Meningkatkan Edukasi Perlindungan PMI di Kaltara: Upaya BP3MI Melawan Migrasi Nonprosedural
Di perbatasan Indonesia, tepatnya di wilayah Kalimantan
Utara (Kaltara), permasalahan migrasi nonprosedural semakin menjadi perhatian
serius. Kabupaten Nunukan, yang merupakan wilayah transit pekerja migran
Indonesia (PMI), menjadi titik kritis bagi masuknya pekerja migran yang
berusaha ke luar negeri secara ilegal. Maraknya kasus migrasi nonprosedural ini
memicu Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara
untuk meningkatkan edukasi bagi masyarakat dan memperketat pengawasan demi melindungi
para calon PMI (CPMI).
Kepala BP3MI Kaltara, Kombes Pol FJ Ginting, menegaskan bahwa fenomena migrasi nonprosedural perlu ditangani secara serius dengan memberikan edukasi yang mendalam kepada masyarakat setempat, terutama di wilayah perbatasan. Dalam hal ini, BP3MI Kaltara terus berupaya memberikan sosialisasi serta edukasi yang intensif kepada warga, terutama calon PMI, mengenai pentingnya mengikuti jalur resmi sesuai prosedur.
Kewajiban Pemerintah Desa dalam Mendukung Perlindungan PMI
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pasal 40 hingga 42 menyebutkan bahwa pemerintah desa memiliki peran penting dalam pelaporan dan pemantauan keberangkatan maupun kedatangan pekerja migran. Desa, sebagai entitas terdekat dengan warga, diharapkan mampu menjadi garda depan dalam melaporkan aktivitas migrasi ke luar negeri. Pasal ini menegaskan bahwa setiap pergeseran dan migrasi warga desa ke luar negeri perlu dipantau serta dilaporkan oleh pemerintah desa untuk mencegah tindakan ilegal yang merugikan PMI itu sendiri.
Kombes Pol FJ Ginting menjelaskan, pemahaman yang baik tentang prosedur keberangkatan ke luar negeri akan mendorong calon PMI untuk menghindari jalur nonprosedural. Sering kali, calon pekerja yang kurang memahami prosedur legal lebih rentan tertarik menggunakan jasa calo atau agen ilegal yang menawarkan jalur cepat tanpa prosedur resmi. Ketidaktahuan ini sering kali dimanfaatkan oleh para calo yang menawarkan janji manis agar calon PMI dapat segera berangkat demi memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Data Kasus Migrasi Nonprosedural dan TPPO di Nunukan
Dari data yang dihimpun Polres Nunukan selama tahun 2024, tercatat ada 83 CPMI yang berhasil diselamatkan dari 17 kasus tindak pidana yang berkaitan dengan PMI ilegal. Dari 17 kasus tersebut, 10 di antaranya merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang memperdagangkan pekerja migran secara ilegal. Adapun tujuh kasus lainnya berkaitan dengan pelanggaran hukum keimigrasian dan ketenagakerjaan, dengan total tersangka sebanyak 20 orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 6 perempuan. Di samping itu, masih ada dua tersangka berstatus buron (DPO) yang terus dicari.
Berdasarkan catatan kasus-kasus ini, BP3MI bersama aparat kepolisian setempat terus menggalakkan upaya preventif, preventif, dan represif. Tujuannya adalah untuk memberikan efek jera bagi para pelaku yang terlibat dalam tindak pidana terkait PMI ilegal serta memberikan pencerahan kepada masyarakat luas agar tidak terjebak dalam jalur nonprosedural yang membahayakan keselamatan mereka.
Dampak Buruk Jalur Nonprosedural bagi Calon PMI
Kombes Pol FJ Ginting mengingatkan bahwa jalur ilegal atau nonprosedural menimbulkan dampak merugikan bagi PMI. Selain tidak adanya jaminan kerja, upah yang diberikan juga tidak sesuai standar, sehingga PMI sering kali diperlakukan secara tidak manusiawi oleh pihak yang mempekerjakan mereka. Jalur nonprosedural sering kali melewati rute-rute yang tidak resmi, yang tidak hanya berisiko tinggi dari segi keselamatan, tetapi juga merugikan PMI dari segi hak dan perlindungan kerja.
Ketika CPMI memilih jalur nonprosedural, mereka tidak mendapatkan jaminan keselamatan maupun asuransi yang layak. Hal ini menyebabkan mereka rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan tidak adil di tempat kerja. Selain itu, tanpa prosedur resmi, calon PMI tidak memiliki perlindungan hukum, yang mengakibatkan hak-hak mereka kerap diabaikan oleh majikan di negara tujuan.
Upaya BP3MI dan Polri dalam Menghadirkan Rasa Aman bagi PMI
Sebagai daerah transit, Nunukan menjadi titik strategis untuk mengawasi dan menindak upaya migrasi ilegal. BP3MI bekerja sama dengan Polri untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri. Kombes Pol FJ Ginting menyampaikan bahwa berbagai upaya dilakukan, mulai dari langkah preventif hingga represif, demi mencegah PMI nonprosedural. Dalam setiap kesempatan sosialisasi, BP3MI juga mengingatkan bahwa menjadi pekerja migran harus melalui jalur prosedural yang legal untuk menghindari kerugian di masa depan.
Langkah preventif yang dilakukan BP3MI antara lain dengan sosialisasi mengenai risiko yang dihadapi oleh CPMI nonprosedural, khususnya di daerah-daerah yang rawan migrasi ilegal seperti Nunukan. Mereka memberikan pemahaman kepada calon pekerja migran bahwa penggunaan jalur ilegal dapat merugikan mereka secara finansial dan mental, serta membuat mereka rentan terhadap ancaman keselamatan di negara tujuan.
Mengatasi Tantangan dalam Melawan Migrasi Nonprosedural
Meskipun edukasi dan sosialisasi terus digencarkan, tantangan dalam melawan migrasi nonprosedural masih tetap ada. Banyak calon pekerja yang tergiur oleh janji kemudahan dan iming-iming penghasilan yang tinggi dari agen atau calo ilegal. Faktor ekonomi, ketidaktahuan, dan minimnya akses terhadap informasi yang valid sering kali membuat CPMI lebih memilih jalur cepat meskipun berisiko tinggi.
Oleh karena itu, BP3MI bersama dengan pemerintah daerah serta desa-desa di Kaltara berupaya melakukan pendekatan secara langsung kepada masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi sumber CPMI. Selain itu, edukasi terhadap para pemangku kepentingan di tingkat desa, termasuk kepala desa dan perangkatnya, sangatlah penting. Mereka diharapkan dapat menjadi perpanjangan tangan BP3MI dalam mengawasi serta melaporkan aktivitas migrasi warga setempat ke luar negeri.
Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Berkelanjutan
Dalam upaya menekan angka migrasi nonprosedural, edukasi dan sosialisasi berkelanjutan menjadi faktor yang sangat penting. BP3MI terus melakukan kampanye tentang prosedur legal bekerja di luar negeri dan mengedukasi masyarakat tentang risiko jalur nonprosedural. Edukasi ini diharapkan tidak hanya sampai pada tingkat calon PMI saja, tetapi juga mencakup seluruh masyarakat, agar mereka memiliki kesadaran tinggi dalam mendukung migrasi prosedural.
Dengan adanya edukasi yang baik, masyarakat diharapkan dapat memilih jalur yang legal dan aman untuk menjadi PMI. Di sisi lain, edukasi ini juga bertujuan untuk membuka pandangan masyarakat terhadap manfaat jangka panjang dari mengikuti prosedur yang telah diatur oleh pemerintah, termasuk dalam hal hak-hak yang akan diterima oleh PMI selama bekerja di luar negeri.
Migrasi nonprosedural masih menjadi masalah serius yang dihadapi oleh BP3MI Kaltara. Wilayah perbatasan seperti Nunukan menjadi titik rawan bagi migrasi ilegal yang berpotensi merugikan CPMI. Melalui langkah-langkah edukasi, sosialisasi, dan pengawasan ketat, BP3MI bersama Polri berupaya menciptakan lingkungan yang aman bagi calon PMI agar mereka dapat bekerja di luar negeri dengan prosedur yang legal dan terjamin.
Dengan penegakan hukum yang tegas, sosialisasi yang berkesinambungan, serta edukasi kepada masyarakat di daerah perbatasan, BP3MI Kaltara optimis bahwa tingkat migrasi nonprosedural dapat diminimalisir. Pada akhirnya, perlindungan terhadap pekerja migran hanya akan efektif jika didukung oleh kesadaran masyarakat dan kepatuhan terhadap prosedur resmi yang sudah diatur oleh pemerintah.