Sulitnya Pupuk, Tantangan Petani Mandiri di Bulungan

  

Foto : Pixabay

Di Desa Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, para petani menghadapi dilema klasik yang terus menghantui sektor pertanian di Indonesia: akses terhadap pupuk bersubsidi. Keluhan ini datang dari berbagai pihak, termasuk Anto, seorang petani hortikultura mandiri yang tidak tergabung dalam kelompok tani.

Anto, seorang pria berusia 38 tahun asal Jawa Timur, menggarap lahan sekitar satu hektar di daerah Karang Jinawi. Di lahan ini, ia membudidayakan berbagai tanaman seperti jagung, terong, cabai, kangkung, dan bayam. Namun, di tengah potensi besar yang dimiliki pertanian hortikultura di wilayah ini, tantangan sulitnya mendapatkan pupuk menjadi batu sandungan yang tak kunjung teratasi.

“Saya biasanya membeli pupuk non-subsidi, tapi kalau ada kesempatan, saya juga membeli pupuk subsidi dari anggota kelompok tani yang tidak memanfaatkan jatahnya,” ujar Anto ketika ditemui di lahannya pada Senin, 16 Desember 2024. Pernyataan ini menggambarkan betapa peliknya situasi yang dihadapi petani mandiri seperti dirinya. Bagi Anto, bergabung dengan kelompok tani memang menawarkan akses lebih baik ke pupuk bersubsidi, tetapi berbagai pertimbangan membuatnya enggan untuk mengambil langkah tersebut.

 

Ketergantungan pada Pupuk dan Dampaknya

Tanaman hortikultura seperti yang dibudidayakan Anto sangat bergantung pada ketersediaan pupuk. Ketika pupuk sulit didapatkan atau harganya terlalu mahal, hasil panen akan terkena dampak langsung. “Kalau pupuk kurang, tanaman jadi tidak subur. Hasilnya pasti menurun,” jelas Anto dengan nada penuh keprihatinan. Ia pun menambahkan bahwa kondisi ini tidak hanya dirasakan olehnya, tetapi juga oleh banyak petani mandiri lainnya di wilayah tersebut.

Meskipun hasil panen seperti jagung dan sayur-mayur memiliki potensi keuntungan yang cukup baik, fluktuasi harga di pasar sering kali menjadi tantangan tambahan. “Harga di pasar kadang turun, tapi masih ada untunglah,” kata Anto sambil tetap menunjukkan optimisme di tengah keterbatasan.

 

Pilihan Sulit: Bergabung atau Tetap Mandiri

Salah satu solusi yang sering disarankan adalah bergabung dengan kelompok tani. Namun, keputusan ini tidak sesederhana yang terlihat. Bagi petani mandiri seperti Anto, bergabung dengan kelompok tani sering kali diiringi dengan berbagai hambatan, baik dari segi birokrasi maupun keterikatan terhadap aturan kelompok yang dianggap kurang fleksibel.

“Masuk kelompok tani memang ada manfaatnya, tapi kadang aturan di dalamnya tidak sesuai dengan kebutuhan saya. Jadi, saya lebih memilih jalan sendiri,” ungkap Anto. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inklusif dari pemerintah untuk mendukung petani-petani mandiri yang jumlahnya tidak sedikit.

 

Potensi Pertanian Hortikultura di Bulungan

Kabupaten Bulungan sebenarnya memiliki potensi besar dalam sektor hortikultura. Kondisi tanah yang subur dan iklim yang mendukung membuat wilayah ini cocok untuk berbagai jenis tanaman. Hasil panen seperti jagung, cabai, dan sayur-mayur sering kali menjadi andalan para petani lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik di tingkat lokal maupun regional.

Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya dimanfaatkan karena masalah mendasar seperti akses terhadap pupuk dan infrastruktur pendukung yang masih minim. “Kalau saja pupuk tersedia dengan harga yang terjangkau dan mudah didapat, hasil panen kami pasti lebih baik,” ujar Anto penuh harap.

Anto dan petani lainnya berharap agar pemerintah daerah memberikan perhatian lebih pada mereka yang memilih jalur mandiri. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pemberian akses langsung kepada petani mandiri untuk mendapatkan pupuk bersubsidi tanpa harus tergabung dalam kelompok tani.

“Kami ingin pemerintah melihat kami juga. Jangan hanya kelompok tani yang diperhatikan. Petani mandiri seperti saya juga punya hak untuk mendapatkan pupuk subsidi,” tegas Anto. Ia percaya bahwa dengan kebijakan yang lebih inklusif, produktivitas pertanian di Kabupaten Bulungan dapat meningkat signifikan.

Selain itu, Anto juga mengusulkan adanya program pelatihan dan pendampingan yang difokuskan pada petani mandiri. Dengan adanya edukasi yang tepat, ia yakin petani-petani seperti dirinya dapat mengelola lahan mereka dengan lebih efektif dan efisien.

Di samping masalah pupuk, fluktuasi harga di pasar juga menjadi tantangan besar bagi para petani. Harga hasil panen yang sering kali tidak stabil membuat pendapatan petani sulit diprediksi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan langkah-langkah strategis seperti pembentukan koperasi petani yang dapat membantu menstabilkan harga melalui mekanisme penjualan bersama.

Anto menyebutkan bahwa koperasi semacam ini sebenarnya sudah ada, tetapi belum menjangkau petani mandiri seperti dirinya. “Kalau ada koperasi yang bisa membantu kami menjual hasil panen dengan harga stabil, pasti akan sangat membantu,” tambahnya.

Potret kehidupan Anto dan petani lainnya di Tanjung Palas menjadi cerminan nyata dari tantangan yang dihadapi sektor pertanian di banyak wilayah di Indonesia. Di tengah potensi besar yang dimiliki, berbagai kendala struktural seperti akses terhadap pupuk, fluktuasi harga pasar, dan kurangnya dukungan bagi petani mandiri menjadi penghambat utama yang perlu segera diatasi.

Pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kebutuhan nyata petani. Dengan pendekatan yang tepat, tidak hanya kesejahteraan petani yang meningkat, tetapi juga kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah dapat lebih maksimal.

Bagi Anto, harapan itu masih ada. Ia dan petani lainnya hanya membutuhkan sedikit dukungan untuk dapat mewujudkan potensi besar yang dimiliki lahan mereka. “Kami hanya ingin pemerintah lebih peduli. Kalau petani sejahtera, semua juga akan ikut merasakan manfaatnya,” tutupnya dengan senyum optimis.

Next Post Previous Post