Tragedi Penembakan dan Pencurian oleh Oknum Polisi: Sebuah Titik Balik untuk Reformasi Kepolisian di Kalimantan Tengah

  

Ilustrasi : Pixabay

Irjen Pol Djoko Poerwanto, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Tengah, menghadapi sorotan publik setelah kasus penembakan yang melibatkan seorang oknum polisi dari Polresta Palangkaraya mencuat ke permukaan. Brigadir AKS, nama tersangka dalam kasus ini, dituduh melakukan tindakan keji berupa penembakan yang menewaskan seorang warga berinisial BA, diikuti dengan tindakan pencurian. Dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, Djoko menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat dan berjanji akan melakukan pembenahan institusi secara menyeluruh.

"Saya, atas nama institusi dan pribadi, ingin menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada masyarakat, terutama kepada keluarga korban. Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa ini yang telah mencoreng nama baik kepolisian," ungkap Djoko dengan nada penuh penyesalan.

 

Komitmen Tegas Kapolda: Tidak Ada Toleransi untuk Pelanggaran Hukum

Kapolda Djoko menegaskan bahwa hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu. Ia memastikan bahwa Brigadir AKS telah ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses hukum, baik untuk pelanggaran kode etik maupun pidana.

"Kami berkomitmen untuk menindak tegas siapa pun yang terbukti melanggar hukum. Tidak ada tempat bagi pelaku tindak kejahatan, termasuk di dalam tubuh kepolisian," kata Djoko.

Sebagai langkah awal, Brigadir AKS telah diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH). Statusnya sebagai anggota Polri resmi dicabut, menandakan bahwa institusi kepolisian tidak akan memberikan perlindungan kepada pelaku tindak pidana. Proses penyidikan kasus ini dilakukan dengan pengawasan langsung dari Mabes Polri guna menjamin integritas dan transparansi. Hasil investigasi juga menunjukkan bahwa Brigadir AKS terbukti positif menggunakan narkoba saat insiden terjadi, memperburuk tingkat kesalahannya.

 

Rincian Kronologi Kejadian: Fakta yang Mengerikan

Peristiwa tragis ini berlangsung pada 27 November 2024, di Jalan Tjilik Riwut, Palangkaraya, tepatnya di kilometer 39. Berdasarkan laporan penyidikan, Brigadir AKS bersama seorang pria berinisial HA mendekati korban, BA, dengan modus ajakan untuk naik ke dalam mobil mereka. Tanpa disangka, di tengah perjalanan, Brigadir AKS diduga menembak korban sebanyak dua kali hingga tewas. Jasad korban kemudian dibuang di lokasi yang jauh dari keramaian.

Tidak cukup dengan tindakan pembunuhan, Brigadir AKS juga mencuri mobil milik korban. Fakta ini memperkuat indikasi bahwa tindakannya direncanakan dengan matang. Untuk itu, Brigadir AKS dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mencakup tindak pidana pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan.

 

Kepedulian terhadap Keluarga Korban

Di tengah sorotan tajam terhadap institusi kepolisian, Kapolda Djoko menunjukkan rasa empati yang mendalam kepada keluarga korban. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa Polda Kalimantan Tengah memberikan pendampingan hukum kepada keluarga BA untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi selama proses hukum berlangsung.

"Kami sangat memahami duka mendalam yang dirasakan oleh keluarga korban. Kehilangan ini adalah luka yang sulit untuk sembuh, dan kami berjanji akan bekerja keras agar keadilan ditegakkan," ujarnya.

Selain memberikan pendampingan hukum, Polda Kalimantan Tengah juga berupaya untuk memberikan dukungan psikologis kepada keluarga korban. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari tanggung jawab institusi terhadap dampak sosial yang ditimbulkan oleh insiden tersebut.

 

Pendalaman Investigasi: Transparansi dan Akuntabilitas

Djoko memastikan bahwa investigasi atas kasus ini dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Mabes Polri, untuk menjaga transparansi. Salah satu prioritas utama dalam penyidikan adalah memastikan identitas korban dengan akurat melalui pemeriksaan forensik. Selain itu, uji balistik dan analisis lainnya dilakukan untuk menguatkan alat bukti di persidangan.

Proses hukum terhadap Brigadir AKS juga mencakup upaya untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain. Mabes Polri telah memberikan asistensi langsung dalam investigasi ini untuk memastikan setiap aspek ditangani dengan profesionalisme tinggi.

 

Reformasi Institusi: Momentum Pembenahan Kepolisian

Kasus ini menjadi pengingat keras akan perlunya reformasi di tubuh Polri, terutama dalam hal pengawasan internal dan pelatihan anggota. Kapolda Djoko mengakui bahwa insiden ini mencerminkan celah dalam sistem pengawasan yang ada. Oleh karena itu, ia berjanji untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan pelatihan kepada seluruh anggota kepolisian di wilayah Kalimantan Tengah.

"Kami tidak bisa membiarkan kejadian ini berlalu tanpa pembelajaran. Reformasi menyeluruh menjadi keharusan, mulai dari perekrutan hingga pembinaan anggota. Kami juga membuka diri untuk masukan dari masyarakat guna membangun institusi yang lebih baik," tegasnya.

Djoko menambahkan bahwa langkah-langkah preventif akan diambil untuk memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang oleh anggota kepolisian. Salah satunya adalah dengan memperkuat pengawasan terhadap anggota yang bertugas di lapangan serta meningkatkan tes narkoba secara berkala.

Kasus ini telah memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang mengecam tindakan keji Brigadir AKS dan menuntut keadilan bagi keluarga korban. Namun, di sisi lain, apresiasi juga diberikan kepada Polda Kalimantan Tengah atas respons cepat dan tegas dalam menangani kasus ini.

Berbagai organisasi masyarakat sipil turut menyerukan pentingnya reformasi di tubuh kepolisian. Mereka menilai bahwa kasus ini mencerminkan perlunya penekanan lebih besar pada nilai-nilai integritas dan humanisme dalam pelatihan kepolisian.

Insiden tragis ini bukan sekadar kasus kriminal biasa. Ini adalah cerminan dari tantangan besar yang dihadapi institusi kepolisian dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. Tindakan tegas terhadap Brigadir AKS menjadi langkah awal yang penting, tetapi pekerjaan besar masih menanti, yaitu membangun kembali citra kepolisian di mata masyarakat.

Kapolda Djoko Poerwanto berharap bahwa tragedi ini tidak hanya menjadi peringatan keras bagi institusi kepolisian, tetapi juga menjadi pemicu untuk perubahan yang lebih baik. Dengan pembenahan yang terus-menerus, diharapkan Polri dapat kembali menjadi garda terdepan dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

"Kepercayaan masyarakat adalah fondasi utama kami. Tragedi ini menjadi pengingat bahwa kami harus bekerja lebih keras untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan tersebut. Kami berkomitmen untuk terus memperbaiki diri demi Indonesia yang lebih aman dan adil," pungkasnya.

Dengan langkah-langkah konkret yang sudah dan akan dilakukan, tragedi ini diharapkan tidak hanya menjadi luka, tetapi juga momentum bagi institusi kepolisian untuk bangkit dan menjadi lebih baik di masa depan.

Next Post Previous Post