Upaya Memulangkan Nelayan Indonesia dari Malaysia: Tantangan dan Solusi

 

Pada pagi hari Senin, 27 Mei, Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di Kuching, Raden Sigit Wijtaksono, sudah berada di kantornya yang terletak di lantai tiga Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Sarawak. Sekitar pukul 09.00 waktu setempat (pukul 08.00 WIB), ia harus segera menuju Kompleks Mahkamah Kuching untuk mendampingi delapan nelayan Indonesia dari Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menghadapi sidang pertama mereka di pengadilan.

Penangkapan kedelapan nelayan ini oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) pada 19 April 2024 karena diduga memasuki wilayah perairan Malaysia telah menjadi perhatian serius. Kasus ini bukanlah insiden pertama, mengingat banyak warga negara Indonesia (WNI) lainnya juga menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia karena terlibat kasus pembunuhan dan narkoba.

Penangkapan nelayan Indonesia yang mencari ikan hingga ke perairan Malaysia seringkali terjadi. Dari November 2023 hingga April 2024, setidaknya sudah ada empat kasus serupa. KJRI Kuching berupaya keras agar kedelapan nelayan dari Natuna ini bisa dibebaskan dan dipulangkan, salah satunya dengan berkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri di Jakarta.

“Mudah-mudahan usaha kita kemarin berhasil. Ini saran dari Jakarta untuk membuat surat permohonan pembebasan karena areanya masih ‘unresolved area’,” kata Sigit.

Masih ada lima segmen batas antara Indonesia dan Malaysia yang harus diselesaikan, termasuk satu di perbatasan Kepulauan Riau dengan Sarawak. Malaysia mengklaim sering melakukan pengusiran nelayan Indonesia yang memasuki wilayahnya hingga lima mil. Namun, delapan nelayan yang ditangkap pada 19 April lalu diduga masuk perairan Malaysia hingga 13 mil atau sekitar 20 kilometer.

Kekhawatiran pihak Malaysia juga meningkat karena adanya potensi pencurian barang-barang seperti kabel dari fasilitas tambang lepas pantai yang sudah tidak beroperasi di sekitar perairan tersebut. “Kalau itu hukumannya sudah pasti lebih berat,” ujar Sigit, mengingat pencurian masuk dalam kategori kejahatan serius.

 

Perlunya Sosialisasi Masif

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan telah meminta pemerintah pusat dan daerah untuk serius menanggapi penangkapan delapan nelayan dan tiga kapal oleh aparat Malaysia atas dugaan pelanggaran batas wilayah tangkapan ikan. Ketua KNTI Kabupaten Bintan, Syukur Haryanto, menyatakan bahwa masalah ini sudah sering terjadi, sehingga perlu langkah pencegahan dan penanganan yang lebih serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait.

Sejak tahun 2020, beberapa nelayan dari Bintan juga telah ditangkap oleh aparat hukum Malaysia. Ada yang dipenjara, namun ada juga yang langsung dipulangkan. Syukur berharap pemerintah tidak hanya berusaha memulangkan delapan nelayan tersebut, tetapi juga mengembalikan semua kapal dan alat tangkap mereka yang selama ini disita.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif kepada para nelayan mengenai batas laut, agar mereka mengetahui dengan pasti batas teritorial laut Indonesia dan Malaysia. Isu kedaulatan adalah salah satu prioritas utama diplomasi Indonesia. Dalam sembilan tahun terakhir, Indonesia telah menyelesaikan enam perjanjian batas wilayah dengan negara-negara tetangganya, termasuk Malaysia.

Indonesia telah mencapai kesepakatan pada enam perjanjian perbatasan dan dua di antaranya adalah perjanjian delimitasi batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) dengan Vietnam pada 2021 setelah 12 tahun perundingan. Selanjutnya, kesepakatan dengan Malaysia mengenai dua segmen batas maritim di Laut Sulawesi dan Selat Malaka disepakati pada Juni 2023 setelah perundingan selama 18 tahun.

Dengan Malaysia, Indonesia juga telah menyepakati tiga segmen batas darat di Kalimantan dengan Sabah pada 2017-2019. Kesepakatan terbaru adalah segmen batas darat lainnya, termasuk segmen Sebatik, Senapat-Sesa, dan West Pillar-AA 2 di Kalimantan dan Sabah yang ditargetkan selesai pada 2024 setelah perundingan selama 24 tahun.

 

Bantuan dan Fasilitasi Pemulangan Nelayan

Perwakilan RI di Penang baru saja membantu dan memfasilitasi pemulangan empat dari lima nelayan Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara, yang selamat dari kecelakaan di Selat Malaka pada Kamis, 16 Mei lalu. Konsul Jenderal RI di Penang, Wanton Saragih, mengatakan empat dari lima nelayan itu dibantu dan difasilitasi pemulangannya ke tanah air oleh KJRI Penang melalui Bandar Udara Internasional Pulau Pinang ke Bandar Udara Internasional Kuala Namu.

Kelima nelayan Pangkalan Brandan mengalami kecelakaan laut saat menangkap ikan di perairan Selat Malaka pada Kamis pagi. Perahu mereka ditabrak kapal kontainer yang tidak dikenal, memaksa mereka menyelamatkan diri dengan terjun ke laut. Salah satu nelayan mengatakan kondisi cuaca saat kejadian buruk dengan kabut tebal, jarak pandang kurang dari lima meter, sehingga sulit mengetahui adanya kapal mendekat. Kapal kontainer tersebut juga tidak mengetahui keberadaan para nelayan.

Setelah terapung-apung selama 10 jam di laut hanya berpegangan pada potongan kayu perahu yang hancur, empat nelayan berhasil diselamatkan oleh kapal CMA CGM Rivoli yang sedang melintas. Mereka kemudian dievakuasi ke Kapal APMM Perak. Salah satu dari mereka mengalami patah lengan dan luka serius di punggung sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Sri Manjung Perak. Mereka dipulangkan setelah menjalani perawatan.

 

Meningkatkan Keselamatan dan Kesadaran Nelayan

Berbagai kejadian ini menunjukkan pentingnya para nelayan untuk lebih berhati-hati saat bekerja menangkap ikan dan melengkapi sarana tangkap mereka dengan fasilitas navigasi yang memadai. Fasilitas ini dapat membantu memberikan arah berlayar dan melihat kondisi cuaca yang sedang dihadapi saat berada di laut.

Pemerintah juga perlu terus melakukan sosialisasi secara intensif kepada para nelayan mengenai batas-batas wilayah perairan Indonesia dan negara tetangga, serta risiko dan konsekuensi yang mereka hadapi jika melanggar batas tersebut. Upaya ini penting untuk mencegah insiden penangkapan dan meningkatkan keselamatan para nelayan Indonesia di perairan internasional.

Dengan demikian, diplomasi dan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Malaysia juga perlu diperkuat untuk menyelesaikan berbagai sengketa perbatasan yang masih ada, demi terciptanya stabilitas dan keamanan di kawasan perairan kedua negara. Melalui pendekatan diplomatik yang tepat dan kesadaran yang tinggi dari para nelayan, diharapkan insiden penangkapan dan pelanggaran batas wilayah dapat diminimalkan di masa depan.

Next Post Previous Post