh penting lainnya. Mereka berdiri di atas lintasan yang tidak lama lagi akan dilalui bukan oleh kendaraan beroda empat, melainkan oleh beruang madu, orangutan, kucing merah, dan bekantan.

Di balik seremoni tersebut, tersembunyi pesan penting: infrastruktur bukan hanya tentang efisiensi dan estetika, tapi juga tanggung jawab ekologis. Jembatan ini adalah satu dari sedikit contoh nyata bagaimana proyek nasional bisa diimbangi dengan komitmen menjaga kehidupan alam liar.

 

Tujuan Besar di Balik Terowongan Kecil

Dalam peta besar pembangunan IKN yang mencakup gedung kementerian, taman pintar, dan danau buatan, jembatan satwa tampak seperti bintik kecil. Tapi justru di sinilah letak kekuatan narasi pembangunan berkelanjutan: menjadikan ruang untuk yang tidak bersuara.

Tujuan utama jembatan ini adalah untuk menjaga konektivitas Hutan Lindung Sungai Wein, sebuah kawasan hijau yang kini dipotong oleh jalan tol. Tanpa jembatan ini, hewan-hewan liar akan menghadapi risiko besar ketika mencoba menyeberangi jalur yang padat kendaraan. Potensi tertabrak, kehilangan habitat, atau terpaksa memasuki kawasan manusia adalah ancaman nyata.

Lebih dari itu, jembatan ini juga dirancang untuk mengurangi potensi konflik antara manusia dan satwa liar—sesuatu yang semakin sering terjadi ketika ruang gerak hewan semakin sempit karena pembangunan.

 

Siapa Saja yang Akan Melintasi?

Pembangunan jembatan ini tidak dilakukan secara serampangan. Data yang digunakan berasal dari jurnal “Profil Satwa Liar dan Habitatnya di Kawasan IKN” yang diterbitkan oleh Bappenas. Dari sana, dipetakan satwa-satwa mana saja yang sangat mungkin menggunakan lintasan ini untuk berpindah dari satu blok hutan ke blok lainnya. Beberapa di antaranya adalah ikon Kalimantan dan bahkan dunia.

 

1. Macan Dahan (Neofelis diardi)

Bayangkan seekor kucing besar yang tidak suka keramaian dan lebih suka menjelajah malam hari. Itulah macan dahan, predator soliter yang sangat bergantung pada pepohonan untuk hidup. Dengan tubuh lentur, ekor panjang, dan cakar tajam, mereka adalah akrobat sejati hutan tropis. Namun, ketika pohon-pohon digantikan jalan tol, mobilitas mereka terganggu.

Jembatan satwa yang ditanami vegetasi menjadi harapan baru. Mereka bisa terus berpindah antarwilayah tanpa menuruni tanah, tempat di mana mesin dan manusia saling berlomba cepat. Bagi seekor macan dahan, jembatan ini bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati.

 

2. Bekantan (Nasalis larvatus)

Hidung besar, tubuh kemerahan, dan suara khas membuat bekantan mudah dikenali. Mereka hidup berkelompok di hutan bakau dan rawa, sering dijumpai di tepi sungai. Bekantan memang perenang ulung, tetapi tidak semua sungai bisa dilalui saat musim kemarau atau ketika alirannya sudah berubah karena pembangunan.

Dengan hadirnya jembatan satwa, kelompok bekantan bisa terus bergerak, mencari habitat yang masih alami dan terhubung dengan sumber makanan. Mereka bukan hanya wajah Kalimantan, tetapi juga simbol pentingnya menjaga hutan untuk semua makhluk, bukan hanya manusia.

 

3. Beruang Madu (Helarctos malayanus)

Mereka mungkin beruang terkecil di dunia, tetapi jangan tertipu. Beruang madu sangat aktif dan cerdas. Pola makannya yang luas—dari buah hingga madu dan serangga—membuat mereka perlu menjelajah wilayah besar. Sayangnya, setiap blok hutan yang terpisah mengurangi akses mereka terhadap sumber makanan.

Jembatan ini memberi mereka jalur aman untuk bergerak bebas, tanpa harus berhadapan dengan kendaraan atau mendekati manusia yang bisa mengancam. Bagi seekor beruang madu, lintasan ini adalah undangan untuk terus hidup liar dan bebas.

 

4. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)

Di antara semua satwa, orangutan mungkin yang paling memilukan nasibnya. Mereka cerdas, sensitif, dan sangat bergantung pada hutan untuk bertahan hidup. Namun, mereka juga sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Fragmentasi habitat bisa memisahkan mereka dari kelompoknya, mempersulit akses ke makanan, bahkan memicu stres hingga kematian.

 Dengan tubuh besar dan sifat soliter, orangutan butuh jalur aman untuk berpindah. Jembatan satwa menjadi cara manusia membayar sedikit dari hutang ekologis kepada spesies ini. Jika jembatan itu bisa menyatukan dua blok hutan, maka ia juga menyatukan kembali harapan akan masa depan orangutan yang lebih baik.

 

5. Satwa Lainnya

Selain keempat satwa ikonik itu, kucing merah (Catopuma badia) yang sangat langka, kijang, serta berbagai spesies reptil dan burung endemik Kalimantan juga berpotensi besar memanfaatkan jembatan ini. Setiap spesies membawa cerita ekosistemnya masing-masing, dan setiap lintasan mereka adalah bukti bahwa habitat masih tersambung.

 

Infrastruktur Hijau Bukan Lagi Pilihan, Tapi Keperluan

Dulu, pembangunan selalu identik dengan penggusuran dan penebangan. Kini, paradigma itu mulai bergeser. Infrastruktur hijau seperti jembatan satwa bukanlah pelengkap, tetapi bagian integral dari pembangunan itu sendiri.

Dengan menggandeng PT Waskita Karya dan memanfaatkan dana APBN, pemerintah Indonesia ingin menunjukkan bahwa setiap kilometer jalan tol yang dibangun harus memiliki jalan balik untuk alam. Tidak cukup hanya menanam kembali pohon, tetapi juga menyambungkan kembali ekosistem yang terpotong.

Jembatan satwa IKN adalah simbol: bahwa ada ruang untuk kompromi, bahwa pembangunan bisa berjalan sambil tetap memberikan ruang hidup bagi satwa liar.

Proyek ini bukan akhir, tetapi awal. Bayangkan jika setiap pembangunan jalan tol di Indonesia — dari Sumatera hingga Papua — mempertimbangkan lintasan satwa. Bayangkan jika setiap rencana kota baru selalu dimulai dengan peta pergerakan fauna liar. Maka pembangunan tidak akan lagi menjadi sinonim dari perusakan, melainkan penyelarasan.

Dalam konteks perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati global, Indonesia punya peluang besar untuk memimpin. Dan jembatan satwa di IKN bisa menjadi contoh yang ditiru dunia — bahwa di tengah megaproyek ibu kota baru, masih ada ruang untuk hewan liar berjalan dengan damai.

Saat matahari mulai tenggelam di balik pucuk-pucuk pohon hutan Kalimantan, di atas jalan tol yang lengang, seekor macan dahan mungkin sedang mengintip dari balik semak di atas jembatan. Di tempat lain, sepasang beruang madu berjalan perlahan melintasi jalur yang baru mereka kenal. Di kejauhan, suara bekantan menggema di antara dedaunan.

Tak ada deru mesin di sana. Tak ada klakson. Hanya keheningan hutan dan langkah-langkah penuh harap.

Dan di tengah semua itu, jembatan satwa IKN berdiri — bukan hanya sebagai struktur, tapi sebagai pengingat bahwa pembangunan sejati adalah ketika semua makhluk hidup diberi tempat untuk tumbuh bersama.

Next Post Previous Post