Jelajah Rimba, Aksi Nyata Pemuda Kalbar untuk Wisata Bersih dan Ekowisata Berkelanjutan
Di tengah isu perubahan iklim dan makin menipisnya kesadaran
akan pentingnya menjaga lingkungan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat
(Pemprov Kalbar) justru melangkah lebih progresif. Mereka tak hanya berbicara
soal pelestarian, tapi langsung menggandeng generasi muda untuk bergerak nyata
dalam program Jelajah Rimba dan Budaya Kalimantan Barat (JERY) serta Gerakan
Wisata Bersih (GWB), yang secara resmi diluncurkan di kawasan ikonik Tugu
Khatulistiwa, Pontianak.
Bukan sekadar seremoni belaka, peluncuran ini menjadi titik awal dari sebuah gerakan kolektif yang mengintegrasikan aksi lingkungan, kecintaan budaya lokal, serta penguatan peran pemuda dalam pembangunan berkelanjutan. Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan, tampil di garda depan, menyuarakan pentingnya kebangkitan ekowisata dari tangan anak-anak muda Kalbar sendiri.
Pemuda, Lingkungan, dan Budaya: Pilar Ekowisata Masa Depan
“Kegiatan hari ini bukan hanya peluncuran program, tapi
deklarasi bahwa Kalimantan Barat peduli pada lingkungan, warisan budaya, dan
masa depan,” ujar Krisantus saat membuka acara, Rabu, 11 Juni 2025.
Ia menekankan bahwa melalui aksi nyata seperti penanaman pohon, pembersihan kawasan wisata, hingga menyusuri Sungai Kapuas, masyarakat—terutama generasi muda—diharapkan tak hanya menjadi penikmat wisata, tetapi juga penjaga dan pelestari alam Kalbar.
Wakil Gubernur Kalbar itu mengakui bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan masih menjadi pekerjaan rumah. Salah satu contohnya terlihat di kawasan wisata Pasir Panjang, di mana tumpukan sampah masih menjadi pemandangan yang mengganggu.
“Kita belum sepenuhnya mencintai potensi wisata kita sendiri. Ini tantangan nyata. Wisata tidak bisa berkembang jika masyarakat tidak ikut menjaga. Oleh karena itu, lewat JERY dan GWB, kita ingin menumbuhkan rasa memiliki terhadap destinasi wisata di Kalbar,” katanya.
Ekowisata dan RPJMD: Jalan Menuju Kalbar Hijau, Inklusif, dan Kompetitif
Tak hanya sekadar membersihkan sampah atau menanam pohon,
JERY dan GWB juga menjadi bagian dari rencana besar Pemprov Kalbar dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Menurut
Krisantus, arah pembangunan Kalbar kini berdiri kokoh di atas tiga pilar utama:
inklusif, hijau, dan berdaya saing.
“Program ini inklusif karena melibatkan semua lapisan masyarakat, hijau karena menekankan konservasi dan pelestarian alam, serta berdaya saing karena ekowisata dan budaya lokal merupakan kekuatan ekonomi Kalbar di masa depan,” jelasnya.
Bukan tanpa alasan. Kalimantan Barat adalah provinsi yang kaya akan potensi ekowisata: dari hutan tropis, sungai-sungai besar, hingga ragam budaya Dayak, Melayu, dan Tionghoa yang hidup berdampingan. Semua ini menjadi aset yang tak ternilai jika dikelola dengan cara yang tepat dan berkelanjutan.
Kolaborasi Anak Muda: Dari Pelajar, Mahasiswa, hingga UMKM Wisata
Apa yang membuat JERY dan GWB begitu istimewa adalah
semangat kolaborasi yang ditanamkan sejak awal. Dalam kegiatan peluncuran
tersebut, tampak pelajar, mahasiswa, komunitas pemuda, pelaku UMKM wisata,
hingga masyarakat umum berbaur dan terlibat aktif.
“Ini bukan soal seremoni. Ini tentang kerja nyata dari pemuda yang peduli. Dan saya percaya, perubahan besar selalu lahir dari semangat muda,” ucap Krisantus dengan penuh keyakinan.
Ia pun menyambut baik kegiatan edukasi gizi yang menjadi bagian dari rangkaian acara. Bagi Pemprov Kalbar, kesehatan generasi muda adalah investasi sosial yang tak kalah penting dalam menuju Indonesia Emas 2045. Karena itu, edukasi semacam ini menjadi elemen wajib yang akan terus diintegrasikan dalam setiap gerakan pembangunan berbasis pemuda.
Tugu Khatulistiwa: Simbol Ekologis dan Edukatif Kalbar
Sementara itu, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan
Pariwisata Provinsi Kalbar, Windy Prihastari, menjelaskan alasan pemilihan Tugu
Khatulistiwa sebagai lokasi peluncuran JERY dan GWB. Menurutnya, kawasan
tersebut bukan hanya ikon Pontianak, tetapi juga simbol ekologis dan edukatif
yang sangat potensial untuk dikembangkan.
“Tugu Khatulistiwa adalah titik nol Kalbar, dan dari sinilah kita ingin memulai langkah baru menuju ekowisata yang berkelanjutan dan membanggakan,” kata Windy.
Ia menuturkan bahwa program ini merupakan kelanjutan dari peluncuran Energi Muda Kalbar dan GWB yang telah digelar sehari sebelumnya di Kabupaten Mempawah. Dalam momentum tersebut, pihaknya mendorong keterlibatan aktif pemuda dalam pengembangan pariwisata yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga berbasis nilai-nilai lokal.
Sungai Kapuas dan Petualangan yang Mendidik
Salah satu kegiatan yang menjadi sorotan dalam peluncuran
program JERY adalah Adventure Sungai Kapuas. Bukan sekadar susur sungai biasa,
kegiatan ini dikemas sebagai ekspedisi edukatif untuk mengenalkan potensi besar
yang dimiliki Sungai Kapuas sebagai poros utama ekowisata Kalbar.
Dengan panjang mencapai lebih dari 1.000 kilometer, Sungai Kapuas adalah sungai terpanjang di Indonesia dan menyimpan keanekaragaman hayati serta budaya masyarakat pesisir yang unik. Lewat petualangan ini, peserta diajak melihat langsung bagaimana sungai bukan hanya jalur transportasi, tetapi juga sumber kehidupan dan destinasi wisata yang masih alami.
“Program ini tidak berhenti di acara hari ini. Ini adalah awal dari sebuah gerakan. Kita ingin seluruh Kalbar bergerak, dari kota hingga desa, dari hulu ke hilir. Semua harus terlibat dalam menjaga dan mengembangkan potensi wisata yang kita miliki,” tegas Windy.
Dalam peluncuran program ini, dilakukan pula aksi penanaman pohon sebagai simbol komitmen terhadap pelestarian alam. Sebuah pesan kuat disampaikan: bahwa menjaga lingkungan bukan tugas segelintir orang, tapi tanggung jawab bersama.
Windy menyebut bahwa semangat JERY dan GWB harus ditanamkan sejak dini ke dalam hati masyarakat, terutama anak muda. Karena dari sanalah lahir gerakan yang akan tumbuh, berkembang, dan menjadi budaya baru—budaya bersih, sadar lingkungan, dan cinta pada kearifan lokal.
“Melalui semangat kolaborasi dan cinta lingkungan, kita harapkan program ini mampu mempercepat terwujudnya ekonomi inklusif dan berbasis kearifan lokal, sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kalbar 2025–2030,” pungkasnya.
Di tengah dinamika zaman yang serba cepat dan global, Kalbar memilih kembali ke akar: hutan, sungai, budaya, dan anak muda. Dari sana, mereka menata masa depan yang lebih hijau, inklusif, dan membanggakan. Jelajah Rimba bukan sekadar program. Ia adalah langkah kecil yang menggema besar—menyuarakan bahwa Kalimantan Barat sedang bangkit, bersama generasi mudanya.