Kenaikan UMP Kaltara 2025: Peluang atau Beban Bagi Dunia Usaha?

 

Foto :databoks

Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Utara (Kaltara) untuk tahun 2025 telah diumumkan dengan nominal baru sebesar Rp 3.580.160. Kenaikan 6,5 persen atau sekitar Rp 218.507 dibandingkan tahun 2024 ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, membawa dampak besar terhadap pelaku usaha di wilayah tersebut.

Di tengah sambutan positif dari kalangan pekerja, keberatan muncul dari perwakilan pengusaha yang menilai kebijakan ini memberikan tantangan berat, khususnya bagi perusahaan yang baru memulai atau sedang dalam tahap pemulihan ekonomi pasca pandemi.

 

Reaksi Pengusaha: Kenaikan yang Terasa Berat

Saat mengikuti rapat penetapan UMP di kantor Gubernur Kaltara, Wakil Ketua Bidang Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltara, Jaini Mukmin, menyuarakan pandangannya. Ia menegaskan bahwa masalah utama bukanlah ketidakmampuan perusahaan dalam membayar upah, tetapi lebih pada beratnya beban tambahan yang muncul bersamaan dengan kebijakan ini.

“Ini bukan soal tidak mampu, tetapi banyak perusahaan di Kaltara yang masih dalam tahap pembangunan atau penguatan struktur bisnisnya. Dengan kondisi seperti ini, kenaikan sebesar itu ibarat pukulan keras yang bisa membuat mereka kehilangan keseimbangan,” ujarnya.

Menurut Jaini, kondisi ekonomi di Kaltara masih dalam proses pemulihan. Meski ada sektor tertentu yang menunjukkan pertumbuhan, banyak perusahaan kecil dan menengah menghadapi tantangan berat, mulai dari kenaikan biaya operasional hingga lonjakan harga bahan baku.

 

UMS: Tambahan Beban bagi Sektor Spesifik

Tidak hanya berhenti pada penetapan UMP, kebijakan Upah Minimum Sektoral (UMS) juga menjadi sorotan. Perusahaan-perusahaan dalam sektor dengan karakteristik usaha tertentu, seperti pertambangan, diwajibkan menetapkan upah lebih tinggi dari UMP.

“Bayangkan, UMP sudah naik, sekarang UMS harus lebih tinggi lagi. Beban ini sangat berat, terutama untuk perusahaan di sektor-sektor yang memerlukan investasi besar seperti pertambangan. Kami khawatir ini akan menjadi tekanan tambahan yang sulit diatasi,” jelas Jaini.

Menurutnya, kebijakan ini membutuhkan kajian lebih mendalam untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki kemampuan finansial yang cukup. Tanpa langkah yang tepat, kebijakan ini justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di sektor strategis.

 

Pertumbuhan Ekonomi versus Realitas Kenaikan Upah

Kaltara memang memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama di sektor pertambangan, kehutanan, dan energi. Namun, Jaini menilai bahwa kenaikan UMP sebesar 6,5 persen belum sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang saat ini terjadi di wilayah tersebut.

“Pertumbuhan ekonomi di Kaltara memang ada, tetapi belum cukup kuat untuk mendukung kenaikan upah sebesar ini. Kebijakan ini seperti berjalan lebih cepat dari kemampuan kami untuk mengejarnya,” tambah Jaini.

Kendati demikian, ia menyadari bahwa kebijakan ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, sehingga pengusaha tidak memiliki banyak ruang untuk negosiasi.

 

Efek Domino: Pajak, Tarif, dan Beban Operasional Lainnya

Jaini juga menyoroti efek domino yang muncul dari kenaikan UMP ini. Sebelum upah baru diterapkan, perusahaan sudah lebih dulu menghadapi kenaikan pajak, tarif air, dan listrik.

“Pemerintah perlu melihat gambaran besar. Kenaikan UMP hanya salah satu bagian dari puzzle. Ketika pajak, listrik, dan air naik bersamaan, perusahaan benar-benar terjepit. Ini seperti memberikan obat untuk satu masalah tetapi menciptakan tiga masalah baru,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa beban tambahan ini berpotensi menghambat kemampuan perusahaan untuk berinvestasi lebih jauh, sehingga berdampak pada daya saing usaha secara keseluruhan.

 

Penyesuaian di Tingkat Manajemen Perusahaan

Dengan diberlakukannya UMP baru pada awal 2025, banyak perusahaan di Kaltara harus segera melakukan penyesuaian dalam pengelolaan keuangannya. Jaini mengungkapkan bahwa perubahan anggaran dan strategi manajemen menjadi langkah yang tidak dapat dihindari.

“Kami harus merombak ulang anggaran. Ini tentu saja menambah tekanan bagi manajemen untuk mencari cara agar tetap bertahan tanpa mengorbankan kesejahteraan karyawan,” ujarnya.

Strategi seperti efisiensi operasional, optimalisasi biaya produksi, hingga inovasi produk menjadi opsi yang banyak dipertimbangkan oleh perusahaan untuk menghadapi situasi ini.

Di sisi lain, kalangan pekerja menyambut baik kenaikan UMP ini, yang dianggap dapat meningkatkan daya beli mereka. Namun, tidak sedikit juga yang khawatir bahwa kenaikan ini justru akan diiringi dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, sehingga manfaatnya tidak dirasakan secara maksimal.

“Kalau harga barang ikut naik, kenaikan UMP ini jadi seperti tidak ada artinya. Pemerintah harus memastikan harga kebutuhan pokok tetap stabil,” kata seorang pekerja di sektor konstruksi di Tarakan.

Dalam situasi yang kompleks ini, Jaini berharap pemerintah dapat memainkan peran lebih besar, tidak hanya dalam menetapkan kebijakan upah, tetapi juga dalam menjaga stabilitas harga barang dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.

“Kami tidak menolak kenaikan UMP, tetapi pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak justru membebani kedua belah pihak, baik pekerja maupun pengusaha. Stabilitas ekonomi adalah kunci agar semua pihak bisa berjalan bersama,” tegasnya.

Selain itu, ia mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif atau subsidi kepada perusahaan kecil dan menengah yang paling terdampak oleh kenaikan ini, sehingga mereka tetap bisa bertahan tanpa harus mengurangi jumlah tenaga kerja.

Kenaikan UMP Kaltara menjadi refleksi dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, tetapi juga menunjukkan tantangan besar yang harus dihadapi dunia usaha. Bagi pengusaha, kebijakan ini membutuhkan adaptasi yang cepat dan strategi inovatif untuk tetap kompetitif di tengah beban operasional yang semakin besar.

Sementara itu, bagi pemerintah, tugas berat menanti untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak menciptakan ketimpangan atau memicu inflasi yang dapat mengurangi manfaat bagi masyarakat.

Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini tidak hanya bergantung pada angka-angka kenaikan, tetapi juga pada kemampuan semua pihak—pemerintah, pengusaha, dan pekerja—untuk bekerja sama menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Next Post Previous Post