Karhutla Mengganas di Kalbar: Titik Api Meluas hingga Jalur Bandara Singkawang dan Sungai Raya

  

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menghantui Provinsi Kalimantan Barat. Musim kemarau yang tengah melanda wilayah ini disertai dengan cuaca panas ekstrem telah memicu munculnya titik-titik api di sejumlah lokasi strategis, termasuk jalur menuju Bandara Kota Singkawang dan wilayah Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Bencana ekologis yang seolah menjadi langganan tahunan ini kini kembali menjadi momok, bukan hanya bagi warga setempat, tetapi juga bagi pemerintah daerah yang kewalahan menghadapi intensitas dan sebaran kebakaran yang terus meluas.

Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, karhutla pertama kali terpantau sejak Minggu, 8 Juni 2025. Api dengan cepat menjalar, membakar lahan-lahan kering dan semak belukar yang menghampar luas di beberapa wilayah. Hingga saat ini, proses pemadaman masih terus berlangsung dengan berbagai tantangan yang menghambat efektivitas di lapangan.

 

Dua Hektare Lahan Terbakar di Singkawang

Di Kota Singkawang, kebakaran pertama kali diketahui oleh seorang Ketua RT di wilayah RT 58/RW 09, yang langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang. Api mulai terlihat pada siang hari dan dalam hitungan jam, kobaran tersebut telah meluas dan membakar sekitar dua hektare lahan. Perkembangan cepat api mengindikasikan kondisi lahan yang sangat kering dan mudah terbakar.

Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel, menyebutkan bahwa Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Singkawang bersama personel Manggala Agni langsung diterjunkan ke lokasi kejadian. Mereka melakukan upaya awal dengan inventarisasi wilayah terdampak serta pemadaman langsung di lapangan, meski api yang cepat meluas menyulitkan proses penanganan secara maksimal.

“Upaya pemadaman terus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, mengingat luasnya area yang terbakar dan sulitnya medan yang harus ditempuh,” kata Daniel dalam keterangannya pada Senin, 9 Juni 2025.

 

Karhutla Mengancam Kecamatan Sungai Raya

Tidak hanya di Singkawang, kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Kubu Raya, khususnya di Desa Arang Limbung dan Desa Madusari, Kecamatan Sungai Raya. Titik api terdeteksi di sekitar Jalan Madusari, sebuah kawasan yang juga cukup padat penduduk dan memiliki banyak lahan terbuka yang rentan terbakar.

BPBD Kalbar mencatat bahwa kebakaran di wilayah ini memiliki karakteristik mirip dengan yang terjadi di Singkawang. Api menjalar dengan cepat, memanfaatkan vegetasi kering dan tiupan angin yang mempercepat penyebarannya. Tim pemadam pun menghadapi tantangan yang tidak kalah berat.

“Asap pekat sangat menghambat jarak pandang, bahkan membuat tim sulit mendekati pusat api. Selain itu, akses jalan ke lokasi terbakar juga sempit dan tidak memadai, serta kekeringan pada parit-parit di sekitar lokasi membuat suplai air menjadi sangat terbatas,” jelas Daniel.

 

Tantangan Ekstrem di Lapangan

Tim-tim pemadam, baik dari TRC BPBD, Manggala Agni, maupun bantuan personel dari Brimob dan TNI-Polri, kini berjibaku menghadapi kondisi lapangan yang jauh dari ideal. Asap tebal yang menutup area membuat navigasi menjadi sulit, bahkan berbahaya, terutama di malam hari. Medan yang sulit dijangkau memperlambat pengerahan alat berat, dan sumber air yang kering membuat upaya pemadaman tidak dapat dilakukan secara agresif.

“Dalam situasi seperti ini, setiap menit sangat berarti. Kami tidak bisa mengandalkan metode pemadaman konvensional saja. Diperlukan strategi terpadu dan keterlibatan semua pihak,” tambah Daniel.

Oleh karena itu, BPBD Kalbar terus memperkuat koordinasi lintas instansi. Unsur TNI-Polri, dinas pemadam kebakaran, serta para relawan dikerahkan untuk memperluas jangkauan pemantauan dan memaksimalkan efektivitas penanganan di lokasi-lokasi yang berisiko tinggi.

 

Patroli dan Pemantauan Hotspot Terus Ditingkatkan

Untuk mencegah meluasnya titik api, BPBD Kalbar menerapkan strategi patroli darat secara rutin. Tim-tim kecil disebar ke berbagai wilayah rawan, terutama di perbatasan lahan pertanian dan kawasan permukiman. Selain itu, monitoring terhadap titik panas (hotspot) menggunakan satelit dan drone terus ditingkatkan untuk mendapatkan data real-time yang lebih akurat dan cepat.

“Kami tidak menunggu sampai api besar muncul. Begitu ada indikasi suhu panas abnormal, tim langsung disiagakan ke lokasi tersebut,” ujar Daniel.

Ia juga menekankan bahwa edukasi kepada masyarakat tetap menjadi komponen penting dalam strategi pencegahan karhutla. Sosialisasi dilakukan melalui tokoh masyarakat, media lokal, dan jejaring sosial untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kebakaran, terutama saat musim kemarau ekstrem seperti tahun ini.

 

Imbauan Keras untuk Tidak Membakar Lahan

Di tengah situasi yang memburuk ini, BPBD Kalbar kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan dengan alasan apa pun. Praktik membuka lahan dengan membakar—yang masih lazim dilakukan oleh petani di beberapa wilayah—telah terbukti menjadi pemicu utama karhutla setiap tahun.

“Larangan membakar lahan harus dipatuhi. Kami tidak akan segan menindak tegas pelanggaran yang membahayakan keselamatan lingkungan dan masyarakat,” tegas Daniel.

BPBD juga meminta masyarakat untuk segera melapor jika menemukan asap, percikan api, atau tanda-tanda kebakaran sekecil apa pun. Dengan penanganan dini, api dapat dicegah menyebar dan menyebabkan kerugian lebih besar.

 

Ancaman Asap terhadap Aktivitas Warga

Salah satu dampak langsung dari kebakaran ini adalah munculnya kabut asap yang mengganggu aktivitas harian warga. Di sejumlah wilayah, jarak pandang menurun drastis, bahkan dikhawatirkan bisa mengganggu lalu lintas udara di Bandara Singkawang. Sejauh ini, belum ada laporan resmi soal penundaan penerbangan, tetapi otoritas bandara telah meningkatkan kewaspadaan dan terus berkoordinasi dengan pihak BPBD dan BMKG.

Warga pun mulai mengeluhkan iritasi mata, sesak napas, dan batuk akibat kualitas udara yang menurun. Penggunaan masker kembali disarankan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.

Kondisi karhutla di Kalimantan Barat kali ini menjadi pengingat bahwa bencana ekologi tidak bisa dihadapi sendirian. Kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, relawan, dan masyarakat sipil menjadi kunci utama. Koordinasi yang cepat, penanganan yang terarah, serta disiplin dari warga untuk tidak melakukan pembakaran liar harus terus diperkuat.

Kebakaran lahan bukan hanya soal asap dan abu. Ia merusak ekosistem, mengancam sumber air, mengganggu kesehatan, serta menciptakan kerugian ekonomi yang besar, baik jangka pendek maupun panjang. Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran kolektif dan kesigapan bersama dalam menghadapinya.

Kalimantan Barat kini berada dalam situasi genting. Saat api masih menyala dan lahan-lahan terus terbakar, pertarungan melawan karhutla belum berakhir. Namun dengan semangat gotong royong, sinergi antarinstansi, dan peran aktif masyarakat, peluang untuk memadamkan api—dan mencegahnya muncul kembali—masih terbuka lebar.

Next Post Previous Post