Gubernur Ria Norsan Desak Percepatan Pembangunan dan Pengangkatan PPPK Kalbar di Hadapan Komisi II DPR RI
Gubernur Kalimantan Barat, H. Ria Norsan, dengan tegas
menyuarakan aspirasi daerahnya di hadapan Komisi II DPR RI dalam Rapat Kerja
bersama Menteri Dalam Negeri dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di
Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Dalam forum yang turut dihadiri para gubernur dari seluruh Indonesia itu, Ria
Norsan menyampaikan berbagai usulan strategis yang menyentuh langsung kebutuhan
pembangunan Kalbar, termasuk percepatan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK).
Pertemuan tersebut merupakan bagian dari rangkaian agenda DPR RI dalam Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025. Acara ini diselenggarakan berdasarkan keputusan rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI pada 18 Maret 2025 serta Rapat Intern Komisi II pada 17 April 2025.
Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, Gubernur Norsan memanfaatkan panggung untuk memaparkan kondisi Kalimantan Barat secara menyeluruh. Ia memulai paparannya dengan menyoroti karakteristik geografis provinsi yang dipimpinnya. Dengan luas wilayah mencapai 147.307 km², Kalimantan Barat menjadi provinsi terluas ketiga di Indonesia, setelah Papua dan Kalimantan Tengah. Ukurannya bahkan lebih luas dari Pulau Jawa.
“Luas wilayah kami 1,13 kali Pulau Jawa. Ini tentu menantang dalam hal pembangunan dan pemerataan infrastruktur,” ujar Norsan.
Fokus pada SDM dan Konektivitas Daerah
Selanjutnya, Norsan menekankan bahwa prioritas pembangunan
di Kalimantan Barat kini diarahkan pada peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Menurutnya, transformasi sosial dan ekonomi tidak akan mungkin
terwujud tanpa perbaikan layanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan
keterampilan yang relevan dengan kebutuhan ekonomi masa depan.
“Peningkatan kualitas SDM adalah kunci. Kami butuh generasi muda yang terampil dan sehat untuk mendukung pengembangan daerah ke depan,” ucapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur konektivitas, mulai dari jalan, jembatan, hingga akses digital. Menurut Norsan, pembangunan infrastruktur tidak hanya membuka keterisolasian daerah-daerah terpencil, tapi juga menciptakan efek berganda pada pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengembangan sektor ekonomi melalui hilirisasi industri dan peningkatan pariwisata turut menjadi agenda penting dalam roadmap pembangunan Kalbar. “Potensi alam Kalimantan Barat sangat besar, tapi butuh sentuhan hilirisasi agar nilai tambahnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambahnya.
Dana Transfer dan Masalah Pendanaan
Dalam forum tersebut, Gubernur Norsan juga membahas ihwal
dana transfer dari pusat yang diterima Kalimantan Barat. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 201 Tahun 2024, total pagu Transfer ke Daerah (TKD) untuk Kalbar
ditetapkan sebesar Rp3,2 triliun. Namun, melalui Keputusan Menteri Keuangan
(KMK) Nomor 29 Tahun 2025, angka tersebut mengalami penurunan menjadi Rp2,98
triliun.
“Jumlah ini masih belum sepenuhnya kami terima. Hingga 25 April 2025, baru sekitar Rp903 miliar yang ditransfer,” ujarnya.
Selain mengandalkan dana dari pusat, Norsan juga menyampaikan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalbar tahun ini mencapai Rp2,7 triliun. Sementara total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah pergeseran tercatat sebesar Rp5,9 triliun.
“Dengan keterbatasan fiskal, kami harus cermat mengelola anggaran agar program prioritas tetap berjalan,” kata dia.
BUMD dan BLUD: Antara Harapan dan Tantangan
Gubernur Norsan juga menyinggung peran Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam menopang keuangan dan
pelayanan publik di Kalbar. Ia mengapresiasi kinerja Bank Pembangunan Daerah
Kalimantan Barat (Bank Kalbar) yang dinilainya sebagai BUMD paling produktif.
“Bank Kalbar telah lima kali menerima penghargaan TOP BUMD Award. Ini pencapaian luar biasa yang patut dijadikan contoh,” tuturnya bangga.
Sementara itu, untuk BLUD, Norsan menyoroti Rumah Sakit dr. Soedarso yang menurutnya sudah menunjukkan kemajuan dalam pengelolaan berbasis kemandirian keuangan. Namun, ia juga mengakui masih ada beberapa BUMD yang menjadi beban karena tidak lagi beroperasi atau tidak memberikan kontribusi finansial yang signifikan.
“Kami perlu evaluasi menyeluruh agar BUMD tidak hanya eksis di atas kertas, tapi benar-benar berkontribusi nyata,” katanya.
Desakan Percepatan Pengangkatan PPPK
Salah satu sorotan utama dalam paparan Gubernur Kalbar
adalah masalah pengangkatan tenaga ASN, khususnya PPPK yang baru saja lulus
seleksi. Ia menjelaskan bahwa saat ini jumlah ASN di Kalbar terdiri atas 9.124
PNS dan 5.567 PPPK.
“Banyak PPPK yang sudah dinyatakan lulus namun belum diangkat secara resmi. Ini berdampak pada pelayanan publik, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan,” tegas Norsan.
Ia meminta kepada Komisi II DPR RI agar mendorong pemerintah pusat untuk mempercepat proses pengangkatan PPPK. Menurutnya, jika proses ini terus tertunda, maka akan menghambat berbagai agenda pembangunan daerah.
“Kalau bisa, mohon pengangkatan PPPK ini bisa dipercepat. Mereka ini tenaga yang dibutuhkan di lapangan,” pintanya dengan nada serius.
Menutup pemaparannya, Gubernur Ria Norsan mengingatkan pentingnya memperhatikan pembangunan daerah-daerah perbatasan seperti Kalimantan Barat. Ia menyebut bahwa provinsi yang dipimpinnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga pembangunan di wilayah tersebut bukan hanya soal kesejahteraan, tetapi juga soal menjaga kedaulatan dan stabilitas nasional.
“Kami ini garda terdepan NKRI. Kalau tidak dibangun dengan serius, maka akan ada dampak terhadap keamanan dan stabilitas negara secara keseluruhan,” pungkasnya.
Paparan Gubernur Kalbar tersebut disambut dengan perhatian oleh Komisi II DPR RI. Diharapkan, berbagai usulan dan masukan yang disampaikan akan menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pusat yang lebih adil dan berpihak pada pembangunan daerah, terutama di wilayah luar Jawa yang selama ini kerap mengalami ketimpangan.