Menjawab Kebutuhan Pendidikan: DPRD Kalteng Dorong Percepatan dan Pemerataan Sekolah Rakyat di Wilayah Prioritas
Palangka Raya — Di tengah tantangan pemerataan
pendidikan di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng), muncul angin segar dari
rencana pemerintah pusat yang akan membangun tiga unit Sekolah Rakyat di
provinsi ini. Ketua Komisi III DPRD Kalteng, Sugiyarto, secara tegas menyatakan
dukungan penuhnya terhadap inisiatif tersebut. Menurutnya, pembangunan Sekolah
Rakyat bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi langkah strategis dalam
menjawab kebutuhan mendasar masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan
terluar (3T).
Dalam wawancara yang berlangsung pada Senin, 14 April,
Sugiyarto menyampaikan bahwa seluruh perangkat daerah harus menyambut program
ini dengan kesiapan maksimal dan gerak cepat. Ia menekankan pentingnya
keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan di tingkat provinsi hingga
kabupaten dan kota, agar pelaksanaan program ini berjalan lancar dan sesuai
dengan harapan masyarakat.
“Prinsipnya kami di DPRD sangat mendukung penuh pembangunan
Sekolah Rakyat. Tapi jangan hanya berhenti di wacana atau rencana. Pemerintah
daerah, terutama dinas teknis, harus segera berkoordinasi lintas sektor,
khususnya dengan pemkab dan pemkot,” tegas Sugiyarto.
Pemerataan Jadi Fokus Utama
Sugiyarto, yang juga merupakan mantan Wakil Bupati Lamandau,
memaparkan bahwa satu tantangan utama di Kalteng adalah ketimpangan fasilitas
pendidikan antarwilayah. Ia menggarisbawahi bahwa dari 13 kabupaten dan satu
kota di provinsi ini, masih banyak daerah yang belum memiliki sarana pendidikan
dasar yang layak. Ketimpangan ini terutama dirasakan di wilayah pedalaman,
perbatasan, serta kawasan yang sulit dijangkau oleh infrastruktur jalan dan
transportasi.
Dalam konteks inilah, pembangunan Sekolah Rakyat menjadi
sangat penting. Namun, karena alokasi tahap awal dari pemerintah pusat hanya
menyediakan tiga unit sekolah untuk seluruh Kalteng, maka menurut Sugiyarto,
penentuan lokasi pembangunan harus benar-benar mempertimbangkan skala
prioritas.
“Kita hanya diberi tiga sekolah untuk tahap pertama. Itu
berarti kita harus bijak memilih lokasi pembangunannya. Jangan sampai hanya
karena faktor kedekatan atau kepentingan politik, pembangunan ini malah salah
sasaran,” ujarnya dengan nada serius.
Ia mengusulkan agar pemerintah daerah menggunakan data
pendidikan terkini yang menunjukkan tingkat buta huruf, jumlah anak tidak
sekolah, dan ketersediaan guru di tiap kabupaten/kota sebagai basis
pertimbangan dalam menentukan lokasi sekolah rakyat.
Menilik Konsep Sekolah Rakyat
Sekolah Rakyat merupakan program nasional yang bertujuan
memperluas akses pendidikan dasar di wilayah-wilayah yang selama ini
terpinggirkan dari pembangunan. Model sekolah ini mengadopsi pendekatan
berbasis masyarakat, dengan penyesuaian terhadap kondisi lokal. Sekolah ini
dirancang agar bisa melayani anak-anak yang selama ini tidak terjangkau oleh
sistem pendidikan formal karena keterbatasan jarak, fasilitas, dan biaya.
Ciri khas Sekolah Rakyat meliputi:
- Fasilitas
sederhana namun fungsional: Fokus pada efisiensi, dengan bangunan
berbasis kebutuhan lokal.
- Kurikulum
adaptif: Materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat.
- Pendekatan
komunitas: Keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan, termasuk
peran orang tua dan tokoh adat.
- Fleksibilitas
waktu belajar: Menyesuaikan dengan aktivitas ekonomi dan sosial
masyarakat, khususnya yang hidup di kawasan agraris dan hutan.
Sugiyarto menilai bahwa pendekatan ini sangat cocok
diterapkan di Kalteng, yang memiliki karakteristik geografis dan sosial budaya
yang beragam.
“Kalau kita bicara Palangka Raya, itu mungkin tidak terlalu
terasa. Tapi coba kita lihat daerah seperti Katingan Hulu, Seruyan, atau
beberapa desa di Kapuas dan Murung Raya. Di sana, anak-anak harus berjalan kaki
berjam-jam hanya untuk sampai ke sekolah dasar terdekat. Sekolah Rakyat bisa
jadi solusi cepat dan efektif,” jelasnya.
Proaktif, Bukan Menunggu
Komisi III DPRD Kalteng yang membidangi pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan rakyat, telah mengadakan diskusi awal dengan
sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) untuk membicarakan strategi
penempatan Sekolah Rakyat ini. Salah satu rekomendasi awal adalah mendorong
kabupaten yang selama ini memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) rendah
untuk mengajukan diri sebagai lokasi pembangunan.
“Bola sekarang ada di tangan daerah. Jangan menunggu. Siapa
yang siap lebih dulu, siapa yang menyodorkan data dan rencana yang matang, itu
yang punya peluang besar mendapatkan prioritas,” katanya.
Sugiyarto menyebut pentingnya menyusun proposal teknis
yang komprehensif, mulai dari analisis kebutuhan, ketersediaan lahan, komitmen
dukungan anggaran daerah, hingga kesiapan masyarakat sekitar untuk
berpartisipasi.
Ia bahkan menyarankan agar pemerintah daerah dapat
menyiapkan insentif bagi tenaga pendidik yang bersedia mengabdi di
sekolah-sekolah rakyat, mengingat tantangan di lapangan tidaklah ringan.
Harapan Jangka Panjang: Merata di Seluruh Kalteng
Meski tahap awal ini hanya menghadirkan tiga sekolah,
Sugiyarto dan rekan-rekannya di DPRD berharap agar pembangunan Sekolah Rakyat
tidak berhenti sampai di situ. Ia mendorong adanya perluasan program secara
bertahap dan berkelanjutan hingga mencakup seluruh kabupaten/kota di Kalimantan
Tengah.
“Jangan sampai ada kabupaten yang tertinggal hanya karena
belum kebagian di tahap awal. Pemerintah pusat juga harus punya roadmap jelas
untuk ekspansi program ini,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat untuk mendukung dan
menjaga fasilitas yang nantinya dibangun. Karena pada akhirnya, keberhasilan
pendidikan bukan hanya tergantung pada gedung sekolah, tapi juga pada
partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.
“Sekolah bukan hanya milik pemerintah, tapi milik kita
semua. Jadi kalau nanti ada sekolah rakyat dibangun di satu desa, maka
masyarakat di situ harus merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk
menjaganya,” tambahnya.
Meski penuh harapan, Sugiyarto tak menampik bahwa
pembangunan Sekolah Rakyat akan menghadapi banyak tantangan. Mulai dari
keterbatasan anggaran daerah, minimnya tenaga pengajar yang bersedia
ditempatkan di daerah terpencil, hingga kendala komunikasi dan transportasi
yang masih menjadi masalah klasik di Kalteng.
Namun ia menekankan bahwa di balik tantangan itu, ada
peluang besar untuk mempercepat transformasi sosial dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia di daerah-daerah yang selama ini tertinggal.
“Pendidikan adalah jalan tercepat menuju kemajuan. Kalau
kita serius membangun pendidikan dari pinggiran, maka ke depan kita akan punya
generasi yang lebih cerdas dan mandiri,” pungkasnya.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan Anak Bangsa
Pernyataan Sugiyarto mendapat tanggapan positif dari
berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pemerhati pendidikan di Kalteng.
Mereka menyatakan kesiapan untuk mendukung upaya DPRD dan pemerintah daerah
dalam memastikan program Sekolah Rakyat ini berjalan optimal.
Bagi masyarakat di pedalaman yang selama ini hanya bisa
bermimpi tentang sekolah yang layak, kehadiran Sekolah Rakyat bagaikan cahaya
harapan baru. Harapan bahwa anak-anak mereka tidak harus lagi berjuang melawan
jarak dan waktu hanya untuk memperoleh hak dasar mereka: pendidikan.
Dengan sinergi yang kuat antara DPRD, pemerintah daerah, dan masyarakat, bukan hal mustahil jika Kalteng bisa menjadi contoh sukses dalam pemerataan pendidikan di wilayah luar Jawa.