Skandal di Balik Balai: Terungkapnya Pencucian Uang Eks Pejabat PUPR Kalimantan Barat
Pontianak, Agustus 2025 — Di balik meja-meja rapat
Balai Pelaksana Penyedia Perumahan Kalimantan I, Kementerian PUPR, tersimpan
kisah kelam yang baru saja terkuak. Seorang mantan Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), berinisial R, ditangkap atas dugaan gratifikasi dan pencucian uang
senilai Rp 2,3 miliar. Ironisnya, skandal ini terbongkar bukan karena
investigasi internal, melainkan dari laporan pribadi yang diajukan R
sendiri—terhadap sopir pribadinya.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Pontianak,
Kompol Wawan Darmawan, mengungkap bahwa laporan penggelapan yang diajukan R
justru membuka pintu ke transaksi mencurigakan yang menyeret dirinya sendiri.
“Dari laporan inilah kemudian terungkap dugaan pencucian uangnya,” ujar Wawan
kepada wartawan, Kamis (21/8/2025).
Dari Laporan Sopir ke Jejak Miliaran
Awalnya, R melaporkan sopir pribadinya atas dugaan
penggelapan aset. Namun saat penyidik menelusuri aliran dana dan kepemilikan
rekening, mereka menemukan transaksi yang tidak wajar. Salah satu rekening yang
digunakan ternyata milik seorang konsultan proyek bernama YF, yang diduga hanya
menjadi ‘kendaraan’ untuk menyamarkan aliran dana.
Penyidik menemukan bahwa dana tersebut disalurkan ke
berbagai rekening lain, termasuk milik keponakan dan anak kandung R. Praktik
ini berlangsung sejak 2018 hingga 2021, dengan total aliran dana mencapai Rp
2,3 miliar.
Modus Lama, Wajah Baru
Skema pencucian uang yang digunakan R bukan hal baru dalam
dunia korupsi birokrasi. Namun yang membuat kasus ini mencolok adalah bagaimana
ia menyamarkan dana melalui orang-orang terdekat dan menggunakan rekening pihak
ketiga. “Penyidik juga menelusuri aset-aset yang diduga dibeli dari hasil
gratifikasi,” tegas Wawan.
Aset-aset tersebut termasuk properti, kendaraan, dan barang
mewah yang tidak sesuai dengan profil penghasilan R sebagai pejabat struktural.
Beberapa di antaranya bahkan tercatat atas nama anggota keluarga, memperkuat
dugaan bahwa skema ini dirancang untuk menghindari deteksi.
Pasal Berlapis dan Penahanan
R kini dijerat dengan pasal berlapis: Pasal 12 ayat (1) dan
(2) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Karena dianggap tidak
kooperatif dan berupaya menghalangi proses hukum, R ditahan di Rutan Polresta
Pontianak.
“Dia tidak hanya menolak bekerja sama, tapi juga mencoba
memanipulasi bukti. Ini memperkuat alasan penahanan,” tambah Wawan.
PPATK Turun Tangan
Untuk memperdalam penyelidikan, Polresta Pontianak
menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga
ini akan menelusuri jejak digital dan transaksi lintas rekening yang melibatkan
R dan pihak-pihak lain.
“Nanti kita lihat hasil pemeriksaan. Kalau memang terlibat,
tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,” tutup Wawan.
Dampak Sistemik: Korupsi di Balai Perumahan
Kasus ini membuka kembali pertanyaan lama: seberapa dalam
praktik korupsi merasuki lembaga teknis seperti Balai Perumahan? Sebagai unit
pelaksana proyek infrastruktur perumahan, Balai Kalimantan I memiliki anggaran
besar dan wewenang luas. Dalam kondisi seperti itu, pengawasan internal sering
kali lemah, dan celah untuk penyalahgunaan terbuka lebar.
“Balai seperti ini sering jadi titik rawan. Proyek besar,
pengawasan minim, dan banyak pihak yang terlibat,” ujar seorang mantan auditor
BPK yang enggan disebutkan namanya.
Keluarga di Tengah Pusaran
Yang membuat kasus ini semakin kompleks adalah keterlibatan
keluarga R. Anak dan keponakannya tercatat sebagai penerima aliran dana, meski
belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun penyidik menegaskan bahwa siapa pun
yang terbukti ikut menikmati dana haram berpotensi dijerat hukum.
“Tidak ada toleransi. Kalau terbukti ikut menikmati, akan
kami proses,” tegas Wawan.
Di sisi lain, keluarga R kini menjadi sorotan publik.
Tetangga dan kerabat mulai mempertanyakan sumber kekayaan yang selama ini
dianggap ‘berkah jabatan’. “Kami dulu bangga dia kerja di kementerian. Sekarang
malu,” kata seorang warga di lingkungan tempat tinggal R.
Reaksi Publik dan Seruan Transparansi
Di media sosial, tagar #SkandalBalaiPUPR sempat menjadi
trending lokal. Warganet menuntut transparansi dan reformasi birokrasi,
terutama di sektor infrastruktur yang selama ini dianggap rawan korupsi. “Kalau
pejabat teknis saja bisa cuci uang, bagaimana dengan proyek besar lainnya?”
tulis akun @pantauanggaran.
Lembaga antikorupsi seperti ICW dan IndonesiaLeaks juga
menyerukan agar kasus ini tidak berhenti pada satu tersangka. Mereka mendesak
agar audit menyeluruh dilakukan terhadap proyek-proyek Balai Kalimantan I
selama lima tahun terakhir.
Skandal pencucian uang ini bukan hanya soal satu orang, tapi
cerminan dari sistem yang rentan dan pengawasan yang lemah. Dari laporan sopir
hingga penahanan pejabat, kasus ini menunjukkan bahwa kebenaran bisa muncul
dari tempat yang tak terduga.
Kini, R harus menghadapi konsekuensi hukum atas
perbuatannya. Tapi lebih dari itu, publik menuntut agar sistem diperbaiki, agar
Balai Perumahan benar-benar menjadi tempat membangun rumah rakyat—bukan tempat
menyembunyikan uang haram.